Tiba-tiba, Vina menyuruh anak dan menantunya untuk pergi ke kantor. Felix menolak karena biasanya juga Revalina ada di rumah, ia membawanya ketika mau saja dan hari ini tidak ingin pergi bersama dengan wanita itu. Vina tidak mau mendengar alasan apapun dari mereka berdua, pokoknya Revalina harus menemani Felix di kantor. Tanpa bisa menolak, dua insan itu pun mengikuti perintahnya. Felix merasa selalu diatur sang Ibu, itu adalah hal yang tidak diinginkan olehnya. "Lebih baik Bapak turunin saya saja di sini, saya nunggu di taman depan sana saja." "Gak bisa, kamu harus tetap ikut. Saya tidak mau urusannya jadi rumit," tolak Felix. Pria itu merasa ibunya bisa kapan saya memantau lewat kaki tangannya. Akhirnya, Revalina dibawa ke kantor menunggu Felix bekerja. Ia merasa sangat bosan di tempat itu, tidak ada kegiatan apapun yang bisa dilakukan. Revalina menawarkan dirinya barangkali ada yang bisa dibantu olehnya, bukannya berterima kasih justru Felix malah menyepelekannya mana mungkin
Usai pesta selesai, Felix tampak lelah. Ia duduk bersandar di dinding sofa, Revalina baru saja masuk membuat Felix bangkit karena tersadar itu tempat Revalina. Revalina memintanya untuk tetap duduk di sana jika masih ingin duduk, tetapi Felix tidak mau karena seharusnya tidak duduk di tempat yang bukan tempatnya. Ia pindah duduk di bibir ranjangnya, Revalina melangkah mengambil kotak kecil dari tasnya, "Ini kado ulang tahun dari saya untuk Bapak." "Untuk saya?" Revalina mengangguk pelan sambil memberikan benda tersebut lebih dekat, ia merasa tidak nyaman ketika Felix menerima benda tersebut. Revalina tidak percaya diri karena tahu kalau Felix tidak terbiasa mempunyai barang-barang murah. "Boleh saya buka?" tanyanya sambil menimang-nimang benda itu. "Boleh, dibuka saja." Felix mengeluarkan jam tangan dari kota tersebut, jam yang terlihat bagus berwarna hitam. Revalina minta maaf karena ia tidak bisa memberikan barang mewah untuk Felix, apalagi di hari spesialnya seperti ini. "Ba
Raisa duduk terpaku dengan bibirnya yang maju beberapa senti, sang Ibu duduk di sampingnya kala melihat sang anak sedang tidak baik-baik saja. "Kok mukanya bete banget, kenapa sayang?" "Aku kesal aja, Ma." "Kesal sama siapa sih anak Mama yang cantik ini?" Raisa berkata dirinya sedang kesal pada Felix karena masalah jam tangan dari Revalina. Ibunya marah karena seharusnya Raisa tidak marah-marah pada Felix sampai melemparkan jam tangan itu hingga rusak. "Kok Mama malah belain Felix, sih? Apa jangan-jangan Mama juga mau membela perempuan kampungan itu?" "Mama gak membela mereka berdua, Mama cuma mau yang terbaik buat kamu. Kamu jangan sering marah-marah sama Felix dengan alasan gak mau tersaingi Revalina, kalau kamu terus-menerus kayak gini yang ada Felix ilfeel sama kamu." Gadis itu terus berbicara mengatakan kekesalannya pada Revalina, ia tidak bisa diam saja ketika Revalina semakin dekat dengan Felix. Raisa tidak mau hati pria itu justru malah diambil oleh Revalina secara perl
Felix mengajak Revalina bertemu dengan Raisa. Raisa minta maaf karena sudah berulang kali membuat kesalahan padanya. Ia memeluk wanita itu dengan erat, tetapi di belakangnya kalau tersenyum sinis. Jujur saja, Raisa terpaksa minta maaf pada Revalina karena ingin terlihat perempuan baik-baik di mata Felix. Ia ingin kembali mengambil hati pria tersebut. "Kamu mau maafin aku, kan? Aku udah jahat banget sama kamu, aku gak yakin kamu bisa maafin aku sepenuhnya." Raisa mengeluh di hadapan Revalina. "Tidak ada manusia yang tidak pernah berbuat salah, setiap manusia mempunyai kesalahan masing-masing. Jika Mbak Raisa mempunyai kesalahan begitupun dengan saya juga. Jangan khawatir saya memaafkan segala kesalahan Mbak, lagian saya juga gak mengingat-ingat apa yang Mbak lakukan pada saya." "Aku gak nyangka kalau Revalina ini punya hati yang baik, aku berharap kamu bisa menemukan pria yang baik juga di kehidupanmu setelah bercerai dari Felix." "Iya, Mbak. Terima kasih, saya juga berharap Mbak s
Felix berdiri tepat di hadapan Revalina di dalam kamar. Ia berbicara beruntung Vina tidak melanjutkan niatnya untuk menyediakan bodyguard untuk memantaunya dan Revalina. "Iya, Bapak benar." "Tentu saja saya selalu benar dan kamu itu selalu salah, apa yang kamu perbuat sama Ibu saya?" "Saya gak berbuat apa-apa, Pak." "Gak mungkin Ibu saya tiba-tiba mau menyediakan bodyguard kalau kamu gak ngadu ke dia tentang Raisa, pasti kamu ngadu kalau Raisa udah jahati kamu, kan?" Revalina berani bersumpah dirinya tidak pernah melakukan hal seburuk itu walaupun selama ini ia menipu keluarga dan Vina, tetapi tidak akan bisa memfitnah orang lain untuk kepentingannya. Namun, Felix tidak percaya karena yakin Revalina yang sudah mengada-ada. Ia mendesak gadis itu untuk mengakui apa yang sudah dilakukannya, tetapi Revalina tetap saja tidak mengakuinya karena memang tidak melakukannya. Gadis itu menjelaskan kalau Raisa mau menamparnya, tetapi dihentikan oleh Vina. Felix merasa kurang percaya, mana m
Raisa menemui Heri, minta untuk mengurus Revalina supaya menjauh dari kehidupan Felix. Heri menolak karena sekarang masih menjadi buronan kasus penculikan Revalina kala itu. Raisa memaksa, ia bisa melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Raisa ingin Revalina menghilang dari pandangannya, ia tidak peduli kemana wanita itu pergi yang jelas harus tidak ada lagi di hidupnya dan Felix. Itu adalah hal yang sulit bagi Heri karena jika ketahuan pasti Felix tidak akan mengampuninya. Raisa menjamin bayaran yang sangat mahal jika Heri berhasil melakukan perintahnya dengan benar. Siapa yang tidak tergiur dengan banyak uang apalagi pria seperti Heri. Ia mengiyakan keinginan wanita itu, Heri akan berusaha membuat Revalina menjauh dari suaminya. "Jika terjadi sesuatu, jangan pernah libatkan saya ke dalam masalah ini." "Tapi kamu yang minta saya melakukan ini, jadi kamu juga harus bertanggungjawab jika suatu saat saya tertangkapnya. Jangan mau enaknya saja, sedangkan saya masuk sel." "Saya gak ped
Felix bertemu dengan kekasihnya, ia mengingatkan Raisa untuk tidak bersikap kasar pada Revalina karena itu akan membahayakannya. Beruntung, tidak ada orang yang membagikan kejadian itu pada Vina. "Aku muak karena kamu selalu saja membela Revalina," keluh Raisa. "Aku gak membela dia, justru aku mengatakan ini buat masa depan kita. Kalau saja Mama tahu apa yang udah kamu lakukan sama Revalina, pasti dia gak akan pernah menyetujui hubungan kita." Lambat laun Vina akan setuju, tidak peduli mau setuju ataupun tidak yang terpenting sudah menikah. Itulah yang saat ini Raisa katakan pada Felix, tetapi Felix tidak berpikir seperti itu sekarang yang ia pikirkan adalah supaya Vina benar-benar percaya padanya agar memberikan hak warisnya. "Aku ingin kamu gak muncul saat waktu gak tepat," pinta Felix. "Aku gak bisa, mana mungkin aku harus jauh-jauh dari kamu selama satu tahun, sedangkan pernikahanmu dengan Revalina saja baru berjalan satu bulan. Satu tahun itu bukanlah waktu yang sebentar."
Malam-malam, Revalina duduk tempatnya tidur sambil merenung mengingat kenangan masa lalu bersama keluarganya. Berpelukan erat satu sama lain dengan adik-adiknya, bercanda tawa di rumahnya yang sangat sederhana. Menikmati makanan bersama-sama dengan dibagi-bagi sedikit-sedikit, semuanya terasa sangat indah walaupun pada akhirnya ia harus merasakan hidup yang pahit akibat ulah sang Kakak. Felix membawa segelas air dingin ke dalam kamarnya, langkahnya terhenti ketika melihat gadis tersebut. Diletakkannya gelas itu di atas nakas, ia duduk di bibir kasur sambil memperhatikannya. Penasaran, Felix pun bertanya. "Saya hanya rindu suasana di rumah," jawab gadis itu. "Rindu saat-saat kamu dijodohkan sama pria itu?" tanya Felix. Revalina memelas, lalu menjelaskan kalau dirinya bukan rindu tentang Heri, tetapi rindu orang tua dan adik-adiknya. Ia yakin kalau mereka pun merasakan hal yang sama. Felix melarang Revalina untuk memebjada mereka karena mereka yang sudah menghancurkan hidup Revalina