Share

Bagian 7

Beberapa minggu berlalu, hari ini para peserta renang sudah bersiap untuk melakukan perlombaan. Kevin dan Liora turut hadir untuk melihat putra kebanggan mereka melakukan pertandingan, tak hanya itu saja, saat Kevin menoleh melihat kedatangan Gim bersama istri dan anaknya.

"Apa kita terlambat?" tanya Gim.

"Belum dimulai kok, sini kita nonton." ucap Kevin.

Rania duduk di sebelah Liora, "Tante apa kabar, adek bayi sehat kan?" tanya Rania.

"Sehat kok, kamu kalau akhir pekan main dong ke rumah tante lagi." 

Rania terkekeh, "Nanti Rania usahakan, soalnya kadang akhir pekan Rania juga ada kegiatan."

"Masih muda udah sibuk banget ya kamu, sini kita santai dulu sambil nonton Varka tanding." 

Rania mengangguk.

Di sisi lain lapangan sudah ada enam peserta dengan persiapan yang matang, salah satunya ada Varka di urutan ke empat. Dari yang lainnya, Varka terlihat lebih tinggi karena gen ayahnya juga tinggi.

Kulitnya juga lebih putih dari peserta lainnya, tapi apakah kemampuan Varka juga lebih dari yang lain? Diantara para peserta, cuman Varka paling kurus. Tiba-tiba muncul pikiran di kepala Rania, 'apa Varka makannya cuman sekali sehari?'

Suara peluit terdengar, para peserta pun mulai bersiaga mengambil posisi hingga kemudian peluit kembali dibunyikan dan keenam peserta melompat ke air bersamaan dengan gerakan lincah.

"Keren anak kamu," ucap Gim.

"Menang aja belum." sahut Kevin merasa tegang melihat anaknya di dahului oleh nomor dua.

Varka ketinggalan oleh dua peserta lain, remaja itu lalu menggunakan gerakan seperti seekor lumba-lumba dengan tarikan nafas panjang. Tujuannya harus fokus, keseimbangan juga perlu di perhatikan sampai akhirnya Varka berhasil tiba di finish lebih dulu.

Suara tepuk tangan terdengar, Varka melihat ke papan juara, tak disangka ia berhasil. Suara siulan dari Saga terdengar cukup keras.

"Yo, Bro! Keren Lu!" teriak Saga.

Varka menaik ke tepi kolam meraih handuk lalu melambaikan tangan ke arah Saga.

"Tuh kan, udah aku bilang keren anaknya." Gim melihat ke arah putrinya duduk, "sayang, menurutmu kamu gimana anaknya om Kevin."

Rania menoleh, "Aku kira tadi Varka gak bisa menang karena ketinggalan di tengah-tengah, keren pokoknya!" Rania bertepuk tangan kemudian Gim dan Kevin saling tatap dengan wajah penuh arti.

Dan proses penghargaan pun dilakukan, Varka menerima piala dan juga hadiah lain dari lomba termasuk medali. Remaja itu turun dari panggung menghampiri Liora, melepaskan medali di lehernya untuk ia pakaian pada wanita yang sangat Varka sayangi.

"Buat mami."

"Anak gantengku hebat, selamat ya."

"Hm, Pak Kevin, gimana kalau kita rayakan kemenangannya Varka. Saya yang traktir." ucap Gim.

Kevin tersenyum, "Wah terima kasih kalau begitu, jadi tunggu apa lagi ayo kita cari tempat untuk makan bersama." jawab Kevin yang sudah akrab dengan Gim.

Airin dan Liora sampai tertinggal karena dua pria itu jauh lebih semangat ketimbang si pemenang lomba itu sendiri. 

"Kevin udah bilang belum sama kamu?" tanya Airin.

Liora menoleh, kalau yang Airin maksud adalah perjodohan antara Varka dan Rania, Kevin sudah mengatakannya sejak beberapa minggu yang lalu.

"Menurutku mereka terlalu buru-buru buat mendekatkan anak-anak."

"Tapi kalau sama Varka sih aku gak masalah, anak kamu ganteng soalnya." Airin terkekeh lalu mengajak Liora menuju kendaraan di parkiran.

Tak lama Varka setengah berlari menghampiri orang tuanya, "Ke resto mana, Pi?" 

"Yang biasa kita datangi, oh ya kamu berangkatnya sama Rania ya, mobil udah penuh." Kevin mengedipkan sebelah matanya, ia memang sengaja agar kedua anak remaja itu bisa saling mengenal lebih dekat lagi.

Melihat mobil Kevin melaju pergi, Rania berdiri mematung karena ibu dan ayahnya juga ada di mobil itu, "Loh, kok aku di tinggal?"

"Kamu sama aku aja, yok. Kebetulan tadi aku bawa helm cadangan."

Rania menoleh, gadis itu mengikuti Varka yang memberikannya helm, tapi karena Rania tidak pernah naik motor, tentunya gadis itu gak tau cara menggunakan helm yang benar, bahkan untuk naik motor pun Rania kesusahan.

"Kamu salah pake helmnya, itu talinya harus kaitkan biar aman."

Rania sedikit kaget, Varka yang tampangnya ketus tiba-tiba membantu Rania menggunakan pelindung kepala dengan benar, wajah remaja itu begitu dekat dan ini kali pertama Rania sedekat ini dengan cowok, jantungnya berdebar-debar sampai bunyi 'Klik' tanda helm terkunci dengan baik.

"Ayo." kata Cowok itu sembari memundurkan motor.

Cukup lama Rania melihat motor Varka, tempat duduknya saja setinggi dada Rania, lalu gimana cara naiknya?

"Kok diam, cepat naik!" seru Varka. 

"Aku gak bisa, ini tinggi banget."

"Hadeh, gini aja gak bisa kayak baru pertama kali naik motor aja." gerutu Varka.

"Lah emang aku gak pernah naik motor."

"Eh? Yang bener Lu?"

Rania mengangguk, sejak masih TK ia sudah diantar jemput oleh mobil, Oma-nya pasti akan sangat marah kalau lihat cucu kesayangan naik motor.

"Sini aku ajarin, kamu injak ini dulu terus tangan kamu pegangan sama pundak aku, nah kaki kamu satunya angkat ke sini. Pegangan ya, gak mau tanggung jawab aku kalau kamu jatuh."

"Dih, naik aja belum." Rania mempraktekkan ucapan Varka, kakinya menginjak pijakan kaki lalu pegangan di pundak Varka, kemudian hap! Akhirnya Rania bisa duduk di jok motor yang tinggi itu.

"Pegangan."

Rania pegangan di pundak Varka, "Begini?"

"Kalau gitu yang ada kamu bisa jatuh diterjang angin, ini kali pertama kamu naik motor jadi hati-hati, pegangan kayak gini aja yang bener dan aman." Varka meraih kedua tangan Rania agar gadis itu memeluk bagian perutnya.

Niat Varka gak ada yang aneh, cowok itu cuman mau mewaspadai kejadian yang tidak terduga, apalagi yang ia bawa adalah anak dari orang yang sudah menyelamatkan hidupnya. Tapi berbeda dengan yang Rania rasakan, debaran jantungnya semakin menggila, apalagi bisa sedekat ini sama remaja laki-laki.

Aroma wangi parfum di baju Varka sampai terhirup dengan jelas di hidung Rania, ketika Varka melajukan motor, Rania sempat memekik kaget hingga memejamkan matanya.

"Selama ini kamu dimanja banget ya?" tanya Varka.

"Iya, tapi yang manjain aku itu Oma. Orang tua aku gak begitu mau manjain anaknya, mereka bilang biar aku bisa mandiri, tapi Oma gak setuju."

Varka berhenti di lampu merah, "Cucu dari keluargamu emang cuman kamu doang?"

"Iya, anak Oma sebenarnya ada dua, Mama punya adik laki-laki tapi karena kecelakaan kerja, jadi paman sekarang udah meninggal."

"Kasian ya,"

"Siapa?" sahut Rania.

"Ya kamu, kalau dimanja kan artinya hidup kamu tuh bergantung sama orang yang manjain kamu, jadi gak bisa deh main kayak remaja pada umumnya." jawab Varka.

Rania terkekeh, "Kamu bener, aku gak bisa kayak remaja lain yang pulang sekolah bisa main kemana gitu, atau enggaknya bolos sekali. Kalau aku lakuin itu, nanti nilai sekolahku yang rusak."

Varka mengendarai motornya lagi sambil tersenyum, "Ya gak salah juga sih, Oma kamu pasti pengen yang terbaik, cucu satu-satunya harus penuh kasih sayang. Tapi ayah kamu orangnya seru loh,"

"Tapi ayahmu sama ayahku memang sedekat itu ya dari dulu?"

"Kayaknya sih gitu, oh ya, Ran. Kemarin aku denger dari seseorang, kamu dijodohkan ya?" tanya Varka, sebaiknya ia memastikan hal itu karena Saga tampaknya tertarik dengan gadis di boncengannya ini.

Rania tidak menjawab.

"Rania?" panggil Varka.

"Aku juga gak tau, denger-denger sih kayaknya iya. Oma aja sudah setuju loh soal perjodohan itu, tapi aku gak tahu anak yang di jodohkan sama aku siapa, papa bilang tunggu sampai aku umur dua puluh tahun, nanti baru dikasih tau."

Varka menghela nafas, batinnya kasian Saga karena cewek yang dia suka ternyata sudah punya calon pasangan.

"Eh tapi kamu kok kayak santai aja gitu pas tahu mau di jodohin."

"Terus aku harus gimana?" tanya Rania balik.

"Nolak kek, masa pasrah aja."

Rania kembali tertawa, "Aku gak bisa jadi anak pembangkang, aku takut kalau sampai Oma marah. Tapi kalau Oma udah setuju, pasti calon aku orang yang baik."

"Kalau yang di jodohin sama kamu cowok tua gimana, kan kamu juga belum ketemu sama orangnya."

"Nanti deh aku tunggu sampai umur dua puluh tahun, pas itu nanti papa sama mama mau umumkan secara resmi siapa cowok yang di jodohkan sama aku, katanya sih buat ngetes kecocokan." jawab Rania.

Gadis itu terdiam, sebenarnya dia juga mau menolak perjodohan itu, terlebih umurnya baru lima belas tahun, tiba-tiba keluarganya sudah memutuskan cowok mana yang bakalan jadi pasangannya nanti.

Rania menatap punggung Varka, bahu yang Rania pikir kurus ternyata besar juga kalau dilihat dari dekat, apalagi sekarang posisinya Rania sedang meluk Varka.

Kalau boleh memilih, Rania berharap cowok yang dijodohkan itu kayak Varka. Udah ganteng, berprestasi juga, sikapnya yang ketus itu kadang bikin gemes.

Tanpa sadar Rania tersenyum merasakan kedekatan sesaat dengan Varka seperti ini.

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status