"Dari mana, Kak?" tanya Qeera.
"Bukan urusanmu!"
Axzel melangkah menuju ruangannya. Qeera yang kembali mendapat perlakuan seperti ini hanya bisa diam. Matanya berkaca-kaca menahan air mata supaya tak turun.
Hatinya sakit kembali tak dipedulikan sang suami. Axzel baru pulang, menemuinya hanya untuk mengejek, lalu kembali pergi berjam-jam. Saat Qeera bertanya ke mana perginya, kembali jawaban menyakitkan yang Axzel katakan.
Mau sampai kapan perlakuan Axzel seperti ini. Tak bisakah dia menganggap Qeera istri yang pantas dihargai, disayang, dan dimanja. Apalagi saat tengah hamil sekarang ini.
Jika melihat di media sosial, banyak wanita hamil yang begitu di manja suaminya, tetapi lain halnya dengan Qeera. Jangankan dimanja dan di perhatikan, ia saja tak yakin suaminya menyayanginya. Sejak menikah sikap Axzel selalu dingin. Menyakitkan rasanya ketika suami lebih nyaman bersama wanita lain daripada istri sendiri. Meski mengaku sebagai sepupu.
Qeera keluar dari ruang olah raga. Semenjak hamil ada jadwal senam ibu hamil yang dilakukan di rumah. Semua atas permintaan Axzel serta persetujuan kakek nenek Axzel.
“Ah, istri Axzel tercinta baru selesai olahraga. Bagaimana kondisinya, sehat?” tanya Bella sarat ejekan. Dia berdiri tak jauh dari pintu ruang olahraga.
Qeera mencoba mengabaikannya, tetapi memang kedatangan Bella berniat menganggunya. Ia melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi. Namun, Bella menahan tangannya, sebal karena sentuhan Bella, Qeera buru-buru mengibaskan tangannya.
“Jangan pernah menyentuhku, jika ingin bertemu dengan Axzel cari saja di ruang kerjanya.” Qeera kembali melangkah.
“Tapi aku mencarimu.”
“Kita tak ada urusan, Bella.”
Kesal tak ditanggapi, Bella mendesak mengejar langkah perlahan Qeera. Dengan kondisi kehamilannya, langkah Qeera lebih pelan.
“Apa kamu tak ingin tau apa saja yang kami lakukan selama di Semarang kemarin?” tanya Bella.
Lelah dengan sikap Axzel serta niat wanita ini menghancurkan hidupnya, Qeera berbalik. Wajahnya tak berekspresi.
“Aku tak peduli. Apa pun yang kamu lakukan dan sengaja kamu kirimkan, sama sekali tak berpengaruh.”
Qeera pergi meninggalkan Bella yang meremas tangannya karena gagal membuat wanita hamil itu pergi dari hidupnya. Sekian lama Bella bersabar menghadapi kakek nenek Axzel serta Axzel sendiri, mengetahui pernikahan Axzel karena perjodohan tentu saja membuat Bella murka.
“Tolong siapkan air, saya ingin berendam,” perintah Qeera pada ART yang membantunya.
Tubuhnya kelelahan setelah olahraga, ditambah menghadapi Bella semakin membuatnya lelah. Dengan berendam ia berharap bisa menghilangkan rasa lelahnya.
Hubungan Qeera dan Axzel semakin berjarak. Semenjak Qeera hamil dengan perubahan hormon dan perasaannya yang semakin sensitif, Qeera terus protes karena dia membutuhkan perhatian lebih dari Axzel. Namun, sayangnya Axzel tak sadar, bahkan permintaannya supaya Axzel menggantikan posisi Bella sebagai sekretaris dengan seorang pria tidak digubris oleh suaminya sama sekali. Axzel hanya terus menganggap permintaan tersebut sebagai kecemburuan Qeera yang berlebihan.
Qeera sebetulnya serinh berkeinginan berpisah dari suaminya. Namun, mengingat kandungannya serta nasibnya bersama ibu tiri yang menderita, membuat Qeera berusaha bertahan. Ia yakin, Axzel tak akan membiarkannya membawa anaknya, mengingat Qeera tak memiliki penghasilan untuk menopang hidup dia sendiri beserta anak yang berada di dalam perutnya.
***
Hari ini adalah jadwalnya memeriksakan kandungannya yang menginjak empat bulan. Meskipun dia sudah merasa cukup kuat jika dibandingkan dengan trimester awal kehamilan. Qeera tetap ingin mengajak Axzel menemaninya, sebab selama ini suaminya sulit meluangkan waktunya.
"Kak," panggil Qeera saat sarapan membuat Axzel mendongak. "Nanti temani aku ke dokter. Hari ini USG untuk mengetahui jenis kelaminnya."
"Saya atur jadwal dulu. Jam berapa?"
"Setelah makan siang. Dokternya hanya ada jadwal di jam itu."
Axzel mengangguk. "Oke. Jam makan siang saya pulang."
"Terima kasih, Kak."
Qeera bahagia akhirnya suaminya mau meluangkan waktu untuk memeriksakan kandungannya. Selama ini Qeera periksa sendiri seperti tak memiliki suami. Ada saja alasannya, yang meeting, ada tamu yang tak bisa ditinggal, dan alasan kesibukan lain.
Axzel memeluknya sebelum pergi membuat Qeera semakin senang. Sebetulnya, terkadang dia merasa dibingungkan dengan sikap suaminya itu. Satu waktu sang suami membentaknya, dan selanjutnya dia memeluknya.
"Kenapa senyum-senyum sendiri, Non?" Lamunan Qeera dipecahkan oleh ucapan sang ART yang tiba-tiba muncul di sampingnya.
"Bibi mengagetkan saja. Itu, Bi, nanti saya mau periksa kandungan. Kak Axzel janji akan menemani."
Bibi mengangguk sembari membereskan ruangan tengah. Qeera kembali ke kamar dan mulai bersiap-siap sambil menunggu jam makan siang.
Tepat jam dua belas siang, ART memberi tahu mobil sudah menjemput. Meski kesal karena Axzel tak turun, Qeera tetap keluar dengan bahagia. Namun, begitu masuk, di dalam mobil hanya ada sopir pribadi suaminya.
"Maaf, Nyonya, Tuan tak bisa ikut. Ada kejadian tak menyenangkan baru saja terjadi di kantor. Tuan bilang akan menyusul jika sempat."
"Kejadian apa, Mang?" tanya Qeera. Meski kecewa, tetapi mendengar Axzel akan menyusul Qeera masih lega.
"Kurang tau, Nyonya. Tadi Jajang yang memberi tahu saya begitu."
Qeera mengangguk, Jajang OB kantor pasti hanya membawa pesan saja. Ia meminta Mamang membawanya ke tempat Dokter biasanya praktik. Qeera sampai dan masih harus menunggu, banyak ibu hamil bersama pasangannya yang tersenyum bahagia sembari mengusap perutnya mesra karena tahu di dalam perut istrinya ada anaknya.
Mata Qeera sontak berkaca-kaca. Sakit sekali karena di antara ibu-ibu hamil yang menunggu dipanggil, hanya dirinya yang tak ditemani. Qeera tetap menunggu hingga sampai gilirannya untuk masuk ke ruangan dokter.
Lagi-lagi, dokter menanyakan ketiadaan suaminya. Qeera hanya bisa mengatakan suaminya sibuk dengan mata berkaca-kaca. Ternyata jenis kelamin dari kandungannya berjenis kelamin perempuan. Meski sedih harus sendirian, Qeera bahagia melihat ada anak dalam perutnya yang tetap sehat. Bunyi detak jantung sang putri membuat Qeera menangis bahagia.
Dokter meresepkan vitamin penguat janin. Qeera menuju apotik sekalian di rumah sakit. Ia duduk menunggu sampai netra matanya melihat pandangan yang membuatnya sakit hati.
Suaminya yang telah berjanji akan menemaninya dan kembali ingkar saat tak juga menyusulnya di tempatnya periksa. Namun, hal menyakitkan kembali harus Qeera telah karena sekarang Axzel tengah berjalan bersama Bella sambil tertawa bersama.
Rasanya untuk memanggil suaminya bibirnya kelu, apalagi untuk memaki mereka berdua.
"Axzel, kamu memang keterlaluan!"
***
Axzel pulang tengah malam dan mendapati Qeera masih belum tidur.
"Maaf tadi ada yang tak bisa ditinggalkan, apa jenis kelamin anak kita?"
Qeera menatapnya sinis. "Oh, jadi, menemani istri sendiri untuk mengetahui jenis kelamin anakmu sendiri itu hal yang bisa ditinggalkan? Tapi, sepupu kamu tidak bisa ditinggalkan?"
Tubuh Axzel mematung. Apa Qeera melihatnya bersama Bella di rumah sakit?
Qeera beranjak menuju kamarnya dan langsung mengunci dirinya sendiri. Mendengar bantingan pintu membuat Axzel tersadar dan mengejar istrinya. Namun, saat membuka pintu telah terkunci di dalam.
Axzel baru merasakan penyesalan sekarang. Mengapa dia tidak meminta orang lain untuk mengantarkan Bella? Siapa sangka tempat Axzel membawa Bella adalah rumah sakit tempat istrinya memeriksakan kandungannya.
"Qeera! Buka pintunya! Dengarkan aku terlebih dahulu!"
Teriakan Axzel tak digubris oleh Qeera. Axzel hanya mendengar isakan samar dari istrinya.
"Bodoh," makinya dalam hati.
"Aduh!" Tangan Qeera memegang perutnya yang tiba-tiba terasa nyeri. Ia terus merintih, Axzel yang berada tak jauh dari tempat Qeera hanya menoleh tanpa menghiraukannya. Dia terlalu disibukkan dengan pekerjaannya “Kenapa?” tanyanya dengan mata masih terfokus ke laptop yang ada di hadapannya. “Tidak tahu, tapi perutku sakit sekali.” Qeera mengusap perutnya mencoba meredakan rasa sakitnya. Namun, rasa perih di perutnya tak kunjung hilang. Sejak Axzel tak jadi menemaninya, Qeera tak lagi mau meminta apapun pada Axzel. Hatinya masih sakit karena perbuatan suaminya yang selalu memilih sepupunya. Tapi, kali ini ada yang berbeda. Insting Qeera terasa tidak enak, dia takut akan terjadi sesuatu dengan janin yang ada di kandungannya itu.“Kak, bisakah hari ini kakak mengantarkanku ke dokter kandungan? Rasa sakit di perutku tak kunjung hilang. Aku khawatir.” Mohonnya dengan bibir meringis menahan rasa nyeri. "Jangan manja, hari saya ada meeting penting. Jangan berusaha menarik perhatian saya
Sejak hari itu hubungan Qeera dan Axzel semakin berjarak, apalagi kini mereka pisah kamar. Lebih tepatnya Axzel yang mengusir Qeera dari kamar mereka. “Kak,” panggil Qeera saat Axzel akan berangkat ke kantor. Ia telah lama menunggu Axzel supaya mereka bisa bertemu atau bicara. Qeera sedih bukan hanya kehilangan anak, tetapi juga semakin kehilangan suami. Bahkan sekarang setiap malam ia akan bisa terlelap setelah kelelahan menangis dan tidak ada suami yang menenangkannyan karena dia sibuk entah pekerjaan dan Bella, sahabatnya.“Saya sibuk!” “Kak! Mau sampai kapan kamu akan seperti ini?!” tanya Qeera emosi. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Bukannya saling menguatkan karena kehilangan anak mereka, Axzel malah semakin menjauhinya. Hatinya sakit dan kecewa, bukan hanya karena kehilangan anak, tetapi juga karena sikap kasar Axzel. Axzel berbalik. Sekian lama tenang tanpa gangguan Qeera hari ini sang istri menganggu saat emosinya sedang tak baik-baik saja. Semalam Axzel bermi
Pagi hari setelah memutuskan untuk bertahan dalam rumah tangga mereka, Qeera langsung menuju kamar mereka yang sekarang kembali menjadi kamar Axzel. Ia memutuskan untuk kembali bicara dengan Axzel tanpa melibatkan emosi. Semalam Qeera sempat menghubungi ayahnya, bukan mendapat dukungan tentang keinginannya untuk pulang, yang dirinya terima makian dari ibu tirinya. “Kamu sudah tidak diterima di rumah ini, sebaiknya berbaik-baik dengan suamimu. Jangan pernah datang ke sini, pintu rumah ini tertutup untukmu, Qeera!” Hal itu lah yang membuat Qeera berpikir untuk memberi kesempatan pada pernikahannya. Apalagi semalam bermimpi bertemu putrinya seolah menjadi petunjuk yang memintanya untuk tetap bertahan. “Huh!” Berbicara dengan suami saja Qeera merasa seperti akan bertemu Presiden. Dadanya berdebar takut kembali dimaki Axzel. Tok! Tok! Tok! Qeera terus mengulang sampai tiga kali, tetapi tak mendapat tanggapan dari dalam atau mendengar sahutan. Hal itu membuatnya memutuskan langsung ma
Axzel marah besar karena Qeera yang selama ini penurut kepadanya mulai berani melawan. Padahal malam sebelumnya saat Axzel akan pergi bersama Bella, istrinya itu masih memiliki kepedulian serta kemarahan karena dirinya memilih pergi bersama Bella bukan dengannya.Lalu kenapa pagi ini ada yang berubah?“Hal apa yanq membuatmu tiba-tiba berubah Qeera?” tanya Axzel pada bayangan istrinya sambil menatap sosok Qeera yang menghilang.Kenapa secepat itu Qeera berubah, apa hanya karena Axzel kembali menolak membawanya, Qeera berubah menjadi acuh dan tak peduli. Atau … Axzel tiba-tiba mengingat saat dirinya bangun dari tidurnya.‘Jangan-jangan Qeera mengetahui jika semalam dirinya sekamar dengan Bella,’ pikir Axzel dengan wajah pucat.Jantung Axzel berdegup kencang. Meski tak terjadi apa-apa antara dirinya dan Bella, tetapi karena membiarkan Bella tidur di kamar mereka membuat Axzel merasa telah menghianati Qeera.“Astaga!” makinya sambil meremas rambutnya marah.Semoga ini hanya pikirannya sa
"Axzel!" bentak kakeknya.Namun, Axzel sudah pada keputusanya tak akan menceraikan Qeera. Benar kata Sinan, jika saja dirinya lebih peduli dan lebih peka kepada istrinya, tak akan mungkin Qeera akan melawan."Apa kalian tahu, saat Qeera keguguran?” Axzel menatap kakek neneknya bergantian. Orang yang memaksakan pernikahan kepada mereka sekarang bahkan menginginkannya menceraikan gadis pilihannya. “Pagi hari sebelum aku berangkat, Qeera memintaku menemaninya ke Dokter karena perutnya sakit dan perasaannya tak enak. Tetapi, karena aku sudah ada janji meeting, aku lebih mementingkan meeting daripada istri dan anakku sendiri.”Axzel menatap kakek, nenek, dan Bella bergantian sambil menggeleng miris menyesali diri. Mereka tak mengerti perasaan kehilangan yang Axzel rasakan. Sejak kecil sudah kehilangan orang tua, beberapa bulan lalu anaknya, haruskah dirinya kembali meresakan kehilangan istri?“Sakit sekali saat mendengar anak kami tak terselamatkan. Demi melampiaskan kekecewaanku, aku mala
“Saya suami Qeera ….. Tak pantas seorang istri berpelukan dengan pria lain di depan suaminya!”“Hah istri?” Juan menatap Qeera terkejut.Qeera hanya diam menikmati wajah marah Axzel.“Qeera!” bentak Axzel dengan cengkeraman pada lengannya membuatnya meringis.Qeera mengangguk meski menggeram kesal mendengar pengakuan Axzel. Juan berdiri di tempatnya masih tak percaya mendengar pengakuan dari Axzel.“Astaga Tuan Axzel, kami tak menyangka akan dihadiri Anda?”Qeera menoleh dan berbalik. Juan juga melakukan hal yang sama. Napas keduanya tersentak melihat siapa yang menyapa Axzel.Dia adalah pemilik dan membuat acara ini berlangsung. Suaminya mengenal ternyata Nyonya Briela. Hal yang mengejutkan Axzel mendekati wanita yang sangat di segani di kalangan desainer muda seperti dirinya. Juan mencolek dengan sikunya.“Itu benar suamimu?” tanya Juan masih tak percaya. Qeera mendengus. “Dan mereka saling mengenal.“Nyonya Briela senang bertemu Anda di sini.”Nyonya Briela tersipu malu. Qeera samp
Cukup lama Axzel duduk bersandar pada pintu. Berapa kali teriakannya memanggil Qeera tak membuat istrinya mau membukakan pintu. Ia mengetuk sekali setelah menyerah memaksa Qeera karena tahu saat ini sedang marah.“Tidurlah, besok kita bicara. Maaf jika selama menjadi suamimu telah banyak menyakitimu.”Axzel melangkah menuju kamarnya meninggalkan kamar yang belakangan di tempati istrinya. Sampai kamar tatapannya memindai isi kamar, melihat tatapan jijik Qeera membuat Axzel tak yakin istrinya akan kembali ke kamar ini. Tangannya meremas rambutnya melampiaskan kemarahannya karena perlakuan bodohnya selama ini kepada sang istri.“Bangsat!”Prang.Ia menendang tempat sampah melampiakan kemarahannya hingga membentur dinding dan membuat keributan di sana. Axzel sungguh-sungguh menyesali diri, ia mengingat semua perlakuan buruk serta sikap dinginnya kepada sang istri. Pantas saja hubungan mereka tak bisa dekat, karena selama ini dirinya sendiri yang membatasi Qeera untuk bisa dekat dengannya
Sepanjang jalan tak ada yang berbicara. Axzel sepertinya sedang dalam kondisi marah. Qeera tak peduli Axzel marah kepadanya. Baginya sejak pagi itu saat Qeera menemukan Bella di kamar mereka, Axzel bukan siapa-siapanya lagi."Turunkan aku di halte bis, terima kasih."Axzel menatapnya tajam, hatinya bergemuruh marah dan juga kecewa atas permintaan Qeera. Namun, ia sadar jika sikap Qeera seperti ini akibat perlakuannya kepada istrinya selama ini."Kamu mau kemana?" Qeera tak menjawab dan hanya mengamati jalanan yang mereka lalui. "Qeera?!"Dengan terpaksa Qeera menyebutkan alamat tujuannya. Keduanya sama-sama diam selama di perjalanan. Axzel kecewa dengan sikap Qeera yang begitu dingin kepadanya, padahal Axzel mencoba mengubah sikap dan perlakuannya demi gadis itu. Apa sudah tak ada harapan hubungan mereka membaik."Qeera, maafkan sikap dan perkataan nenek tadi." Qeera tetap diam. "Bukan Kakak yang mengizinkan Bella datang ke rumah tetapi kakek nenekku. Bisakah kamu mengerti aku tak bi
"Maaf untuk semuanya." Qeera diam tak menjawab ataupun membalas pelukan Axzel. Lama mereka dalam posisi tersebut sampai pintu ada yang mengetuk membuat Axzel mengurai pelukannya."Tuan, maaf, kita ada jadwal meeting setengah jam lagi.""Hm." Axzel tak langsung pergi. Pria itu masih diam dan tetap mengamati wajahnya. "Kamu masih di sini? Pulang meeting Kakak jemput kamu."Tanpa bisa di tahan kepala Qeera mengangguk dan hal itu membuat Axzel tersenyum dan menepuk kepala Qeera pelan."Kakak pergi dulu, jam tujuh Kakak datang."***Brak!Bella melempar gelas penuh dengan anggur merah yang langsung menodai karpet. Bella marah mendengar laporan dari orang kepercayaannya, jika Axzel menemani istrinya belanja di sebuah pusat pembelanjaan bahan kain, bahkan dengan sengaja makan bersama di tempat umum.Bahkan beberapa hari lalu Axzel dengan sengaja datang ke acara pameran desainer muda dan pendatang baru untuk memamerkan karya mereka. Berita kedatangan Axzel mendukung acara tersebut demi mend
"Jangan membantah, Qeera."Dengan geraman kesal Qeera mengikuti langkah Axzel, apalagi suaminya itu sudah menarik tangannya, meski dengan lembut. "Itu---"Axzel tak peduli dengan protes Qeera. Sesungguhnya Qeera tak nyaman saat telah memutuskan menjauh dari suaminya. Apalagi sikap Axzel saat ini sangat berbeda dengan sikap pria itu selama ini.Mereka berkendera dalam diam, baik Axzel maupun Qeera tak ada yang bicara. Qeera memilih abai dan menatap kendaraan yang sama-sama melewati jalanan padat ibu kota. "Kakak tak suka kamu terlalu dekat pria itu."Qeera mendengus dan memutar matanya kesal. Apa Axzel ingin Qeera menjadi gila setelah kehilangan anaknya? Apa karena itu Axzel tiba-tiba berubah?"Abaikan saja, seperti aku mengabaikan kedekatan-MU dengan Bella."Axzel kalah. Jika Qeera mengungkit hubungannya dengan Bella, serta pengabaian keberatan-keberatan istrinya atas kedekatan mereka, Axzel tak berkutik."Jadi kamu sudah yakin dengan membuat brand sendiri?" tanya Axzel mencari aman
Sepanjang jalan tak ada yang berbicara. Axzel sepertinya sedang dalam kondisi marah. Qeera tak peduli Axzel marah kepadanya. Baginya sejak pagi itu saat Qeera menemukan Bella di kamar mereka, Axzel bukan siapa-siapanya lagi."Turunkan aku di halte bis, terima kasih."Axzel menatapnya tajam, hatinya bergemuruh marah dan juga kecewa atas permintaan Qeera. Namun, ia sadar jika sikap Qeera seperti ini akibat perlakuannya kepada istrinya selama ini."Kamu mau kemana?" Qeera tak menjawab dan hanya mengamati jalanan yang mereka lalui. "Qeera?!"Dengan terpaksa Qeera menyebutkan alamat tujuannya. Keduanya sama-sama diam selama di perjalanan. Axzel kecewa dengan sikap Qeera yang begitu dingin kepadanya, padahal Axzel mencoba mengubah sikap dan perlakuannya demi gadis itu. Apa sudah tak ada harapan hubungan mereka membaik."Qeera, maafkan sikap dan perkataan nenek tadi." Qeera tetap diam. "Bukan Kakak yang mengizinkan Bella datang ke rumah tetapi kakek nenekku. Bisakah kamu mengerti aku tak bi
Cukup lama Axzel duduk bersandar pada pintu. Berapa kali teriakannya memanggil Qeera tak membuat istrinya mau membukakan pintu. Ia mengetuk sekali setelah menyerah memaksa Qeera karena tahu saat ini sedang marah.“Tidurlah, besok kita bicara. Maaf jika selama menjadi suamimu telah banyak menyakitimu.”Axzel melangkah menuju kamarnya meninggalkan kamar yang belakangan di tempati istrinya. Sampai kamar tatapannya memindai isi kamar, melihat tatapan jijik Qeera membuat Axzel tak yakin istrinya akan kembali ke kamar ini. Tangannya meremas rambutnya melampiaskan kemarahannya karena perlakuan bodohnya selama ini kepada sang istri.“Bangsat!”Prang.Ia menendang tempat sampah melampiakan kemarahannya hingga membentur dinding dan membuat keributan di sana. Axzel sungguh-sungguh menyesali diri, ia mengingat semua perlakuan buruk serta sikap dinginnya kepada sang istri. Pantas saja hubungan mereka tak bisa dekat, karena selama ini dirinya sendiri yang membatasi Qeera untuk bisa dekat dengannya
“Saya suami Qeera ….. Tak pantas seorang istri berpelukan dengan pria lain di depan suaminya!”“Hah istri?” Juan menatap Qeera terkejut.Qeera hanya diam menikmati wajah marah Axzel.“Qeera!” bentak Axzel dengan cengkeraman pada lengannya membuatnya meringis.Qeera mengangguk meski menggeram kesal mendengar pengakuan Axzel. Juan berdiri di tempatnya masih tak percaya mendengar pengakuan dari Axzel.“Astaga Tuan Axzel, kami tak menyangka akan dihadiri Anda?”Qeera menoleh dan berbalik. Juan juga melakukan hal yang sama. Napas keduanya tersentak melihat siapa yang menyapa Axzel.Dia adalah pemilik dan membuat acara ini berlangsung. Suaminya mengenal ternyata Nyonya Briela. Hal yang mengejutkan Axzel mendekati wanita yang sangat di segani di kalangan desainer muda seperti dirinya. Juan mencolek dengan sikunya.“Itu benar suamimu?” tanya Juan masih tak percaya. Qeera mendengus. “Dan mereka saling mengenal.“Nyonya Briela senang bertemu Anda di sini.”Nyonya Briela tersipu malu. Qeera samp
"Axzel!" bentak kakeknya.Namun, Axzel sudah pada keputusanya tak akan menceraikan Qeera. Benar kata Sinan, jika saja dirinya lebih peduli dan lebih peka kepada istrinya, tak akan mungkin Qeera akan melawan."Apa kalian tahu, saat Qeera keguguran?” Axzel menatap kakek neneknya bergantian. Orang yang memaksakan pernikahan kepada mereka sekarang bahkan menginginkannya menceraikan gadis pilihannya. “Pagi hari sebelum aku berangkat, Qeera memintaku menemaninya ke Dokter karena perutnya sakit dan perasaannya tak enak. Tetapi, karena aku sudah ada janji meeting, aku lebih mementingkan meeting daripada istri dan anakku sendiri.”Axzel menatap kakek, nenek, dan Bella bergantian sambil menggeleng miris menyesali diri. Mereka tak mengerti perasaan kehilangan yang Axzel rasakan. Sejak kecil sudah kehilangan orang tua, beberapa bulan lalu anaknya, haruskah dirinya kembali meresakan kehilangan istri?“Sakit sekali saat mendengar anak kami tak terselamatkan. Demi melampiaskan kekecewaanku, aku mala
Axzel marah besar karena Qeera yang selama ini penurut kepadanya mulai berani melawan. Padahal malam sebelumnya saat Axzel akan pergi bersama Bella, istrinya itu masih memiliki kepedulian serta kemarahan karena dirinya memilih pergi bersama Bella bukan dengannya.Lalu kenapa pagi ini ada yang berubah?“Hal apa yanq membuatmu tiba-tiba berubah Qeera?” tanya Axzel pada bayangan istrinya sambil menatap sosok Qeera yang menghilang.Kenapa secepat itu Qeera berubah, apa hanya karena Axzel kembali menolak membawanya, Qeera berubah menjadi acuh dan tak peduli. Atau … Axzel tiba-tiba mengingat saat dirinya bangun dari tidurnya.‘Jangan-jangan Qeera mengetahui jika semalam dirinya sekamar dengan Bella,’ pikir Axzel dengan wajah pucat.Jantung Axzel berdegup kencang. Meski tak terjadi apa-apa antara dirinya dan Bella, tetapi karena membiarkan Bella tidur di kamar mereka membuat Axzel merasa telah menghianati Qeera.“Astaga!” makinya sambil meremas rambutnya marah.Semoga ini hanya pikirannya sa
Pagi hari setelah memutuskan untuk bertahan dalam rumah tangga mereka, Qeera langsung menuju kamar mereka yang sekarang kembali menjadi kamar Axzel. Ia memutuskan untuk kembali bicara dengan Axzel tanpa melibatkan emosi. Semalam Qeera sempat menghubungi ayahnya, bukan mendapat dukungan tentang keinginannya untuk pulang, yang dirinya terima makian dari ibu tirinya. “Kamu sudah tidak diterima di rumah ini, sebaiknya berbaik-baik dengan suamimu. Jangan pernah datang ke sini, pintu rumah ini tertutup untukmu, Qeera!” Hal itu lah yang membuat Qeera berpikir untuk memberi kesempatan pada pernikahannya. Apalagi semalam bermimpi bertemu putrinya seolah menjadi petunjuk yang memintanya untuk tetap bertahan. “Huh!” Berbicara dengan suami saja Qeera merasa seperti akan bertemu Presiden. Dadanya berdebar takut kembali dimaki Axzel. Tok! Tok! Tok! Qeera terus mengulang sampai tiga kali, tetapi tak mendapat tanggapan dari dalam atau mendengar sahutan. Hal itu membuatnya memutuskan langsung ma
Sejak hari itu hubungan Qeera dan Axzel semakin berjarak, apalagi kini mereka pisah kamar. Lebih tepatnya Axzel yang mengusir Qeera dari kamar mereka. “Kak,” panggil Qeera saat Axzel akan berangkat ke kantor. Ia telah lama menunggu Axzel supaya mereka bisa bertemu atau bicara. Qeera sedih bukan hanya kehilangan anak, tetapi juga semakin kehilangan suami. Bahkan sekarang setiap malam ia akan bisa terlelap setelah kelelahan menangis dan tidak ada suami yang menenangkannyan karena dia sibuk entah pekerjaan dan Bella, sahabatnya.“Saya sibuk!” “Kak! Mau sampai kapan kamu akan seperti ini?!” tanya Qeera emosi. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Bukannya saling menguatkan karena kehilangan anak mereka, Axzel malah semakin menjauhinya. Hatinya sakit dan kecewa, bukan hanya karena kehilangan anak, tetapi juga karena sikap kasar Axzel. Axzel berbalik. Sekian lama tenang tanpa gangguan Qeera hari ini sang istri menganggu saat emosinya sedang tak baik-baik saja. Semalam Axzel bermi