Setelah Nenek Fatimah pergi, Fikri pun menghampiri Mentari.Duduk di samping Mentari."Kok kayaknya cemberut banget?" Fikri tentu saja bingung melihat perubahan wajah Mentari yang mendadak murung."Mas, minta nomer ponselnya dong. Besok mau tau jam berapa datang bawa pecel nya," kata wanita tersebut dengan alasan yang mungkin tidak masuk akal."Kasih aja tu!" Mentari pun bangkit dari duduknya, kemudian berjalan pergi.Fikri tidak tahu ada apa dengan Mentari, hingga ia pun memilih untuk menyusul Mentari.Tampaknya sampai di sini kaki Mentari mulai lelah, hingga duduk di kursi taman.Fikri pun tersenyum dan kembali duduk.Namun, karena masih kesal Mentari pun berpindah duduk agar lebih jauh dari Fikri.Fikri pun tidak mau kalah, setiap kali Mentari berpindah maka ia pun akan berpindah untuk duduk lebih dekat.Sampai akhirnya Mentari terjatuh karena tidak ada lagi tempat duduk untuknya."Ish!" Mentari kesal dan merasa malu.Sedangkan Fikri tersenyum melihat Mentari, seketika itu mengulurk
Ketika cinta sudah bersemi, maka wajah pun terus saya berseri-seri.Begitulah yang terjadi pada Mentari.Wanita yang berusia cukup matang untuk menikah tersebut baru kali ini merasakan jatuh cinta.Aneh bukan? Tetapi inilah nyatanya. Malam ini Mentari tidur begitu lelap, bukan hanya karena terlalu lelah, melainkan juga Karena rasa bahagia yang tidak terkira.Sehingga akhirnya pagi hari pun menjelma, pagi yang cerah dengan matahari yang bersinar dengan teriknya.Bibir Mentari masih saja tersenyum, membayangkan hari kemarin begitu bahagia bersama dengan orang yang dicintainya.Banyak yang mereka lewati bersama, dari hal yang menyenangkan, kekonyolan dan juga keanehan yang terjadi.hingga akhirnya Renata pun masuk menemui anaknya.Renata ingin bertanya perihal hubungan Mentari dan Fikri saat ini.Tidak ingin putrinya terus lebih dekat dengan Fikri namun tanpa ikatan pernikahan mengingat hubungan mereka sudah begitu jauh."Mentari Apa kamu masih berusaha untuk menunda pernikahanmu dengan F
Mentari yang mendengar apa yang dibicarakan oleh Kinanti dan juga Fatimah ikut terkejut mendengarnya.Bertapa tidak, dirinya menganggap selama ini Kinanti tidak memiliki Ibu lagi. Namun, ternyata wanita tua yang mereka tolong bersama Fikri adalah Ibu kandung Kinanti.Sehingga akhirnya Kinanti pun meminta Fatimah untuk membawanya ke rumahnya.Gang sempit dan juga rumah kontrakan kecil yang menjadi tempat tinggal Fatimah, perabotan yang hanya seadanya tanpa televisi hanya piring kompor dan beberapa peralatan memasak serta kasur tipis yang digunakan untuk tempat beristirahat.Lagi-lagi Kinanti tak dapat menahan rasa sedihnya, sekalipun sudah membuatnya menderita ataupun mencampakkannya selama ini tetapi Kinanti tetap menyayangi Fatimah."Bu tinggal sama Kinan aja ya."Fatimah tersenyum dan menggelengkan kepalanya, untuk kali ini pun.Sekalipun memaksa Fatimah hanya menolak, karena malu pada Kinanti."Ibu sempat berpikir bahwa kamu tidak mau lagi menatap wajah Ibu, apalagi memanggil panggi
Kinanti memang tidak dapat membujuk ibunya untuk untuk ikut bersama dengan dirinya, akan tetapi Kinanti mengatakan pada Fatimah untuk tidak perlu berjualan lagi karena nanti yang akan memenuhi semua kebutuhan ibunya itu adalah Kinanti sendiri.Sebab alasannya ingin menjadi anak yang berbakti kepada ibunya.Fatimah tak banyak berkomentar untuk itu, mengikuti apa yang dikatakan oleh Kinanti mengingat masa lalu yang begitu menyakitkan, Kinanti begitu tulus padanya sekalipun sudah ditelantarkan, di hina bahkan, dikucilkan nya sendiri.Padahal pada kenyataannya Kinanti adalah darah dagingnya.Sampai akhirnya Kinanti pun kembali memeluk ibunya dengan penuh haru sebelum akhirnya berpamitan pulang."Bu, nanti malam Kinan akan ke sini lagi sama suami," kata Kinanti."Apa dia tidak malu memiliki mertua seperti ibu? Apa mungkin kamu tidak malu mengenalkan suami mu pada Ibu yang hanya wanita miskin," Fatimah benar-benar tak ingin mengganggu kehidupan rumah tangga putrinya, sadar bahwa dirinya han
Beberapa hari kemudian.Hari ini pernikahan antara Fikri dan Mentari pun dilangsungkan, sebenarnya pernikahan dipercepat karena Fikri yang sudah tidak sabar untuk menikah dengan wanita yang telah lama membuatnya jatuh hati.Apa lagi pada hari ini suasana terlihat berbeda dari sebelumnya, sebab ada Fatimah yang ikut berkumpul di dalam keluarga tersebut."Kinan, pestanya meriah sekali," kata Fatimah begitu takjub dengan dekorasi pernikahan tersebut.Kinanti pun tersenyum, memeluk Fatimah begitupun sebaliknya."Ibu duduk di sini, sebentar lagi acara pernikahan Fikri akan berlangsung."Fatimah duduk, menurut pada apa yang dikatakan oleh Kinanti.Hingga akhirnya Mentari pun datang, berjalan menuruni anak tangga dengan perlahan.Gaunnya yang berkilauan seakan ikut memeriahkan pesta.Bahkan mata Fikri tak berkedip sedikit pun saat melihat wajah Mentari yang begitu cantik."Kak Fikri," Nada pun mencubit lengan Fikri, mengingatkan Fikri bahwa ada banyak tamu yang melihat keanehannya."Dasar bo
"Ehem!" Diva pun berdehem.Membuat Kenan tersadar ada orang lain selain dirinya di kamar tersebut.Tapi sesaat kemudian Kenan terkejut saat melihat siapa yang masuk ke kamarnya."Diva?"Diva pun mengangkat bahunya seakan biasa saja, kemudian matanya mengedar di seluruh sudut kamar Kenan.Kini dan beberapa hari yang lalu tampak berbeda, kamar tersebut tak lagi menampakan fotonya."Diva, kenapa kamu masuk ke kamar ini?" Tanya Kenan panik.Sebab, jika saja kedua orang tuanya tau maka akan menjadi masalah besar.Kinanti dan Adam memeng membebaskan dirinya untuk berpacaran dengan wanita manapun, tak terkecuali Diva.Namun, tidak dengan berdua-duaan di dalam kamar.Tentu itu akan membuat kedua orang tuanya murka, lagi pula sejujurnya Kenan tak ingin membuat Diva mendapatkan masalah.Tetapi Diva tak perduli sama sekali, dirinya kini berjalan mendekati Kenan."Kenapa kamu menghilang setelah hari itu? Ternyata kamu tidak lebih dari pecundang!" Tantang Diva."Apa maksud mu?"Diva pun semakin me
"Om, Kenan bohong," Diva pun menggelengkan kepalanya berharap Adam tidak mempercayai apa yang dikatakan oleh Kenan, "Kenan, kamu jangan bohong dong.""Bohong dari mana?" Tanya Kenan seakan tanpa dosa."Bukannya kamu sudah pengen banget nikah?" Kali ini Serena yang menimpanya.Serena tahu kalau putrinya tersebut menyukai Kenan, saat itu tanpa sengaja Serena membaca buku harian Diva. Hingga mengetahui bahwa putrinya itu sudah tahu apa itu jatuh cinta."Nikah aja yuk," Kenan menyenggol lengan Diva."Tidak masalah sih, kan seharusnya yang menikah hari ini Fikri dan Diva. Ya, sudah biar keduanya benar-benar menikah hari ini, walaupun dengan pasangan mereka masing-masing," kata Kinanti memberi usul."Ya, aku setuju saja," jawab Serena.Kinanti pun melirik Bayu yang dari tadi hanya diam saja."Aku mengikut saja," jawab Bayu."Diva, kamu mau menikah dengan Kenan. Atau, Kenan Bunda jodohkan dengan wanita lain?" Kinanti pun menatap Diva dengan serius, seakan tidak main-main dengan apa yang di
Fikri pun tersenyum menggoda Mentari, akhirnya setelah bertahun menyimpan perasaan kini bisa memiliki dengan sepenuhnya.Bibir Fikri terus saja tersenyum bahagia, melihat Mentari yang kini berada di kamarnya.Mentari berulang kali menatap dirinya dari pantulan cermin.Dengan piama berwarna pink.Namun anehnya itu sudah cukup lama berlangsung, Fikri sudah menunggu sejak tadi namun sampai saat ini pun sepertinya belum ada tanda-tanda istrinya itu untuk naik ke atas ranjang.Sampai di sini kesabaran Fikri semakin di uji, bingung dan bertanya-tanya tentunya.Mengapa Mentari hanya bercermin saja, padahal sudah jelas tanpa bercermin pun istrinya itu memang begitu cantik tiada yang dapat menandinginya.Fikri pun mencoba untuk menghampiri Mentari, tetapi sesaat kemudian Mentari merasa perutnya sakit."Aduh," Mentari pun meringis menahan sakit pada perutnya."Kenapa?" Wajah Fikri tampak panik saat melihat Mentari menahan sakit."Aku mules," secepat mungkin Mentari masuk ke dalam kamar mandi, d
Hay semuanya.Semoga kita semua selalu ada dalam lindungan sang pencipta.Saya ucapkan terima kasih kepada semua para pembaca setia saya, dimana kalian sudah mengikuti cerita ini sampai selesai.Sedikit bercerita tentang buku ini.Saya tidak pernah menyangka bahwa novel ini bisa mendapatkan banyak pembaca.Menurut saya pribadi, pembaca sampai 3M itu tidak sedikit dan tidak semua orang bisa mendapatkannya.Di buku ini banyak kekurangannya, mulai dari tulisan dan juga mungkin isi yang kurang berkenan di hati pembaca setia saya ucapkan maaf kepada kalian semua.Namun, saya juga ingin mengatakan bahwa, saya bukan seorang penulis hebat.Saya pun tidak pernah hobi dalam menulis, begitu juga dengan membaca.Kedua hal ini sangat saya hindari sejak dulu.Tetapi, mendadak hati saya tertantang karena pernah membaca novel yang menurut saya tidak masuk akal.Hingga saya pun memutuskan untuk menuliskan sebuah buku.Dari sana saya mulai berpikir bahwa menulis tidak seburuk dan melelahkan seperti yan
Kinanti berdiri di balkon kamarnya, malam terasa semakin dingin. Namun, matanya engan terpejam, bayang-bayang luka penuh dengan nestapa membuatnya kembali pada masa lalu yang sudah lama terkubur dalam.Kejadian itu yang menyeretnya masuk pada kehidupan Adam, keinginan ingin pergi jauh dan melupakan apa yang terlah terjadi justru semua tidak sesuai dengan harapan.Nyatanya, semakin mencoba untuk menjauh, semakin banyak pula rintangan yang dia lalui.Hingga, akhirnya benar-benar tak bisa lepas dari jerat Adam.Semuanya tak sampai dengan baik-baik saja, nyatanya luka berbalut air mata begitu menusuknya hingga seperti tidak tahu lagi harus berbuat apa.Karena, kenyataan terus saja memaksa, meskipun luka yang tertusuk sudah tak mampu lagi untuk di tahan."Sayang."Kehadiran Adam membuat Kinanti pun tersadar dari lamunanya.Lamunan yang membuatnya hanyut dalam masa lalu untuk sejenak saja.Sejenak namun cukup membuat dirinya merasa kembali pada masa lalu itu."Mas, udah pulang?""Udah, dari
Bulir-bulir air mata pun jatuh dari pelupuk mata, Mentari begitu terharu saat dokter mengatakan dirinya tengah berbadan dua.Bahkan kehamilannya sudah memasuki 6 Minggu.Selama ini sering kali merasa tidak nyaman pada bagian perutnya, tapi Mentari memilih tidak perduli.Hingga akhirnya jatuh pingsan saat sedang memeriksa pasiennya.Bertapa dirinya begitu terkejut bercampur bahagia karena mendengarkan hasil pemeriksaan dokter.Di saat beneran bulan yang lalu program kehamilan yang telah di jalaninya gagal, membuat harapannya seakan berakhir pula dengan putus asa."Sayang, kamu baik-baik saja?"Fikri yang baru saja sampai di buat bingung karena melihat tingkah istrinya.Dirinya sengaja meninggalkan rapat karena mengetahui keadaan Mentari yang sempat tidak sadarkan diri."Abang, Tari hamil," Mentari langsung menghambur memeluk suaminya.Rasanya sungguh sangat luar biasa dan membuat bahagia tanpa bisa di tutupi sama sekali.Begitu pun juga dengan Fikri yang begitu terkejut mendengarnya."
"Tidak usah terbebani dengan yang saya katakan, ya sudahlah. Karena, kalian pun sudah menikah dan Mami minta hadiah aja dari kalian. Cepat berikan Mami cucu ya," ujar Zahra.Membuat Sarah terkejut mendengarnya, sungguh tidak pernah terpikirkan sebelumnya tentang semua itu.Bahkan Zahra sendiri yang meminta padanya, Zahra menyadari keterkejutan yang dirasakan oleh Sarah.Tapi Zahra tidak perduli sama sekali, karena menantunya dan juga anaknya harus meminta maaf padanya."Kalian berdua harus berjuang keras untuk cucu, kalau tidak Mami pingsan lagi."Mata Sarah pun melebar mendengarnya, sungguh ini adalah sesuatu yang teramat sangat tidak pernah terlintas di benaknya."Tante, jangan pingsan lagi. Saya akan merasa bersalah nanti," kata Sarah dengan panik."Tante?"Zahra pun bertanya karena kesal Sarah memanggilnya dengan sebutan --Tante--Sarah yang terlalu panik, kini bercampur bingung hanya bisa diam karena tidak mengerti."Mami! Kamu panggil saya, Mami. Seperti suami mu!" Tegas Zahra.
Sarah pun melihat Dava dengan wajah cemas, perasaannya masih saja tidak tenang karena memikirkan keadaan Zahra.Merasa bersalah karena membuat Zahra sampai jatuh pingsan, bahkan kedua tangannya saling meremas.Bertambah lagi keringat dingin yang terus saja membanjiri tubuhnya."Mami, mau ketemu sama kamu."Dava pun memegang tangan Sarah, berniat untuk pergi bersama dengan dirinya menunju kamar kedua orang tuanya.Dimana Zahra sudah menunggu di sana, sungguh Sarah sangat tidak nyaman dengan keadaan yang seperti ini.Rasa bersalah terlalu besar di hatinya, hingga dirinya menjadi demikian."Kenapa?" Dava pun mengurungkan langkah kakinya saat akan melangkah.Karena, Sarah yang hanya tampak diam. Sepertinya tidak ingin untuk ikut dengan dirinya."Pak Dava, aku pulang aja, ya," kata Sarah dengan ragu."Kenapa? Mami, mau bertemu dengan kamu.""Sarah, nggak berani, Pak. Sarah, takut."Dava pun memilih untuk menatap wajah Sarah dengan serius, dirinya mengerti dengan keadaan Sarah saat ini."Kam
"Mami, abis mimpi. Mimpi aneh, dalam mimpinya kamu tiba-tiba pulang bawa istri," Zahra pun memijat kepalanya yang masih terasa pusing.Dirinya melihat Dava yang berdiri tak jauh dari ranjangnya.Seakan wanita itu benar-benar terbangun dari tidur dan juga mimpi buruknya yang cukup menyeramkan itu."Gimana bawa istri? Menikah juga belum, Mami pusing kenapa bisa bermimpi seperti itu? Mungkin, karena terlalu lelah. Mami, butuh istirahat, soalnya mimpinya seperti nyata," Zahra pun mengusap wajahnya hingga beberapa kali.Menenangkan diri setelah terbangun dari hal yang dia anggap adalah sebuah mimpi.Lantas bagaimana dengan Dava setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Zahra?Dava pun berjalan ke arah Zahra, kemudian duduk di sisi ranjang berdekatan dengan sang Mami.Dava ingin berbicara dengan serius, berharap pula tidak lagi pingsan. Bagaimana pun dirinya memang salah, menikah tanpa meminta izin kepada orang tuanya sama sekali. Sangat tidak dibenarkan.Maka dari itu Dava ingin dimaafkan
Sarah mendadak menghentikan langkah kakinya saat berada di depan pintu utama rumah milik kedua orang tua Dava.Membuat Dava pun ikut berhenti melangkah dan melihat Sarah."Ayo masuk.""Pak Dava, Sarah tunggu di luar aja, kali ya."Dava pun bingung mendengar keinginan Sarah, lagi pula tidak mungkin juga dirinya berada di luar bukan?"Kenapa?""Nggak papa, sih, Pak. Cuman, Sarah segan aja.""Segan?" alasan yang konyol menurut Dava, "kita akan menemui Mami, ayo masuk!" tanpa menunggu jawaban dari Sarah, Dava langsung menarik lengan Sarah.Hingga akhirnya Sarah pun harus mengikuti langkah kaki Dava.Sarah terus saja melihat sekitarnya, dirinya memang tidak asing melihat rumah mewah.Karena, rumah Nada juga tidak kalah mewah dari rumah Dava Hanya saja kali ini lain cerita, sebab Dava adalah suaminya.Tentunya ada rasa minder juga tidak nyaman untuk berinteraksi dengan keluarga Dava."Kamu duduk dulu," Dava pun menuntun Sarah untuk duduk di sofa.Tepatnya kini mereka berada di ruang keluar
Dava pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, mencari seseorang yang tak lain adalah istrinya.Pagi tadi wanita itu bersikap aneh, bahkan berangkat ke kampus dengan sangat terburu-buru.Bahkan alasannya karena ada kelas, takut tak diijinkan masuk jika dosennya sudah masuk duluan.Membuat Dava hanya terdiam mendengar penjelasan Sarah.Sehingga kini dirinya benar-benar mencari keberadaan wanita tersebut, sebab dirinya ingin memastikan apakah Sarah sudah sampai di kampus ataupun belum.Sarah kini sudah menjadi istrinya, sehingga tidak ada lagi kata tanya mengapa dan kenapa Dava mencari wanita tersebut.Jika pun tak ada alasan pastinya, tetap saja terbilang wajar.Mengingat status yang sudah memiliki sebuah ikatan yang sakral.Hingga akhirnya Dava pun melihat Sarah yang duduk berdekatan dengan seorang pria, sepertinya wanita itu belum sadar jika posisinya kini adalah istri dari dosennya sendiri."Kamu," Dava pun menunjuk Sarah yang sedang melihatnya juga."Saya, Pak?" tanya Sar
"Lho, kamu nggak sama Dava?" Tanya Nada saat melihat Sarah turun dari sepeda motornya."Nggak, aku buru-buru, aku langsung pergi aja tadi. Soalnya aku ada kelas."Nada pun menatap Sarah dengan penuh tanya, dirinya mungkin memikirkan sesuatu sehingga melakukan itu."Kamu ngapain ngeliatin aku gitu banget?""Terus, kalau kamu pergi duluan. Dia kamu tinggal, kamu bisa langsung masuk kelas?""Iya, aku takut telat."Nada mencubit lengan Sarah cukup kuat, bahkan hingga meringis menahan sakit."Sakit!""Berarti kamu nggak lagi tidur!" kesal Nada."Iya, iyalah. Kita udah di kampus. Jadi, ini nggak mimpi," gerutu Sarah yang tak kalah kesal.Sambil menggosok tangannya yang cukup sakit karena cubitan Nada."Dasar tolol! Dosennya masih di rumah kamu, ngapain kamu buru-buru ke kampus?" akhirnya Nada pun menyadarkan Sarah.Benar saja, seketika itu juga Sarah tersadar dari keanehannya."Oh, iya. Dosennya, Pak Dava, kan?"Sarah pun melihat Nada dengan bingung, karena kini dirinya tahu penyebab Nada