Fikri pun menjelma menjadi tukang sayur dadakan.Demi apa?Demi cincin nikah.Perduli setan dengan gengsi, panas-panasan tak menggentarkan semangat yang telah menyala."Sayur!" Teriak Ujang, "bos yang teriak!" "Sayur!" Teriak Fikri namun suaranya begitu pelan."Lebih kencang Bos!" Kata Ujang."Ck," Fikri pun berdecak kesal, sesaat kemudian ada mobil yang berhenti di dekatnya.Mentari pun turun dan menghampiri Fikri.Semangat Fikri semakin berkibar dengan semangat yang tiada duanya."Beli sayurnya, Aa," goda Mentari."Berapa Neng?" Tanya Fikri ikut dalam godaan Mentari."Kangkung dua ikat," lanjut Mentari."Ini Neng, 5000 aja.""Yakin 5000? Nggak dibayar tunai aja?" Celetuk Mentari diiringi tawa yang menggoda Fikri."Kau sekarang semakin pintar ya!" Fikri pun mengetuk kepala Mentari, merasa gemas dengan tingkah laku wanita kesayangannya tersebut.Itulah cara Fikri meluapkannya, sebab kali ini dirinya ingin menuruti keinginan Mentari : Tidak menyentuh sebelum menikah, syarat menikah ad
Bukannya hasil yang di dapatkan setelah bekerja hari ini, yang ada hanya kerugian untuk membayar biaya kerugian pada penjual sayur.Bukan hanya sayurnya yang rusak, namun gerobaknya juga.Kini Fikri, Mentari dan Ujang duduk di sisi jalanan. Persis seperti seorang yang biasa hidup sederhana.Tapi jujur saja, Mentari begitu bahagia dengan apa yang dilakukan oleh Fikri.Selama hidupnya terbiasa hidup bebas dengan bergelimang harta kini malah bersedia memenuhi sebuah persyaratan yang diajukannya.Menurut Mentari persyaratan tersebut tentulah tidak mudah untuk Fikri.Tapi di sini Mentari hanya ingin menguji cintanya seorang Fikri padanya."Kamu kok liatin aku begitu? Aku memang tampan," goda Fikri saat melihat Mentari terus saja menatapnya.Mantri pun kini beralih menatap ke depan, di mana banyak sepeda motor yang berlalu lalang."Memangnya nggak boleh ngeliatin wajah calon suami sendiri?" Tanya Mentari.Fikri pun tersenyum dan mengangguk, kemudian menyenggol lengan Mentari."Kalau begitu a
Setelah Nenek Fatimah pergi, Fikri pun menghampiri Mentari.Duduk di samping Mentari."Kok kayaknya cemberut banget?" Fikri tentu saja bingung melihat perubahan wajah Mentari yang mendadak murung."Mas, minta nomer ponselnya dong. Besok mau tau jam berapa datang bawa pecel nya," kata wanita tersebut dengan alasan yang mungkin tidak masuk akal."Kasih aja tu!" Mentari pun bangkit dari duduknya, kemudian berjalan pergi.Fikri tidak tahu ada apa dengan Mentari, hingga ia pun memilih untuk menyusul Mentari.Tampaknya sampai di sini kaki Mentari mulai lelah, hingga duduk di kursi taman.Fikri pun tersenyum dan kembali duduk.Namun, karena masih kesal Mentari pun berpindah duduk agar lebih jauh dari Fikri.Fikri pun tidak mau kalah, setiap kali Mentari berpindah maka ia pun akan berpindah untuk duduk lebih dekat.Sampai akhirnya Mentari terjatuh karena tidak ada lagi tempat duduk untuknya."Ish!" Mentari kesal dan merasa malu.Sedangkan Fikri tersenyum melihat Mentari, seketika itu mengulurk
Ketika cinta sudah bersemi, maka wajah pun terus saya berseri-seri.Begitulah yang terjadi pada Mentari.Wanita yang berusia cukup matang untuk menikah tersebut baru kali ini merasakan jatuh cinta.Aneh bukan? Tetapi inilah nyatanya. Malam ini Mentari tidur begitu lelap, bukan hanya karena terlalu lelah, melainkan juga Karena rasa bahagia yang tidak terkira.Sehingga akhirnya pagi hari pun menjelma, pagi yang cerah dengan matahari yang bersinar dengan teriknya.Bibir Mentari masih saja tersenyum, membayangkan hari kemarin begitu bahagia bersama dengan orang yang dicintainya.Banyak yang mereka lewati bersama, dari hal yang menyenangkan, kekonyolan dan juga keanehan yang terjadi.hingga akhirnya Renata pun masuk menemui anaknya.Renata ingin bertanya perihal hubungan Mentari dan Fikri saat ini.Tidak ingin putrinya terus lebih dekat dengan Fikri namun tanpa ikatan pernikahan mengingat hubungan mereka sudah begitu jauh."Mentari Apa kamu masih berusaha untuk menunda pernikahanmu dengan F
Mentari yang mendengar apa yang dibicarakan oleh Kinanti dan juga Fatimah ikut terkejut mendengarnya.Bertapa tidak, dirinya menganggap selama ini Kinanti tidak memiliki Ibu lagi. Namun, ternyata wanita tua yang mereka tolong bersama Fikri adalah Ibu kandung Kinanti.Sehingga akhirnya Kinanti pun meminta Fatimah untuk membawanya ke rumahnya.Gang sempit dan juga rumah kontrakan kecil yang menjadi tempat tinggal Fatimah, perabotan yang hanya seadanya tanpa televisi hanya piring kompor dan beberapa peralatan memasak serta kasur tipis yang digunakan untuk tempat beristirahat.Lagi-lagi Kinanti tak dapat menahan rasa sedihnya, sekalipun sudah membuatnya menderita ataupun mencampakkannya selama ini tetapi Kinanti tetap menyayangi Fatimah."Bu tinggal sama Kinan aja ya."Fatimah tersenyum dan menggelengkan kepalanya, untuk kali ini pun.Sekalipun memaksa Fatimah hanya menolak, karena malu pada Kinanti."Ibu sempat berpikir bahwa kamu tidak mau lagi menatap wajah Ibu, apalagi memanggil panggi
Kinanti memang tidak dapat membujuk ibunya untuk untuk ikut bersama dengan dirinya, akan tetapi Kinanti mengatakan pada Fatimah untuk tidak perlu berjualan lagi karena nanti yang akan memenuhi semua kebutuhan ibunya itu adalah Kinanti sendiri.Sebab alasannya ingin menjadi anak yang berbakti kepada ibunya.Fatimah tak banyak berkomentar untuk itu, mengikuti apa yang dikatakan oleh Kinanti mengingat masa lalu yang begitu menyakitkan, Kinanti begitu tulus padanya sekalipun sudah ditelantarkan, di hina bahkan, dikucilkan nya sendiri.Padahal pada kenyataannya Kinanti adalah darah dagingnya.Sampai akhirnya Kinanti pun kembali memeluk ibunya dengan penuh haru sebelum akhirnya berpamitan pulang."Bu, nanti malam Kinan akan ke sini lagi sama suami," kata Kinanti."Apa dia tidak malu memiliki mertua seperti ibu? Apa mungkin kamu tidak malu mengenalkan suami mu pada Ibu yang hanya wanita miskin," Fatimah benar-benar tak ingin mengganggu kehidupan rumah tangga putrinya, sadar bahwa dirinya han
Beberapa hari kemudian.Hari ini pernikahan antara Fikri dan Mentari pun dilangsungkan, sebenarnya pernikahan dipercepat karena Fikri yang sudah tidak sabar untuk menikah dengan wanita yang telah lama membuatnya jatuh hati.Apa lagi pada hari ini suasana terlihat berbeda dari sebelumnya, sebab ada Fatimah yang ikut berkumpul di dalam keluarga tersebut."Kinan, pestanya meriah sekali," kata Fatimah begitu takjub dengan dekorasi pernikahan tersebut.Kinanti pun tersenyum, memeluk Fatimah begitupun sebaliknya."Ibu duduk di sini, sebentar lagi acara pernikahan Fikri akan berlangsung."Fatimah duduk, menurut pada apa yang dikatakan oleh Kinanti.Hingga akhirnya Mentari pun datang, berjalan menuruni anak tangga dengan perlahan.Gaunnya yang berkilauan seakan ikut memeriahkan pesta.Bahkan mata Fikri tak berkedip sedikit pun saat melihat wajah Mentari yang begitu cantik."Kak Fikri," Nada pun mencubit lengan Fikri, mengingatkan Fikri bahwa ada banyak tamu yang melihat keanehannya."Dasar bo
"Ehem!" Diva pun berdehem.Membuat Kenan tersadar ada orang lain selain dirinya di kamar tersebut.Tapi sesaat kemudian Kenan terkejut saat melihat siapa yang masuk ke kamarnya."Diva?"Diva pun mengangkat bahunya seakan biasa saja, kemudian matanya mengedar di seluruh sudut kamar Kenan.Kini dan beberapa hari yang lalu tampak berbeda, kamar tersebut tak lagi menampakan fotonya."Diva, kenapa kamu masuk ke kamar ini?" Tanya Kenan panik.Sebab, jika saja kedua orang tuanya tau maka akan menjadi masalah besar.Kinanti dan Adam memeng membebaskan dirinya untuk berpacaran dengan wanita manapun, tak terkecuali Diva.Namun, tidak dengan berdua-duaan di dalam kamar.Tentu itu akan membuat kedua orang tuanya murka, lagi pula sejujurnya Kenan tak ingin membuat Diva mendapatkan masalah.Tetapi Diva tak perduli sama sekali, dirinya kini berjalan mendekati Kenan."Kenapa kamu menghilang setelah hari itu? Ternyata kamu tidak lebih dari pecundang!" Tantang Diva."Apa maksud mu?"Diva pun semakin me