Buk!Buk!Zidan menghajar Fikri dengan kuatnya, bahkan tanpa hentinya.Adam hanya diam, duduk di sofa menyaksikan sebagai penonton.Apa yang bisa dilakukannya saat ini?Membiarkan putranya sampai babak belur.Di mata Adam yang benar tetaplah benar, sedangkan yang salah akan tetap salah sekalipun itu adalah anaknya sendiri.Tak terkecuali Fikri, apa yang dilakukan oleh Fikri memang sangat keterlaluan.Saat seseorang yang bertugas mengawasi setiap gerak-gerik Mentari pun melaporkan pada Zidan tentang Fikri yang dan Mentari berada di dalam kamar hotel saat ini.Bahkan mengatakan ada pertengkaran yang terjadi, sebelum akhirnya Fikri dan Mentari memasuki kamar.Setelah sampai dan masuk ke dalam kamar, tak perlu lagi menjelaskan semuanya.Saat Mentari hanya berbalut selimut dan Fikri yang sudah mengenakan celana sudah menjelaskan segalanya.Belum lagi ada bercak darah pada ranjang.Adam adalah dokter ahli kandungan, begitu pun dengan Zidan.Mungkin dengan kasat mata pun sudah tahu apa yang
Mentari dan Fikri hanya diam.Hening tanpa ada yang berbicara, sesekali Fikri melihat Mentari.Ingin memulai pembicaraan, tetapi tidak memiliki keberanian.Tetapi semua tidak akan selesai jika hanya diam, akhirnya Fikri pun mencoba duduk di samping Mentari.Kemudian diam dan kebingungan ingin memulainya dari mana."Aku nggak mau nikah sama kamu!" Kata Mentari dengan suara lantangnya.Fikri hanya diam dan membiarkan apa yang ingin dikatakan oleh Mentari.Fikri sadar dirinya adalah seorang pria bajingan dan sangat bersalah, hanya saja semua itu terjadi begitu saja.Karena perasaan cemburu yang tak dapat membuat kepalanya berpikir jernih.Lagi pula jika pun mengatakan tidak di bibir Mentari, tidak akan berpengaruh apa-apa.Sebab, Renata sendiri yang sudah memutuskan mereka harus menikah.Fikri sangat tahu seperti apa Mentari, pasti akan menuruti apapun yang dikatakan oleh Mommy nya itu."Kamu dengar aku nggak?" Mentari kesal saat melihat Fikri hanya diam saja seakan tidak mendengar.Pad
"Kalau kamu tidak mau, tidak masalah! Tidak usah menikah dengan aku! Biar aku cari laki-laki lain saja, yang benar-benar tulus pada ku. Aku tidak perduli mau dari kalangan bawah sekalipun asalkan bisa mencintai ku dengan tulus!"Perduli setan dengan cinta yang ada, saat ini Mentari hanya ingin menguji seberapa besar cinta Fikri padanya.Sebab, Mentari ragu untuk menikah dengan Fikri karena perlakuan kasar yang diterimanya.Fikri pun terdiam tanpa kata, apa lagi saat Mentari mengatakan untuk mencari laki-laki lain.Seketika wajahnya menjadi panik.Lihat saja jika benar itu terjadi, Fikri tidak akan pernah diam saja.Selama masih bernapas maka tidak akan ada yang bisa memiliki Mentari selain dirinya."Baiklah, aku akan menuruti keinginan mu!" Jawab Fikri dengan cepat, tanpa ingin berpikir panjang.Mentari menatap Fikri dengan penuh intimidasi, meyakinkan dirinya apakah Fikri sedang serius ataupun sedang berpikir keras cara mengelabuinya.Mengingat Fikri adalah tuan Arogan yang licik dan
Setelah memutuskan menyetujui persyaratan yang diberikan oleh Mentari, Akhirnya Mentari pun setuju untuk menikah dengan Fikri.Namun, tiba-tiba saja terdengar suara perut Fikri yang bernyanyi.Mentari pun terkejut mendengarnya.Sedangkan Fikri pun menyadari belum makan sebutir nasi sejak pagi tadi.Itu karena memikirkan Mentari, belum lagi kebagian saat Adam dan Kinanti memintanya menemui Mentari padi tadi.Namun, saat ini Fikri sadar. Bahwa makan cinta tidak mengenyangkan perut."Kamu lapar?" "Iya, kita cari makan ya."Mentari pun mengangguk, "Aku mandi dulu, kamu juga mandi sana.""Nggak boleh, kita belum menikah," tolak Fikri dengan penuh percaya diri.Mentari mendengar jawaban Fikri yang seakan-akan menolak dan membuatnya tersudutkan.Pada dasarnya tidak pernah mengajarkan Fikri untuk mandi bersama."Apanya? Aku minta kamu mandi di kamar kamu! Bukan di sini!" Mentari kesal dan mencubit lengan Fikri, mungkin dengan begitu bisa menyadarkan otak Fikri yang konslet."O, begitu? Kirai
Keesokan harinya Fikri pun siap menjalani peran barunya sebagai mana yang diinginkan oleh Mentari.Menjadi orang biasa.Fikri pun mencari Ujang, tukan kebun yang bekerja dikediamannya."Bunda, lihat Ujang?""Kalau tidak salah di kebun belakang, kenapa? Tumben sekali mencari Ujang?" Kinanti menatap pakaian Fikri.Biasanya jika pagi begini begitu rapi dan bersiap-siap untuk berangkat bekerja, malah pagi ini masih menggunakan baju santai."Fikri mau pinjam pakaian Ujang.""Pinjam?" Sarah yang tidak sengaja mendengar pun langsung ikut menimpali pembicaraan antara Kinanti dan Fikri."Iya, Oma. Tari, mau menikah dengan Fikri, syaratnya harus membeli cincin nikah dengan bekerja menjadi orang biasa, katanya yang benar-benar dari keringat Fikri sendiri.""Begitu," Sarah pun mangguk-mangguk merasa mengerti."Terus harus pakai pakaian Ujang, gitu?" Tanya Kinanti.Tampaknya cinta Fikri pada Mentari begitu besar, hingga siap melakukan apa saja."Fikri sekalian mau tanya, cari kerja jadi orang bias
Fikri pun menjelma menjadi tukang sayur dadakan.Demi apa?Demi cincin nikah.Perduli setan dengan gengsi, panas-panasan tak menggentarkan semangat yang telah menyala."Sayur!" Teriak Ujang, "bos yang teriak!" "Sayur!" Teriak Fikri namun suaranya begitu pelan."Lebih kencang Bos!" Kata Ujang."Ck," Fikri pun berdecak kesal, sesaat kemudian ada mobil yang berhenti di dekatnya.Mentari pun turun dan menghampiri Fikri.Semangat Fikri semakin berkibar dengan semangat yang tiada duanya."Beli sayurnya, Aa," goda Mentari."Berapa Neng?" Tanya Fikri ikut dalam godaan Mentari."Kangkung dua ikat," lanjut Mentari."Ini Neng, 5000 aja.""Yakin 5000? Nggak dibayar tunai aja?" Celetuk Mentari diiringi tawa yang menggoda Fikri."Kau sekarang semakin pintar ya!" Fikri pun mengetuk kepala Mentari, merasa gemas dengan tingkah laku wanita kesayangannya tersebut.Itulah cara Fikri meluapkannya, sebab kali ini dirinya ingin menuruti keinginan Mentari : Tidak menyentuh sebelum menikah, syarat menikah ad
Bukannya hasil yang di dapatkan setelah bekerja hari ini, yang ada hanya kerugian untuk membayar biaya kerugian pada penjual sayur.Bukan hanya sayurnya yang rusak, namun gerobaknya juga.Kini Fikri, Mentari dan Ujang duduk di sisi jalanan. Persis seperti seorang yang biasa hidup sederhana.Tapi jujur saja, Mentari begitu bahagia dengan apa yang dilakukan oleh Fikri.Selama hidupnya terbiasa hidup bebas dengan bergelimang harta kini malah bersedia memenuhi sebuah persyaratan yang diajukannya.Menurut Mentari persyaratan tersebut tentulah tidak mudah untuk Fikri.Tapi di sini Mentari hanya ingin menguji cintanya seorang Fikri padanya."Kamu kok liatin aku begitu? Aku memang tampan," goda Fikri saat melihat Mentari terus saja menatapnya.Mantri pun kini beralih menatap ke depan, di mana banyak sepeda motor yang berlalu lalang."Memangnya nggak boleh ngeliatin wajah calon suami sendiri?" Tanya Mentari.Fikri pun tersenyum dan mengangguk, kemudian menyenggol lengan Mentari."Kalau begitu a
Setelah Nenek Fatimah pergi, Fikri pun menghampiri Mentari.Duduk di samping Mentari."Kok kayaknya cemberut banget?" Fikri tentu saja bingung melihat perubahan wajah Mentari yang mendadak murung."Mas, minta nomer ponselnya dong. Besok mau tau jam berapa datang bawa pecel nya," kata wanita tersebut dengan alasan yang mungkin tidak masuk akal."Kasih aja tu!" Mentari pun bangkit dari duduknya, kemudian berjalan pergi.Fikri tidak tahu ada apa dengan Mentari, hingga ia pun memilih untuk menyusul Mentari.Tampaknya sampai di sini kaki Mentari mulai lelah, hingga duduk di kursi taman.Fikri pun tersenyum dan kembali duduk.Namun, karena masih kesal Mentari pun berpindah duduk agar lebih jauh dari Fikri.Fikri pun tidak mau kalah, setiap kali Mentari berpindah maka ia pun akan berpindah untuk duduk lebih dekat.Sampai akhirnya Mentari terjatuh karena tidak ada lagi tempat duduk untuknya."Ish!" Mentari kesal dan merasa malu.Sedangkan Fikri tersenyum melihat Mentari, seketika itu mengulurk