Share

Hukuman dari Ivander

Supir mobil Ivander langsung keluar dan pergi entah ke mana setelah meminggirkan mobil ke bahu jalan. Di dalam mobil, tinggal Kana dan Ivander berduaan. Ivander sejak tadi menarik napas panjang-panjang sambil mengepalkan tangannya. Sementara Kana hanya menatapnya dengan peluh yang menetes di pelipis. Pria di sampingnya ini bergeming, tetapi berhasil membuat Kana bergidik ngeri.

Kana diam-diam menjauh dari Ivander hingga tangannya meraih kunci pintu mobil. Ia pun inisiatif membuka kunci mobil, tetapi ditahan oleh Ivander.

"Kamu mau ke mana?" ucapnya sarkas hingga membuat Kana semakin bergidik ngeri. Sontak Kana menoleh dan mendapati wajah dingin penuh intimidasi dari Ivander. Kana menelan salivanya.

"A-aku—" Kana terkesiap ketika tangan besar Ivander mengapit kedua pipinya dan menekan kepalanya ke kaca jendela mobil.

"Kau tahu, apa yang barusan kamu lakukan?" sinis Ivander. Namun wanita itu malah menatap pria tersebut dengan tajam sambil mencengkram tangan Ivander yang mengapit pipinya dengan kedua tangannya.

"Le-lepas!" pinta Kana sambil menahan rasa sakit di pipinya. Namun Ivander malah menarik kepala Kana dan menubrukkannya dengan kasar ke kaca jendela mobil hingga Kana meringis.

"Kau pikir, setelah menampar pipiku, kau bisa bernapas dengan bebas?" sarkas Ivander yang malah mendekatkan wajahnya pada Kana. Kana langsung memejamkan matanya erat-erat. Apakah yang akan Pria ini lakukan padanya? Apakah malam ini ia akan segera menyusul sang Paman?

"Kumohon ... lepaskan aku," melas Kana yang akhirnya meloloskan sebuah bulir bening dari sudut matanya. Namun hal itu sama sekali tidak mengusik Ivander. Pria berusia 27 tahun itu malah mengeratkan apitannya di kedua pipi Kana, sementara Kana berusah menyingkirkan tangan besar itu, tetapi Ivander terlalu kuat.

"Kau ...." Ivander menggeram sambil mengeratkan apitannya di pipi Kana.

"Sa-sakit ...." rintih Kana yang perlahan-lahan membuka matanya, tetapi ia malah mendapati sorot mata Ivander yang begitu tajam.

"Hei, wanita rendahan!" seru Ivander yang mendekatkan mulutnya ke telinga Kana.

"Kau harus dengar ucapanku baik-baik!" tekan Ivander.

"Kau itu adalah barang yang kubeli, jadi jangan pernah berpikir bahwa kamu bisa menyentuhku seenaknya apalagi memperlakukanku dengan kasar!" sarkasnya.

Kana langsung mengangguk.

"Ma-maaf," ucapnya sambil menitikkan air mata. Sesungguhnya hatinya tak rela mengucap maaf pada Pria ini. Namun kata itu terucap begitu saja.

Ivander menarik pipi Kana dan mendorongnya hingga belakang kepala Kana membentur ke kaca jendela mobil dengan keras. Sekali lagi mata Kana terpejam, menahan rasa sakit yang diterimanya.

"Kau pikir, maaf saja cukup?" tanya Ivander yang membuat Kana membuka mata lebar-lebar. Bola matanya yang begetar menatap bola mata hitam Ivander yang tak memancarkan cahaya.

"Kumohon ... aku bersalah. Maafkan aku. Aku tidak sadar dan—Emm!" Ivander malah membekap mulut Kana dengan telapak tangannya.

"Memohonlah padaku! Memohonlah sampai kau benar-benar putus asa!" perintah Ivander yang makin membekap mulut dan hidung Kana sehingga ia mulai kesulitan bernapas. Sekali lagi Ivander menekan kepala Kana ke kaca mobil.

"Cepat memohon!" titah Ivander, tetapi Kana malah menangis. Ivander yang melihat itu malah semakin geram. Pria itu pun menarik kepala Kana dan kembali membenturkannya ke kaca mobil.

"Cepat memohon! Memohonlah ampunan padaku!" titahnya yang terus menekan kepala Kana. Sesungguhnya Kana sudah memohon berkali-kali, tetapi ucapannya tidak jelas karena mulutnya dibekap. Air matanya bahkan sudah habis karena menahan denyut nyeri di kepala. Lantas, bagaimana pria di hadapannya ini akan mengerti?

"Cepat tangkupkan kedua tanganmu dan memohon padaku!" sergah Ivander yang terdengar samar-samar di telinga Kana. Wanita 21 tahun itu pun mengangkat kedua tangannya dengan sisa energi kemudian menyatukannya.

Ivander yang melihat itu pun melepaskan bekapannya seraya menatap ke arah Kana yang matanya setengah terbuka.

"A-ampuni aku ...." Seketika semuanya gelap.

***

"Bangun!" Kembali terdengar suara pria yang sarkas di telinga Kana. Namun suaranya agak asing.

"Bangun Wanita Rendahan!" Pria itu menyebut sebuah julukan yang sepertinya ditujukan padanya, tetapi ia baru pertama kali mendengar julukan itu. Sebenarnya ini ada dimana? Pamannya, Bibinya, Adik Sepupunya ada dimana?

"Bangun!" Tiba-tiba wajahnya diguyur oleh air hingga kini pandangannya jelas. Kini di hadapannya ada seorang pria yang sedang menatapnya dengan tajam. Terlebih lagi, ia bukan di rumahnya, melainkan di dalam sebuah mobil. Ah, iya, malam ini Kana baru saja dijadikan penjamin hutang pamannya pada pria asing. Kalau tidak salah nama pria itu adalah Ivander.

"Dasar Pemalas!" rutuk pria yang seharusnya bernama Ivander itu.

"I-ini dimana?" lirih Kana yang malah membuat Ivander mendelik kesal.

"Jangan sok-sokan lemah! Aku benci suara lirihmu!" kesalnya sambil membuka pintu mobil. Namun Kana langsung menangkap lengan pria itu.

"Tu-tunggu ... ugh!" Ia merasa nyeri di kepala bagian belakangnya. Namun pria itu hanya melihatnya dengan dingin.

"Turunlah. Luka yang dibelakang kepalamu akan aku obati. Mau bagaimana pun, kita besok menikah. Tidak baik jika mempelai wanitaku memiliki goresan luka, meskipun tidak terlihat juga," ucapnya.

Dahi Kana mengernyit. Luka? Sekali lagi otaknya mengingatkan Kana bahwa sebelum ia kembali sadar, pria di depannya ini baru saja melukai belakang kepalanya. Ternyata itu alasan ia membenturkan belakang kepala Kana. Jika saja pria ini menamparnya dan meninggalkan bekas, akan lebih repot.

"Ayo, turun! Jangan berharap, aku akan menggendongmu masuk! Ingat, kau hanya barang bagiku!" sinis Ivander yang langsung menarik tangannya dengan kasar sehingga genggaman Kana terlepas lalu meninggalkan Kana sendirian di mobil. Sementara wanita 21 tahun itu hanya mendesis menahan rasa sakit di kepalanya.

Ia pun turun dari mobil dengan tertatih-tatih, tetapi dirinya langsung dikejutkan dengan penampakan rumah mewah bergaya modern di hadapannya. Ini seperti rumah mewah yang hanya bisa ia lihat di televisi atau drama Korea yang ditontonnya. Pantas saja, pria ini sangat mudah mengeluarkan uang lima ratus juta.

Ivander Aslan Harvey. Kalau tidak salah, itu nama pria tersebut. Namun, kenapa nama tersebut terdengar memiliki kekuasaan yang besar? Memangnya dia siapa? Ah, Kana lupa, harusnya dia pemilik Harvey Group atau salah satu petinggi di sana.

"Hallo!" Tiba-tiba lamunan Kana dipecahkan oleh sesosok seorang pria berponi yang tersenyum ramah padanya. Mata Kana mengerjap. Siapa lagi ini?

"Apa kamu adalah Calon Kakak Iparku?" tanya pria itu lagi yang membuat Kana mengernyitkan dahi.

"Ca-calon Kakak Ipar? Uhm? Maksudnya?"

"Aduh ... Jangan sok-sokan enggak tahu! Kamu itu besok akan menikah dengan Ivander, 'kan?" tanya pria berponi itu lagi.

Kana mengangguk.

"Iya ... Itu juga informasi yang baru saja aku dengar," jawab Kana. Pria itu tertawa mendengar ucapan Kana kemudian langsung mengambil kedua tangan Kana sambil memasang wajah semringahnya.

"Wah ... ternyata tipe Ivander memang berbeda jauh dengan Jenni!" sahut pria itu lagi yang semakin menambah kerutan di dahi Kana.

"Jenni? Siapa Jenni?" penasaran Kana.

"Jenni? Kamu tidak tahu Jenni? Harusnya pria dingin itu memberitahumu. Dasar!" rutuk pria berponi ini. Kemudian atensinya beralih pada Kana yang masih menunggu jawabannya.

"Hey, Kakak Ipar, asal kamu tahu, Jenni itu adalah Mantan Calon Istri Ivander. Dia adalah wanita paling mengerikan yang pernah kukenal! Jadi wajar, 'kan kalau Ivander tidak menyukainya. Kakak tahu kenapa?" tanya pria itu dengan nada ceria.

"Uhm, kenapa?" timpal Kana.

"Karena Ivander benci jika ada orang yang lebih mengerikan darinya, hahaha!" Tiba-tiba saja tawa pria ini meledak, tetapi Kana sama sekali tidak mengerti apa yang dibicarakan pria ini.

"Aduh, maaf, leluconku pasti bukan seleramu." Untungnya pria ini sadar diri.

"Maaf, ya," ucap Kana agak merasa bersalah.

"Santai saja. Nanti, lama-lama kamu juga akan mengerti karena kamu akan menjadi istri Ivander ...." Pria itu tiba-tiba mendekatkan mulutnya pada telinga Kana.

"Ivander itu aslinya menggemaskan," bisiknya yang membuat Kana melotot. Pria itu malah cekikikan sendiri sambil mengulurkan tangannya.

"Kalau begitu, Kakak Ipar, mau kuantar ke dalam?" tawarnya. Kana yang tidak pernah dapat sikap baik begini dari siapapun memandangi wajah pria asing ini. Dilihat dari wajahnya yang tersenyum serta tatapannya yang lembut, sepertinya ia tulus. Kana pun mengangguk sambil menerima uluran tangannya. Dari caranya memanggil Kana, mungkin pria ini adalah Adik Laki-laki Ivander.

Pria berponi itu sekali lagi melemparkan senyumnya yang hangat pada Kana, membuat segala kegelisahan dan ketakutan Kana berangsur-angsur berkurang.

"Mari," ucapnya mempersilakan, tetapi belum ada selangkah mereka berjalan, tiba-tiba mereka sudah dihadang oleh sang tuan rumah.

"Oh? Selamat malam Ivander," seru pria berponi itu yang masih menggandeng tangan Kana. Namun Ivander malah memicingkan matanya ke arah pria itu sambil melipat tangannya.

"Apa yang berusaha kau lakukan pada Calon Istriku malam-malam begini, Shein White Serafim?" dingin Ivander yang membuat Kana menoleh ke arah pria yang kini menggandengnya.

Kalau didengar dari namanya, sepertinya pria ini memiliki nama belakang yang berbeda dari Ivander. Jika dia adik laki-laki Ivander, harusnya mereka punya nama yang sama, 'kan? Lantas, siapa sebenarnya pria ini?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status