Hampir setengah jam Ares mondar mandir di ruang tamu. Menunggu Anggun yang tak kunjung pulang, membuat Ares meradang. Ares marah, tapi juga khawatir. Nomor Anggun berulang kali ia hubungi juga tak kunjung tersambung.âKau di mana?â gumam Ares masih dengan mondar-mandiri.Cekleeek ...Seketika Ares berbalik badan dan mendongak. Pintu terbuka dan seseorang menyembul dari baliknya.Melihat siapa yang datang, Ares seketika menggeram keras sambil mengepalkan kepalan di udara. Rena yang terkejut lantas masuk dengan perasaan bingung.âKau kenapa?â tanya Rena saat sudah mendekat.Rena meraih pundak Ares dan bertanya lagi. âHeh, kau kenapa?âAres meraup wajah lalu menghempas duduk di atas sofa. Rena yang masih belum mengerti, angkat bahu kemudian ikut duduk.âAda apa?â Rena bertanya lagi. âAda masalah?ââAnggun belum pulang,â jawab Ares.âHa?â Anggun ternganga. âBelum pulang? Memangnya Anggun kemana?âAres tidak menjawab dan hanya mendesah.Tak lama kemudian, pintu terbuka lagi. Keduanya mendo
Sesuai saran Rena, pelan-pelan Ares mendekati Anggun yang saat ini sedang menangis di sudut ranjang. Anggun menyembunyikan wajahnya di balik lutut dan kedua tangannya yang terlipat.Dari jarak beberapa meter saja, Ares bisa mendengar dengan jelas kalau Anggun masih terus menangis hingga tubuhnya bergetar.âAnggun,â panggil Ares dengan sangat pelan.Anggun mendongak sekilas sebelum akhirnya menelungkup lagi. Ares hampir saja menjerit saat melihat wajah Anggun yang sembab, tapi kemudian memilih membisu dan mendekat.Ares tak peduli jika nanti Anggun marah atau berteriak, tapi Ares tetap maju dan ikut naik ke atas ranjang. Anggun tak bergerak selain tetap menelungkup.âAnggun ... maafkan aku,â kata Ares. Ares hampir meraih siku Anggun, sayangnya lolos karena Anggun menyingkir.âMaafkan aku, Anggun. Aku hanya cemburu.â Ares kian mendekat dan kali ini berhasil merengkuh tubuh Anggun.âLepaskan aku!â Anggun berontak, tapi Ares tetap mendekapnya.âTidak sebelum kau memaafkan aku,â Ares kian
Hidup bergelimpangan harta sudah menjadi pilihan para wanita di mana pun mereka berada. Harta, Tahta dan Pria, incaran ganas bagi siapa pun. Rupanya tampan, dia kaya, gagah nan memesona. Namun, siapa yang sangka, di balik ketampanan dan kekayaannya, menyimpan sejuta keganasan di dalamnya.Gareesa Wicaksono, itulah namanya. Panggil saja Ares. Itu panggilan dari keluarga dan teman-temannya.Pria gagah itu kini sedang berdiri dengan kedua tangan terlipat menghadap orang-orang yang tengah duduk di tuang tamu. Ada ayah dan ibunya, ada tiga tamu lain yang sepertinya berasal dari kalangan rendah.âApa ini perjodohan untukku lagi?â tanya Ares dengan nada sinis.Belum sempat ada yang menjawab, Ares sudah berdecak sambil membuang muka. âDan lihatlah, kenapa yang datang keluarga kumuh begini?ââARES! Jaga bicaramu!â gertak Bian (Ayah). âMereka tamu kita, bersikaplah yang sopan!â Bian masih melotot.Mendengar hampir ada perdebatan, tiga orang yang duduk di depan kedua orang tua Ares, tampak gelis
(Gareesa Resto)âJadi ... kau dijodohkan lagi?â tanya seorang wanita cantik yang sedang makan buah.Ares mengangguk. âAku tidak tahu kenapa ayahku melakukan hal itu,â desah Ares.Wanita bernama Rena itu tertawa geli. âKenapa kau tidak cari pacar, lalu kau kenalkan pada ayahmu? Bukankah itu mudah?ââApanya yang mudah?â sembur Ares. âKau pikir gampang cari wanita di luar sana?âSambil mengacungkan sendok garpu, Rena berkata, âKau tampan, mapan, kurang apalagi? Banyak wanita yang akan mengantre.ââKau pikir aku mencari wanita yang memandangku hanya karena dua hal itu?â Ares mendelik. âBukannya hidup bahagia, yang ada aku malah menderita.âRena mangut-mangut. Garpu yang semula ia acungkan ke arah Ares sudah menancap di potongan buah melon.âKalau begitu, kenapa kau tak coba menerima gadis itu?âAres langsung terenyak. âApa kau bergurau?âMasih mengunyah buah, Rena menggeleng. âTentu saja tidak. Aku sangat serius malah.ââJadi, kau setuju kalau aku menikah dengan wanita lusuh itu?â Ares s
Hidup sebagai anak hasil dari perselingkuhan memang terlihat buruk. Setelah ibu meninggal sekitar 10 tahun yang lalu, Ares terpaksa tinggal bersama ayahnya bersama istri tertua dengan satu anak laki-laki. Di hitung dari umur Ares yang sudah menginjak umur 30 tahun, itu berarti Ares mulai tinggal di sini sejak umur 20 tahun.Jika bukan karena ayah menjual rumah lamanya secara diam-diam, mungkin Ares tak akan pernah tinggal di rumah ini. Rumah yang menurut Ares penuh dengan sandiwara.âAku memang bukan pria kantoran seperti Rangga. Tapi aku bisa membuktikan bahwa dengan waktu tiga tahun saja aku bisa memiliki usaha sendiri.â Ares tengah menggerutu di dalam kamarnya.âMemiliki usaha sesudah para wanita meninggalkanku dengan kejam.â Ares tertawa getir. âMungkin karena ini mereka meninggalkanku dulu.âAres meraup wajahnya kemudian menjambret handuk di gantungan. Dengan langkah malas, Ares masuk ke dalam kamar mandi.Jam dinding masih menunjukkan pukul enam lebih tiga puluh. Namun, jika di
âJadi, Tuan sungguh mau menikah dengan Nona Anggun?â tanya Nando saat dalam perjalanan menuju rumah AnggunAres yang duduk di jok belakang sambil bersandar pada kaca, mengangguk. âMau bagaimana lagi, Aku tidak punya pilihan lain.âNando diam sejenak. Ia seperti hendak mengatakan sesuatu tapi tersangkut di tenggorokan karena ragu.âKatakan saja, Aku akan dengarkan pendapatmu.âNando sempat meringis sebelum melirik ke arah spion yang menggantung di atas. âI-iya, Tuan.ââSetidaknya beri aku solusi sebelum aku benar-benar menjalani pernikahan dengan orang yang tidak aku kenal,â desah Ares masih sambil menatapi jalanan yang ramai.Nando menelan saliva. Kedua bibirnya mulai bergerak untuk berbicara.âMenurutku Nona Anggun gadis yang baik. Dia juga cantik dan manis.ââCantik kau bilang?â Ares membelalak. âCantik dari mananya?ââAku tidak tahu, aku hanya merasa gadis itu tidaklah buruk. Sepertinya dia gadis yang mandiri,â ujar Nando.Ares mengusap-usap dagu sambil bersandar pada dinding sofa.
Masuk ke dalam kamar tersebut, Ares sedikit tercengang dengan kondisinya. Bukan karena kamar ini jelek, tapi hanya terlalu sempit menurut Ares.Hanya ada satu kamar yang muat untuk satu orang saja, lalu ada satu lemari berukuran sekitar setengah meter. Dan ada meja rias komplit dengan kaca bulat di sudut ruangan. Jika di lihat, kamar ini berukuran sekitar 3 x 3 meter saja.Berbalik badan, Ares mendapati sebuah pintu di samping lemari. Itu pasti kamar mandi.âBagaimana caranya dia tidur?â tanya Ares saat pandangannya kembali tertuju pada ranjang sempit itu.âAku baru tahu, ternyata ada ranjang sekecil ini. Kamar pembantu saja tidak seperti ini di rumahku.â Ares masih berbicara sendiri.âLho, kenapa pintu kamarku terbuka?â gumam Anggun. Dua kakinya berhenti tepat di depan pintu.Secara perlahan dan sebisa mungkin tak mengeluarkan suara, Anggun mengintip dari pintu yang sedikit terbuka itu.Mata Anggun langsung membelalak. Satu telapak tangannya membungkam mulut supaya tidak sampai berte
Setelah dari rumah Anggun, Ares pulang naik taksi. Tidak pulang ke rumah, melainkan Ares beralih jalur menuju sebuah kelab di pinggiran kota.Minum sedikit mungkin tidak ada masalah. Setidaknya untuk menghilangkan sedikit rasa stres karena sebentar lagi harus mengadakan pernikahan dengan seorang wanita yang sama sekali tidak dicintainya.âBeri aku wine, anggur, bir, Wisky atau semacamnya,â pinta Ares pada salah satu bar tender.Sambil menunggu minumannya datang, Ares memandangi sekumpulan orang-orang yang tengah berjoget ria di bawah sinar lampu kelap-kelip diiringi sebuah musik.âKenapa mereka bisa berjoget ria seperti itu?â tanya Ares dalam hati. âApa mereka sama sekali tidak ada beban hidup?âAres memutar pandangan saat minumannya datang. Meneguknya hingga habis, kemudian matanya mengerjap-kerjap merasai lidahnya yang terasa seperti mengisap sesuatu.âHalo, Tampan.â Seorang wanita datang mendekat dan bergelayut manja. âMau aku temani?âAres terlihat menaikkan satu ujung bibirnya. W
Sesuai saran Rena, pelan-pelan Ares mendekati Anggun yang saat ini sedang menangis di sudut ranjang. Anggun menyembunyikan wajahnya di balik lutut dan kedua tangannya yang terlipat.Dari jarak beberapa meter saja, Ares bisa mendengar dengan jelas kalau Anggun masih terus menangis hingga tubuhnya bergetar.âAnggun,â panggil Ares dengan sangat pelan.Anggun mendongak sekilas sebelum akhirnya menelungkup lagi. Ares hampir saja menjerit saat melihat wajah Anggun yang sembab, tapi kemudian memilih membisu dan mendekat.Ares tak peduli jika nanti Anggun marah atau berteriak, tapi Ares tetap maju dan ikut naik ke atas ranjang. Anggun tak bergerak selain tetap menelungkup.âAnggun ... maafkan aku,â kata Ares. Ares hampir meraih siku Anggun, sayangnya lolos karena Anggun menyingkir.âMaafkan aku, Anggun. Aku hanya cemburu.â Ares kian mendekat dan kali ini berhasil merengkuh tubuh Anggun.âLepaskan aku!â Anggun berontak, tapi Ares tetap mendekapnya.âTidak sebelum kau memaafkan aku,â Ares kian
Hampir setengah jam Ares mondar mandir di ruang tamu. Menunggu Anggun yang tak kunjung pulang, membuat Ares meradang. Ares marah, tapi juga khawatir. Nomor Anggun berulang kali ia hubungi juga tak kunjung tersambung.âKau di mana?â gumam Ares masih dengan mondar-mandiri.Cekleeek ...Seketika Ares berbalik badan dan mendongak. Pintu terbuka dan seseorang menyembul dari baliknya.Melihat siapa yang datang, Ares seketika menggeram keras sambil mengepalkan kepalan di udara. Rena yang terkejut lantas masuk dengan perasaan bingung.âKau kenapa?â tanya Rena saat sudah mendekat.Rena meraih pundak Ares dan bertanya lagi. âHeh, kau kenapa?âAres meraup wajah lalu menghempas duduk di atas sofa. Rena yang masih belum mengerti, angkat bahu kemudian ikut duduk.âAda apa?â Rena bertanya lagi. âAda masalah?ââAnggun belum pulang,â jawab Ares.âHa?â Anggun ternganga. âBelum pulang? Memangnya Anggun kemana?âAres tidak menjawab dan hanya mendesah.Tak lama kemudian, pintu terbuka lagi. Keduanya mendo
Klunting!Satu pesan singkat masuk ke ponsel Anggun yang berada di atas pangkuan. Anggun yang kala itu sedang duduk bersantai sambil menonton televisi, segera meraih ponselnya lalu membuka pesan masuk tersebut.âNomor siapa ini?â batin Anggun. Karena penasaran, Anggun pun menggeser lagi layar ponselnya. Dan saat itu juga muncullah serentetan pesan bergambar.Anggun menutup mulutnya yang terbuka dengan satu telapak tangan. Matanya berkedut tanpa beralih pandangan pada layar ponselnya yang masih menyala. Anggun mulai bergetar ketika melihat tanggal yang tertera di gambar tersebut. Itu artinya, foto ini di ambil saat Ares meninggalkan Anggun di rumah ayah mertua.âBukankah ini ... em?â Anggun nampak berpikir. âIni ... ini wanita yang sempat datang ke apartemen beberapa bulan yang lalu. Aku lupa namanya.âSaat Anggun hendak melempar ponselnya di ruang kosong di samping ia duduk, ponsel tersebut tiba-tiba berdering. Nomor yang baru saja mengirim gambar tersebut menelpon.Anggun menelan lud
Pagi hari, Ares menyempatkan diri menengok ayahnya. Beliau sudah mendingan karena hari ini sudah bisa ikut sarapan bersama. Wajahnya pun terlihat sudah tidak terlalu pucat.âAyah sudah sehat?â tanya Anggun.âTentu saja sehat. Kau pikir suamiku akan sakit terus?!â Ana menyerobot menjawab. âAtau kau suka kalau mertuamu sakit?âAnggun terdiam sambil mencengkeram tangan Ares di bawah meja.âIstriku. Jangan membuat kegaduhan, Anggun hanya bertanya. Toh selama aku sakit, dia yang sering membantuku,â timpal Bian.âApa maksudmu? Jadi kamu pikir Mareta juga tidak membantu?â Ana melirik tajam ke arah Anggun.Ares mungkin marah, tapi dia sedang menahannya dan menunggu reaksi apa yang akan terjadi selanjutnya.âKau coba tanya saja pada Mareta. Aku tidak mau membeda-bedakan menantuku, tapi karena kau selalu memancingku, aku juga bisa marah.âPagi di ruang makan mulai terlihat kacau. Bian baru saja sembuh dan sang istri justru memanggil kegaduhan.âJangan memancing amarahku di ruang makan!â gertak
Sekitar pukul sepuluh malam Ares sampai di rumah lagi. Suasana rumah sudah sepi, lampu-lampu di lantai bawah pun sudah di matikan. Hanya terlihat satu sinar terang dari arah dapur. Karena haus, Ares pun berbelok ke arah dapur. Ia pikir Anggun ada disana, karena sering kali malam-malam Anggun merasa lapar.âKau?â pekik Ares saat yang ia jumpai di dapur bukanlah Anggun melainkan Mareta.Mareta menoleh sambil memegang gelas berisi air mineral. âHai, Ares. Kau baru pulang?ââHem.â Ares memilih acuh.Meski Mareta berniat menghalangi jalan dengan berdiri di depan meja konter, tapi Ares terap maju untuk meraih sepoci air mineral yang ada di belakang Mareta.âAwas, aku mau ambil minum,â kata Ares.âOh, maaf.â Mareta menyingkir, tapi mendadak kakinya terkilir.Ares yang belum sempat meraih gelas lebih dulu menangkap tubuh Mareta yang sudah miring dan hampir jatuh. Gelas yang Mareta pegang masih aman, tapi air di dalamnya sudah tumpah membasahi lantai.âKalian sedang apa?â tanya Anggun yang tib
Sore harinya, Anggun dan Ares kembali ke rumah. Bukan untuk bermalam, tapi rencananya hanya untuk memberikan buah yang tadi sempat dibeli di pasar. Namun, karena mendadak Ares mendapat panggilan dari Nando, Ares terpaksa harus meninggalkan Anggun di rumah ini.âAku tinggalkan kau sebentar tak apa kan?â tanya Ares. âAku mau mengajakmu, tapi takutnya nanti sampai larut malam.ââTidak apa-apa. Aku sudah biasa di rumah ini kan?ââKalau Mareta mengganggumu, kau bisa telpon aku. Oh atau nanti aku akan suruh Mareta datang. Bagaimana?âMelihat ekspresi Ares yang terlihat begitu khawatir, Anggun jadi ingin tertawa. Namun, karena tak mau membuat Ares marah, Anggun mengumpat tawa dengan cara memeluk tubuh Ares.âTidak usah, aku akan baik-baik saja di sini. Tidak ada yang akan menyakitiku.âSetelah obrolan singkat itu, pada akhirnya Ares benar-benar meninggalkan Anggun. Kalau saja tempat tujuannya searah dengan jalur ke apartemen, mungkin Ares akan mengantar Anggun pulang dulu. Namun, karena jar
Sayangnya kepindahan mereka ke luar kota harus tertunda. Ayah mendadak sakit dan tidak mengijinkan Ares untuk pindah lebih dulu. Ares sempat jengkel karena semua rencana membawa Anggun pergi dari kota ini gagal. Namun, sebagai sang istri, Anggun tentunya mencoba membujuk supaya Ares mau bertahan di sini sampai ayah sembuh."Kita tunggu sampai ayah sembuh, Sayang." Kalau sudah dipanggil dengan sebutan sayang, mendadak perasaan Ares menjadi lumer."Tapi aku tak mau tinggal di rumah itu," kata Ares."Iya. Kan kita tinggal di sini." Anggun merangkul lengan, lantas mendaratkan kepala di pundak Ares. "Kita siap-siap."Ares menunduk mencari wajah Anggun. Memberi satu kecupan di bibir sembari mengelus kening Anggun. âKau tidak boleh dekat-dekat dengan Mareta.âAnggun mengangguk. âYa sudah aku ganti baju dulu.â Anggun lantas berdiri.Setelah semua sudah beres, Anggun dan Ares kemudian meninggalkan apartemen dan pergi menjenguk ayahnya di rumah.âSuamiku, harusnya kau tidak usah mencegah Ares u
âSampai sini saja. Ini sudah malam juga,â kata Ares saat dua koper besar sudah di depan pintu apartemen. âKau antar Rena pulang.â Ares berkata pada Nando.âBaik, Tuan.â Nando mengangguk.âKabari aku kalau kau sudah beneran pindah ke rumah baru,â kata Rena.Ares tersenyum. âPasti.âSetelah Nando dan Rena pergi, Ares segera masuk ke dalam. Menyeret koper bergantian, kemudian Ares meletakkannya di samping lemari besar di dekat rak TV. Setelah itu, Ares menghela napas sambil menyugar rambutnya ke belakang. âMelelahkan juga ternyata.ââApa Anggun sudah tidur?â gumam Ares. Didapati jam di pergelangan tangan sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.Perlahan-lahan, Ares membuka pintu kamar. Lampu masih menyala terang. Ares menutup pintu kemudian berbalik dan mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Berhenti di gazebo di dekat jendela, Ares mendapati sosok Anggun tengah meringkuk dengan kedua telapak tangan terhimpit di antara paha.Ares mendekat. Tak mau sampai Anggun terbangun, Ares mulai men
Sebelum kembali ke rumah, Ares mampir terlebih dulu ke restoran. Rencananya Ares akan menelpon Nando, tapi berhubung ponselnya tertinggal di apartemen, pada akhirnya Ares terpaksa menemui Nando di restoran.Sampai di sanaâdi ruang khusus menejerâAres dikejutkan dengan adanya Rena di dalam sana. Rena tengah duduk tak jauh dari Nando di atas sofa.âKau di sini?â tanya Ares pada Rena. Rena meringis. âJangan bilang kalian?âMereka berdua saling pandang sebelum akhirnya sama-sama meringis menatap Ares.Ares nampak menghela napas, lalu memutar bola malas. âBaguslah. Aku senang ada yang kau sama Rena.ââApa!ââPfff!âJika Rena melotot, Nando justru sedang mengumpat tawa.âKau menertawakanku, ha?â sembur RenaâAduh!â jerit Nando saat telapak tangan mendarat di pundaknya. âSakit tahu!âSaat mereka berdua hendak mulai adu mulut dan saling memukul, Ares sudah lebih dulu menyela. âDiamlah!âSesaat keduanya langsung diam. Meski sempat saling mencebik dan lirik, tapi kemudian mereka berdua foku