Sepanjang perjalanan pulang menuju rumah Zahra hanya diam.Diam tanpa kata.Apa yang dilihat dan diketahuinya barusan sungguh luar biasa, begitu mengejutkan di saat perasaan sedang tidak menentu.Entahlah, semua berjalan begitu saja, tidak tahu apakah cinta atau hanya sebuah pelampiasan karena kesal pada Ferdian yang memaksanya untuk menjadi istri.Jujur saja, saat ini perasaan Zahra bukan sakit. Hanya saja sedikit kecewa.Kecewa dan malu pada Ferdian yang ternyata Galang tidak lebih baik.Lantas siapa yang lebih baik?Ferdian?Tidak mungkin juga, mengingat menikah saja dengan cara memaksanya.Zahra menarik napas panjang, semua terasa begitu berat. Bahkan sangat mengejutkan bagaikan sebuah hadiah yang disiapkan."Apa kamu tidak ingin turun?"Zahra pun beralih menatap Ferdian, tersadar ternyata sudah sampai di rumah.Rumah siapa?Rumah keluarga Adam.Dengan rasa malas Zahra pun turun dari mobil, kakinya berjalan pelan menuju kamar."Zahra," panggil Ajeng datang dari arah dapur.Zahra
"Kamu kedinginan?"Zahra menggigil dengan keringat dingin mulai membasahi tubuh, demamnya semakin tinggi membuatnya tidak dapat memejamkan mata.Dengan sabar Ferdian mengompres air hangat, sekalipun sudah hampir subuh.Semalam Ferdian tidak tidur sama sekali, menjaga Zahra hingga akhirnya terlelap setelah merasa lebih baik.Pagi harinya Zahra pun terbangun, Ferdian pun terlelap dengan asal di samping Zahra.Rasa kantung tidak dapat terbendung lagi setelah subuh tadi.Sedangkan dari arah lainya terdengar suara ketukan pintu, sesaat kemudian gagang pintu pun bergerak.Ajeng masuk dengan senyuman merah merekah membawa sarapan pagi, sedangkan Kinanti berjalan di belakang Ajeng dengan membawa buah yang sudah dipotong-potong olehnya."Ternyata kamu sudah bangun," Ajeng pun meletakkan nampan ditangannya pada meja nakas."Bagaimana hari ini?" Tanya Kinanti ikut meletakan buah ditangannya pada meja nakas juga."Aku tidak kuat bau bubur ini," dengan cepat Zahra menuruni ranjang segera menuju ka
"Fer........ Ferdian!" Ajeng menggerak-gerakkan lengan anaknya hingga berulangkali, berusaha untuk membanggakan dari lelapnya.Akhirnya mata Ferdian pun terbuka, dan melihat Ajeng dengan jelas."Kamu susul Zahra, Mama khawatir sama keadaannya," pinta Ajeng dengan perasaan was-was.Ferdian pun melihat ke samping, ternyata Zahra tidak ada. Kemudian menatap ke arah jendela, ternyata hari sudah mulai siang.Teriknya matahari pagi sudah menerangi bumi kembali, Ferdian baru sadar ternyata dirinya tertidur."Zahra, kemana Ma?" Ferdian bergegas bangun sambil merenggangkan otot-otot yang terasa kaku, tidak tidur semalaman sungguh membuat tubuh tidak nyaman."Sekarang kamu bersihkan diri ke kamar mandi dulu, agar lebih segar."Ferdian pun menurut, kemudian kembali menemui Ajeng dengan tubuh lebih segar."Zahra ke mana Ma?" Sejak tadi Ferdian belum menemukan jawaban atas pertanyaan, hingga kembali bertanya.Sebab belum melihat Zahra kembali ke kamar sampai saat ini."Katanya ke rumah sakit, meli
Dengan segera Ferdian menuju rumah sakit, setelah seorang temannya menghubungi membuat perasaan Ferdian lebih baik.Akan tetapi, ada juga perasaan gundah yang kian terasa.Sampai di rumah sakit Buah Hati segera Ferdian menuju UGD, dimana Nando mengatakan istrinya kini berada.Akhirnya Ferdian menemukan Zahra yang tengah berbaring di atas brankar, ada selang infus yang sudah terpasang."Apa kamu baik-baik saja?" Wajah panik Ferdian tidak bisa di tutupi, melihat Zahra yang terbaring membuatnya semakin khawatir."Dokter Ferdian," Dokter Nando pun menyapa Ferdian yang tidak menyadari dirinya, padahal berada di dekat brankar rumah sakit yang di tempati Zahra."Terima kasih Dok, sudah memberitahu keadaan istri saya.""Tidak masalah, usia kandungan istri anda masih sangat rentan. Cobalah untuk setia mendampinginya dan jangan biarkan terlalu stress," jelas Dokter Nando, "selebihnya tidak ada yang serius."Ferdian pun mengangguk lemah sambil beralih melihat wajah pucat Zahra.Ada rasa kesal me
Ferdian mengusap wajahnya yang sedikit membiru, bahkan ada secercah noda merah yang keluar dari sudut bibirnya.Biar saja calon mertuanya itu memukul dirinya.Lagi pula sampai di sini Ferdian semakin bahagia akan mendapatkan Zahra secara cepat.Dengan perlahan Kumar pun kembali duduk, Maya terus berusaha untuk mendinginkan suasana."Kau tidak berpikir sudah merusak anak ku!" Amarah Kumar belum juga bisa di redam, sehingga ingin sekali mencekik Ferdian hingga tinggal nama."Pak, sudah," suara lembut Maya lagi-lagi terdengar, dirinya takut nantinya Ferdian tidak mau bertanggung jawab atas anaknya.Bagaimana pun anaknya sudah rusak, di tambah lagi Zahra semakin gila menjalin hubungan istimewa dengan suami orang.Itu jauh lebih menjijikan, percuma bersekolah tinggi, jika tidak memiliki harga diri.Lagi pula tidak ada kebagian yang abadi dari hasil merebut milik orang lain.Pikiran kedua orang tuanya Zahra begitu kuno, dengan mudahnya percaya pada ucapan Ferdian yang hanya omong kosong bel
Akhirnya Zahra pun benar-benar menjalani rawat inap, setelah dokter spesialis kandungan mengatakan pada Ferdian akan keadaan Zahra.Tidak lagi dapat mengelak setelah Maya memaksanya untuk menuruti keinginan Ferdian sebagai seorang suami."Kamu mau minum?" Tanya Ferdian melihat bibir Zahra begitu kering."Enggak Dok," Zahra menolak, dirinya kini butuh istirahat.Namun, Dokter Nando terkejut mendengar panggilan Zahra barusan, dirinya yang sudah menikah tentu merasa aneh.Lagi pula orang-orang diluar sana pun akan bingung mendengarnya."Panggilan istri anda seperti kalian itu bukan suami istri saja," Dokter Nando pun terkekeh kecil. Kemudian lekas keluar dari ruangan, ada pekerjaan yang menunggunya.Ferdian beralih menatap Zahra, melihat wajah istrinya itu dengan cukup lama."Jangan panggil aku Dok, kita bukan dua orang asing!""Siapa bilang? Kita itu asing! Anda saja yang merasa kita dekat, dasar sok kenal!" Ketus Zahra.Setelah itu menutup wajahnya dengan selimut, sebab kepalanya masih
Setelah memastikan bahwa Zahra sudah lebih baik, Kinanti dan Adam pun berpamitan pulang.Mereka akan kembali esok hari, agar Zahra bisa beristirahat dan segera pulih.Setelah Kinanti dan Adam pulang, Zahra pun terlelap.Terbangun di saat hari sudah sore, dan melihat Ferdian sudah terlelap di kursi sambil menelungkupkan kepalanya pada sisi brankar yang menjadi tempat Zahra berbaring.Sejenak Zahra terdiam menatapnya, melihat Ferdian selalu sabar menghadapinya membuat hati Zahra terketuk.Mungkinkah dirinya terlalu kasar, tapi masalahnya adalah, Ferdian yang menjebaknya masuk dalam pernikahan ini.Sulit sekali untuk memaafkan nya, bagaimana pun pernikahan adalah masa depan.Lantas bagaimana juga dengan Galang yang ternyata suami orang?"Sial, aku pikir aku diduakan, ternyata aku yang kedua," gumam Zahra kesal mengingat wajah Galang yang tiba-tiba muncul di benak nya.Ingin rasanya Zahra meremas wajah pria itu, belum lagi Zahra berusaha bersusah payah untuk bisa bertemu Galang tanpa sepe
Dua hari berlalu, sampai akhirnya hari ini di perbolehkan untuk pulang.Ferdian masih setia mendampinginya, tidak perduli pada mulut Zahra yang terus saja mengomel tanpa jeda."Makan dulu, abis ini kita pulang," Ferdian mencoba untuk menyuapi Zahra.Tapi Zahra menolak, dirinya memilih makan dengan tangan sendiri.Kini dirinya sudah lebih baik, jadi tidak perlu merepotan orang lain.Namun, saat menarik paksa piring dari tangan Ferdian tanpa sengaja malah menumpahkan isinya hingga mengenainya.Baru saja pakaiannya di ganti kini sudah kotor lagi.Dengan perlahan Ferdian meletakan piring pada meja, mengambil baju bersih lagi untuk Zahra.Zahra hanya diam saja, saat Ferdian membantunya untuk memakaikan pakaian.Selama beberapa hari ini Ferdian terus saja merawat dirinya, sekalipun dirinya terus mengomel.Zahra menyadari kini, walaupun hanya dalam hati."Aku pesan makan yang baru," Ferdian memanggil seorang perawat lelaki, meminta bantuan untuk membeli makanan yang baru, di restoran yang be