Malam-malam, Revalina duduk tempatnya tidur sambil merenung mengingat kenangan masa lalu bersama keluarganya. Berpelukan erat satu sama lain dengan adik-adiknya, bercanda tawa di rumahnya yang sangat sederhana. Menikmati makanan bersama-sama dengan dibagi-bagi sedikit-sedikit, semuanya terasa sangat indah walaupun pada akhirnya ia harus merasakan hidup yang pahit akibat ulah sang Kakak. Felix membawa segelas air dingin ke dalam kamarnya, langkahnya terhenti ketika melihat gadis tersebut. Diletakkannya gelas itu di atas nakas, ia duduk di bibir kasur sambil memperhatikannya. Penasaran, Felix pun bertanya. "Saya hanya rindu suasana di rumah," jawab gadis itu. "Rindu saat-saat kamu dijodohkan sama pria itu?" tanya Felix. Revalina memelas, lalu menjelaskan kalau dirinya bukan rindu tentang Heri, tetapi rindu orang tua dan adik-adiknya. Ia yakin kalau mereka pun merasakan hal yang sama. Felix melarang Revalina untuk memebjada mereka karena mereka yang sudah menghancurkan hidup Revalina
Heri menemui Siska, mengajaknya untuk bekerja sama menculik Revalina dari Felix. Jika Siska berhasil dalam rencana tersebut maka sebagian utangnya pada Heri akan dianggap lunas. Itu adalah tawaran yang sangat menarik, ditambah lagi hanya menculik Revalina itu mudah. Ia mengeluarkan ponsel, mencari nomor Revalina dan menghunginya, tetapi nomor tersebut sudah tidak digunakan lagi. Gadis berambut pirang itu berdecak kesal, akhirnya ia pulang ke rumah orang tuanya menanyakan apakah Revalina berkunjung ke rumah ataukah tidak?"Sudah lama sekali dia tidak datang ke sini," jawab Nina, ibunya. "Kak Revalina sudah gak ingat lagi sama kita, dia melupakan segalanya." Adik kedua Siska angkat bicara. Nina menggelengkan kepalanya pada gadis itu dengan raut wajahnya yang marah karena tidak diperbolehkan menyebarkan kejadian itu. Namun, anak itu tidak mau tinggal diam. Ia menjelaskan pada Siska ketika bertemu Revalina, tetapi malah tidak dianggapnya. "Mana mungkin perempuan lugu kayak Revalina ja
Ditunggu beberapa hari, Revalina tidak kunjung datang ke rumah sehingga Siska pergi ke kota untuk menemui Revalina. Ia berdiri di depan pagar rumah Felix, minta security untuk membukanya. Namun, pria berseragam itu tidak bisa begitu sama membukanya karena belum ada izin dari pemilik rumah. "Saya ini kakaknya Revalina, kamu jangan main-main sama saya! Kamu di sini cuma kerja aja, dan adik saya adalah menantu di rumah ini." Pria itu menggubris ucapannya, ia pergi ke dalam rumah itu menemui Vina. Vina langsung berhadapan dengan Siska, ia mengusirnya bahkan dilarang untuk datang ke sana lagi. Sebab, Vina tahu betul kalau Revalina dijadikan jaminan pada Heri gara-gara Siska. "Apa salah saya? Saya ingin bertemu dengan adik saya, dia pasti ada di rumah ini, kan?" "Perempuan tidak tahu diri, udah menjual adik sendiri masih aja berani mengakui kalau Revalina itu adalah adikmu! Pergi kamu dari sini sebelum saya seret!" Siska menatap wajah wanita itu, ia pikir Vina adalah wanita yang sanga
Raisa, Siska, dan Heri sedang berkumpul. Raisa menegur sikap Siska yang sangat teledor, jika jepit rambu itu tidak diambil Raisa mungkin saja Siska akan tertangkap. Raisa meminta Heri untuk tidak menabwa gadis tersebut ke dalam urusannya. "Tapi Siska ini adalah kakaknya Revalina jadi dia jauh lebih tahu tentangnya," jelas Heri. "Dan asal kalian tahu, saya hampir tertangkap seharusnya Pak Heri memotong sebagian utang saya." "Gak bisa, kamu tidak membawa Revalina ke hadapan saya. Kalau kamu berhasil membawa Revalina, saya pastikan semua utangmu lunas." Heri mengatakan itu karena uang yang dijanjikan Raisa jauh lebih besar daripada utangnya Siska. Siska merasa tawaran darinya semakin menarik, ia akan berusaha lebih kerasa dan berhati-hati untuk mendapatkan Revalina. Raisa mengancam Heri kalau dalam waktu satu minggu Revalina tidak bisa diculik maka ia akan menyuruh ahlinya. Heri berjanji pada wanita tersebut akan menyingkirkan Revalina dari Felix. Saat itu juga, Heri, Siska, dan
Vino membawa Felix ke kamarnya, pria itu bersandar pada dinding tempat tidur. Felix angkat bicara ia yakin kalau orang yang telah menyerangnya itu adalah Heri. "Heri itu siapa?" tanya Vino. "Tahu, kan nikah sama Revalina karena apa?" tanya Felix yang diangguki Vino. Selain Raisa, Vino juga tahu tentang pernikahan kontrak yang dilakukan Felix dan Revalina. Dari sekian banyaknya keluarga Felix, hanya Vino yang paling dekat dari kecil sehingga Felix mudah untuk bercerita. "Saya gak lihat wajah mereka satupun, tapi di antara mereka ada satu perempuan yang membius saya." Vino membenarkan ucapan Revalina karena ia pun sempat berhadapan dengan wanita itu, wanita yang tidak mempunyai kemampuan beladiri, tetapi ikut bergabung dengan para pria itu. "Tunggu, apa jangan-jangan wanita itu adalah orang yang mengikuti kita di kantor, kamu ingat, kan?" tanya Felix pada Revalina. "Iya, Bapak benar. Saya juga merasa orang itu sama, tapi sayangnya saya gak bisa memastikan dia itu siapa?" "Aku pi
Para penjahat yang sudah babak belur berkumpul dengan Raisa. Mereka minta maaf pada gadis tersebut karena misinya kali ini gagal, Revalina berhasil melarikan diri karena bantuan pria super jagoan. Jika saya tidak ada pria itu, pasti Revalina tidak akan bisa selamat bahkan Felix pun tidak akan bisa menolongnya karena pasti kehilangan jejak. Raisa terkejut mendengar penjelasan dari Heri, ia bertanya apa yang mereka lakukan pada kekasihnya? "Kalau gak melumpuhkan Felix bagaimana kita bisa menculik Revalina?" tanya Heri pada Raisa. "Jadi maksud kamu Felix terluka gitu?" Mereka semua mengangguk, Raisa marah seharusnya mereka tidak menyentuh Felix sedikitpun membiarkannya tetap baik-baik saja. Heri bilang itu mustahil karena Felix melawannya, mana mungkin tidak dilawan balik. "Terus sekarang di mana dia? Sampai sekarang ponsel gak bisa dihubungi." "Setelah kita mengalahkannya, Felix gak bisa apa-apa dia tergeletak di pinggir jalan." Raisa marah besar, jika Felix sakit tentu saja tida
Vino baru saja tiba di rumah Felix, ia langsung masuk begitu saja ke kamar Felix. Felix menggelengkan kepalanya melihat Vino yang menggunakan pakaiannya dengan sangat rapi. "Kenapa?" tanya Vino sambil memperhatikan Felix yang fokus menatapnya dari ujung kepala sampai ujung kaki. "Kenapa pake baju itu?" "Sorry, ya gak ada baju. Lagian, ke sini gak bawa baju kayak gini." Felix hanya menyunggingkan senyumannya saja, Vino mengatakan kalau Raisa datang ke kantor mencarinya. Wajah Felix berubah menjadi resah, ia takut kedatangan Raisa ke kantor akan bertemu dengan Vina. Sebab, Felix tidak bisa ke kantor kemungkinan Vina akan turun tangan juga. "Kenapa dia sampai datang ke kantor."Terus kalau ada cewek itu lagi harus diapain?" tanya Vino bingung. "Suruh dia pergi daripada ketahuan," titahnya. Vino pun pergi ke kamarnya mengganti baju, Revalina masuk kamar Felix membawakannya segelas air minum untuk meminum obat. Tidak lupa ia juga membawa potongan buah semangka untuk mengurangi rasa
Felix meraih ponselnya yang berbunyi, Raisa menghubunginya. Ia berbicara di balik telepon dengan nadanya yang sangat khawatir. Felix meminta kekasihnya untuk tidak terlalu khawatir karena semuanya baik-baik saja. Namun, Raisa tetap saja khawatir. Ia sudah menunggu Felix di depan pagar membawa buah-buahan. Felix terkejut, bisa-bisanya gadis itu datang ke rumah lagi padahal sudah sering dilarang. Cuaca kali ini sangat panas membuat Raisa merasa tidak nyaman berada di bawah sinar matahari langsung menunggu Felix datang. Ia terpaksa berada di sana karena ingin terlibat sangat mencintainya. "Kalau bisa kamu ke sini, soalnya security gak mungkin bukain pintu buat aku." "Iya tunggu, aku ke sana." Felix berdiri dari tempat duduknya berjalan perlahan-lahan sambil memegangi benda yang dilewatinya. Hampir saja pria itu terjatuh karena tidak berhasil meraih tembok untuk bertahan, tetapi untung saja Revalina datang menolongnya. Gadis itu membantu Felix untuk kembali ke tempat tidur, tetapi pr