Raisa menemui Heri, minta untuk mengurus Revalina supaya menjauh dari kehidupan Felix. Heri menolak karena sekarang masih menjadi buronan kasus penculikan Revalina kala itu. Raisa memaksa, ia bisa melakukannya secara sembunyi-sembunyi. Raisa ingin Revalina menghilang dari pandangannya, ia tidak peduli kemana wanita itu pergi yang jelas harus tidak ada lagi di hidupnya dan Felix. Itu adalah hal yang sulit bagi Heri karena jika ketahuan pasti Felix tidak akan mengampuninya. Raisa menjamin bayaran yang sangat mahal jika Heri berhasil melakukan perintahnya dengan benar. Siapa yang tidak tergiur dengan banyak uang apalagi pria seperti Heri. Ia mengiyakan keinginan wanita itu, Heri akan berusaha membuat Revalina menjauh dari suaminya. "Jika terjadi sesuatu, jangan pernah libatkan saya ke dalam masalah ini." "Tapi kamu yang minta saya melakukan ini, jadi kamu juga harus bertanggungjawab jika suatu saat saya tertangkapnya. Jangan mau enaknya saja, sedangkan saya masuk sel." "Saya gak ped
Felix bertemu dengan kekasihnya, ia mengingatkan Raisa untuk tidak bersikap kasar pada Revalina karena itu akan membahayakannya. Beruntung, tidak ada orang yang membagikan kejadian itu pada Vina. "Aku muak karena kamu selalu saja membela Revalina," keluh Raisa. "Aku gak membela dia, justru aku mengatakan ini buat masa depan kita. Kalau saja Mama tahu apa yang udah kamu lakukan sama Revalina, pasti dia gak akan pernah menyetujui hubungan kita." Lambat laun Vina akan setuju, tidak peduli mau setuju ataupun tidak yang terpenting sudah menikah. Itulah yang saat ini Raisa katakan pada Felix, tetapi Felix tidak berpikir seperti itu sekarang yang ia pikirkan adalah supaya Vina benar-benar percaya padanya agar memberikan hak warisnya. "Aku ingin kamu gak muncul saat waktu gak tepat," pinta Felix. "Aku gak bisa, mana mungkin aku harus jauh-jauh dari kamu selama satu tahun, sedangkan pernikahanmu dengan Revalina saja baru berjalan satu bulan. Satu tahun itu bukanlah waktu yang sebentar."
Malam-malam, Revalina duduk tempatnya tidur sambil merenung mengingat kenangan masa lalu bersama keluarganya. Berpelukan erat satu sama lain dengan adik-adiknya, bercanda tawa di rumahnya yang sangat sederhana. Menikmati makanan bersama-sama dengan dibagi-bagi sedikit-sedikit, semuanya terasa sangat indah walaupun pada akhirnya ia harus merasakan hidup yang pahit akibat ulah sang Kakak. Felix membawa segelas air dingin ke dalam kamarnya, langkahnya terhenti ketika melihat gadis tersebut. Diletakkannya gelas itu di atas nakas, ia duduk di bibir kasur sambil memperhatikannya. Penasaran, Felix pun bertanya. "Saya hanya rindu suasana di rumah," jawab gadis itu. "Rindu saat-saat kamu dijodohkan sama pria itu?" tanya Felix. Revalina memelas, lalu menjelaskan kalau dirinya bukan rindu tentang Heri, tetapi rindu orang tua dan adik-adiknya. Ia yakin kalau mereka pun merasakan hal yang sama. Felix melarang Revalina untuk memebjada mereka karena mereka yang sudah menghancurkan hidup Revalina
Heri menemui Siska, mengajaknya untuk bekerja sama menculik Revalina dari Felix. Jika Siska berhasil dalam rencana tersebut maka sebagian utangnya pada Heri akan dianggap lunas. Itu adalah tawaran yang sangat menarik, ditambah lagi hanya menculik Revalina itu mudah. Ia mengeluarkan ponsel, mencari nomor Revalina dan menghunginya, tetapi nomor tersebut sudah tidak digunakan lagi. Gadis berambut pirang itu berdecak kesal, akhirnya ia pulang ke rumah orang tuanya menanyakan apakah Revalina berkunjung ke rumah ataukah tidak?"Sudah lama sekali dia tidak datang ke sini," jawab Nina, ibunya. "Kak Revalina sudah gak ingat lagi sama kita, dia melupakan segalanya." Adik kedua Siska angkat bicara. Nina menggelengkan kepalanya pada gadis itu dengan raut wajahnya yang marah karena tidak diperbolehkan menyebarkan kejadian itu. Namun, anak itu tidak mau tinggal diam. Ia menjelaskan pada Siska ketika bertemu Revalina, tetapi malah tidak dianggapnya. "Mana mungkin perempuan lugu kayak Revalina ja
Ditunggu beberapa hari, Revalina tidak kunjung datang ke rumah sehingga Siska pergi ke kota untuk menemui Revalina. Ia berdiri di depan pagar rumah Felix, minta security untuk membukanya. Namun, pria berseragam itu tidak bisa begitu sama membukanya karena belum ada izin dari pemilik rumah. "Saya ini kakaknya Revalina, kamu jangan main-main sama saya! Kamu di sini cuma kerja aja, dan adik saya adalah menantu di rumah ini." Pria itu menggubris ucapannya, ia pergi ke dalam rumah itu menemui Vina. Vina langsung berhadapan dengan Siska, ia mengusirnya bahkan dilarang untuk datang ke sana lagi. Sebab, Vina tahu betul kalau Revalina dijadikan jaminan pada Heri gara-gara Siska. "Apa salah saya? Saya ingin bertemu dengan adik saya, dia pasti ada di rumah ini, kan?" "Perempuan tidak tahu diri, udah menjual adik sendiri masih aja berani mengakui kalau Revalina itu adalah adikmu! Pergi kamu dari sini sebelum saya seret!" Siska menatap wajah wanita itu, ia pikir Vina adalah wanita yang sanga
Raisa, Siska, dan Heri sedang berkumpul. Raisa menegur sikap Siska yang sangat teledor, jika jepit rambu itu tidak diambil Raisa mungkin saja Siska akan tertangkap. Raisa meminta Heri untuk tidak menabwa gadis tersebut ke dalam urusannya. "Tapi Siska ini adalah kakaknya Revalina jadi dia jauh lebih tahu tentangnya," jelas Heri. "Dan asal kalian tahu, saya hampir tertangkap seharusnya Pak Heri memotong sebagian utang saya." "Gak bisa, kamu tidak membawa Revalina ke hadapan saya. Kalau kamu berhasil membawa Revalina, saya pastikan semua utangmu lunas." Heri mengatakan itu karena uang yang dijanjikan Raisa jauh lebih besar daripada utangnya Siska. Siska merasa tawaran darinya semakin menarik, ia akan berusaha lebih kerasa dan berhati-hati untuk mendapatkan Revalina. Raisa mengancam Heri kalau dalam waktu satu minggu Revalina tidak bisa diculik maka ia akan menyuruh ahlinya. Heri berjanji pada wanita tersebut akan menyingkirkan Revalina dari Felix. Saat itu juga, Heri, Siska, dan
Vino membawa Felix ke kamarnya, pria itu bersandar pada dinding tempat tidur. Felix angkat bicara ia yakin kalau orang yang telah menyerangnya itu adalah Heri. "Heri itu siapa?" tanya Vino. "Tahu, kan nikah sama Revalina karena apa?" tanya Felix yang diangguki Vino. Selain Raisa, Vino juga tahu tentang pernikahan kontrak yang dilakukan Felix dan Revalina. Dari sekian banyaknya keluarga Felix, hanya Vino yang paling dekat dari kecil sehingga Felix mudah untuk bercerita. "Saya gak lihat wajah mereka satupun, tapi di antara mereka ada satu perempuan yang membius saya." Vino membenarkan ucapan Revalina karena ia pun sempat berhadapan dengan wanita itu, wanita yang tidak mempunyai kemampuan beladiri, tetapi ikut bergabung dengan para pria itu. "Tunggu, apa jangan-jangan wanita itu adalah orang yang mengikuti kita di kantor, kamu ingat, kan?" tanya Felix pada Revalina. "Iya, Bapak benar. Saya juga merasa orang itu sama, tapi sayangnya saya gak bisa memastikan dia itu siapa?" "Aku pi
Para penjahat yang sudah babak belur berkumpul dengan Raisa. Mereka minta maaf pada gadis tersebut karena misinya kali ini gagal, Revalina berhasil melarikan diri karena bantuan pria super jagoan. Jika saya tidak ada pria itu, pasti Revalina tidak akan bisa selamat bahkan Felix pun tidak akan bisa menolongnya karena pasti kehilangan jejak. Raisa terkejut mendengar penjelasan dari Heri, ia bertanya apa yang mereka lakukan pada kekasihnya? "Kalau gak melumpuhkan Felix bagaimana kita bisa menculik Revalina?" tanya Heri pada Raisa. "Jadi maksud kamu Felix terluka gitu?" Mereka semua mengangguk, Raisa marah seharusnya mereka tidak menyentuh Felix sedikitpun membiarkannya tetap baik-baik saja. Heri bilang itu mustahil karena Felix melawannya, mana mungkin tidak dilawan balik. "Terus sekarang di mana dia? Sampai sekarang ponsel gak bisa dihubungi." "Setelah kita mengalahkannya, Felix gak bisa apa-apa dia tergeletak di pinggir jalan." Raisa marah besar, jika Felix sakit tentu saja tida