Dua hari berlalu, sampai akhirnya hari ini di perbolehkan untuk pulang.Ferdian masih setia mendampinginya, tidak perduli pada mulut Zahra yang terus saja mengomel tanpa jeda."Makan dulu, abis ini kita pulang," Ferdian mencoba untuk menyuapi Zahra.Tapi Zahra menolak, dirinya memilih makan dengan tangan sendiri.Kini dirinya sudah lebih baik, jadi tidak perlu merepotan orang lain.Namun, saat menarik paksa piring dari tangan Ferdian tanpa sengaja malah menumpahkan isinya hingga mengenainya.Baru saja pakaiannya di ganti kini sudah kotor lagi.Dengan perlahan Ferdian meletakan piring pada meja, mengambil baju bersih lagi untuk Zahra.Zahra hanya diam saja, saat Ferdian membantunya untuk memakaikan pakaian.Selama beberapa hari ini Ferdian terus saja merawat dirinya, sekalipun dirinya terus mengomel.Zahra menyadari kini, walaupun hanya dalam hati."Aku pesan makan yang baru," Ferdian memanggil seorang perawat lelaki, meminta bantuan untuk membeli makanan yang baru, di restoran yang be
"Mau aku gendong," bisik Ferdian.Zahra pun tersentak, seketika melihat sekitarnya. Ternyata terlalu lama berkhayal membuat perjalanan menuju rumah terasa lebih cepat."Kamu mikirin apa?" Tanya Ferdian melihat Zahra begitu terkejut saat dirinya bersuara.Tampaknya ada sesuatu yang dipikirkan, sehingga ketika sampai di rumah pun tidak menyadari sama sekali."Mikirin anda!" Ketus Zahra.Ferdian tersenyum bahagia mendengar jawaban Zahra.Lupakan harga dirinya, Ferdian pun memasang wajah super percaya diri."Akhirnya kamu sadar, aku sangat pintar sehingga pantas untuk dipikirkan."Zahra pun ingin muntah saat itu juga."Aku mikirnya kenapa dapat suami gila!" Zahra tersenyum mengejek.Senyum Ferdian hilang seketika itu juga, baru saja dirinya begitu bahagia walaupun hanya dipikirkan saja oleh Zahra."Aku gila karena mu!" Papar Ferdian."Ya dong, secara aku cantik," Zahra tersenyum centil seakan membanggakan diri, "jangankan kamu suami orang saja tergila-gila pada ku!" Ucap Zahra penuh kekes
"Saya nggak jual, saya sudah di perlakukan seperti maling dan waktu saya juga sudah di rugikan!" Kata wanita itu penuh kemarahan."Rp.100.000.000!" Tawar Ferdian.Semuanya terdiam, tercengang mendengar penawaran tersebut."Dok, saya-" Zahra terdiam saat Ferdian mengangkat tangannya meminta untuk diam."Rp.150.000.000 apa masih kurang?" Tanya Ferdian lagi pada wanita yang masih dalam keterkejutan.Sepanjang perjalanan pulang Zahra hanya diam saja, sepeda motornya memang sudah kembali tetapi cara Febrian membelinya sangat tidak masuk akal.150.000.000 hanya untuk sebuah motor yang bahkan sangat jauh dari harga sebenarnya."Kenapa menangis?" Ferdian pun menepikan mobilnya, menatap serius Zahra sambil bertanya.Zahra mengusap wajahnya, kemudian membalas tatapan Ferdian."Saya bingung bagaimana cara membayar hutang pada Dokter, gaji saya kecil, belum lagi saya masih butuh uang jika pengobatan bapak harus berlanjut," jelas Zahra sambil terus mengusap air mata hingga beberapa kali."Kamu mau
"Kok ke sini?" Zahra."Kita tinggal di sini saja, sampai rumah kita selesai di renovasi.""Rumah?" Zahra tidak tahu sama sekali. Zahra memang tidak mengetahui apapun tentang Ferdian, selain dari profesi sebagai seorang dokter ahli jiwa.Aneh. Tetapi, begitu adanya.Ferdian mengangguk, kemudian mendekati Zahra yang masih duduk di sampingnya.Zahra pun mendadak menegang.Apa Ferdian akan menciumnya?Melanjutkan apa yang terjadi saat di perjalanan tadi?Zahra pun menutup matanya, dengan meneguk saliva beberapa kali.Sampai akhirnya tidak ada yang terasa sama sekali."Kamu kenapa?" Tanya Ferdian.Zahra pun membuka mata dengan peluh yang bercucuran."Ak-Aku?" Zahra mendadak gagu dengan napas yang naik turun.Bisa tidak untuk tenang tanpa ada rasa tidak nyaman, kenapa dengan keadaan ini."Sudahlah, ayo turun. Aku sudah melepas sabuk pengaman mu," Ferdian pun kemudian turun."Sabuk pengaman?" Gumam Zahra.Zahra pun akhirnya menyadari kebodohannya, saat dirinya berpikir Ferdian akan menciumn
"Dulu kamu kenapa?" Suara Ferdian terdengar parau, bertanya dengan nada rendah agar Zahra tidak tegang.Ada hal yang lebih sakit sebenarnya, yaitu menangis tanpa air mata.Jika bisa memohon Zahra akan melakukannya asalkan Ferdian melepaskannya, dirinya yang belum pernah berada di situasi ini benar-benar merasa tidak nyaman.Duduk dipangkuan lelaki terasa menegangkan.Selama ini dirinya memang memiliki kekasih, namun tidak lebih dari sekedar berpegangan tangan saat bertemu.Bahkan beberapa mantannya memutuskan pergi karena dirinya menolak untuk di cium, apa lagi sampai pada ranjang.Dirinya di anggap kampungan, dan tidak benar-benar mencintai kekasihnya karena tidak bisa memberikan tubuhnya sebagai bukti.Dan kali ini berbeda di atas pangkuan seorang lelaki, sekalipun sudah menikah masih saja terasa aneh.Bisakah setelah malam-malam itu Zahra masih menganggap mereka adalah dua orang asing?"Dok, dulu itu saya di bayar. Dan Kinanti yang membayarnya!" Zahra tidak ingin di salahkan sendiri
"Tidak ada yang seperti mu, hanya kamu yang mampu membuat ku hampir gila karena selalu membayangkan wajah mu!"Ferdian mengusap air mata Zahra, mencium kedua mata dengan bergantian.Andai saja tahu seperti apa dirinya tanpa Zahra sebelumnya, hingga memutuskan untuk menikahi dengan cara licik.Flashback on.Malam-malam berlalu begitu gelisah, rasanya menunggu pagi pun cukup lama.Sebab saat pajar menampakkan wajahnya, artinya akan melihat wajah Zahra.Wajah indah di hiasi oleh senyuman menawan, membuat hati bergetar hebat tanpa jeda.Bertemu di rumah sakit dan selalu menggoda tanpa hentinya.Memeluk lengannya, sehingga tanpa sadar membuat nya kian merasa panas dingin.Malam-malam selanjutnya pun sama, duduk di balkon menatap cahaya rembulan yang menerangi malam.Sayangnya rembulan pun terlalu redup dimatanya, wajah Zahra kembali terlukis di langit yang gelap seakan menatapnya dengan senyuman sejuta cahaya penerang.Tersenyum dengan menggoda, penuh dengan siksa, karena itu hanya bayanga
Zahra pun terbangun dari tidurnya, ternyata hari sudah mulai gelap. Zahra pun mencoba untuk bangkit dari ranjang, kemudian segera menuju kamar mandi untuk mencuci wajah agar lebih segar.Setelah keluar dari kamar mandi Zahra pun mendengar suara ponselnya, ternyata yang menghubungi adalah Maya."Halo, Bu," Zahra pun duduk di sofa, sambil menjawab panggilan telpon dari Maya."Operasi Bapak kamu berjalan lancar, tolong bilang terima kasih pada suami mu. Dia sudah membayar biaya operasinya, sampai akhirnya Bapak bisa di operasi," papar Maya dari balik sambungan telepon seluler.Zahra terkejut mendengarnya, bahkan dirinya tidak tahu sama sekali.Baik perihal operasi Kumar maupun soal biaya."Zahra, kamu masih mendengar Ibu, 'kan?" Maya yang tidak mendengar suara Zahra pun bertanya, mungkinkah panggilan sudah terputus."I-iya Bu, Zah-Zahra masih dengar," suara Zahra terbanta-banta, dirinya masih kebingungan. Sehingga sulit untuk berkata-kata."Sekali lagi, tolong katakan pada suami mu. Ibu
Zahra tersenyum dan tetap menelan nasi goreng yang katanya enak itu, bibirnya menahan senyumnya melihat exspresi wajah Ferdian yang sebelumnya begitu percaya diri, tetapi kini mendadak kecut."Asin," keluh Ferdian dan meneguk mineral sebanyak-banyaknya agar menghilangkan rasa asin pada lidahnya.Tak lupa tangannya yang menggaruk kepala yang mendadak gatal karena nasi goreng spesial buatan tangannya.Zahra tersenyum tetapi tangannya mengambil mineral dan ikut meneguknya.Ferdian masih saja menggaruk kepalanya, merasa malu tapi juga lucu."Maaf ya, aku hanya mencoba untuk membuat mu bahagia. Tapi, ternyata," Ferdian menunjukan exspresi wajah murung, sambil mengangkat kedua bahunya.Pada dasarnya tidak pandai dalam urusan memasak, jadi itulah hasilnya.Sedangkan Zahra lagi-lagi tersenyum melihatnya, dirinya sendiri mulai merasa, ternyata Ferdian begitu tulus.Mencoba walaupun tidak berhasil bukanlah hal yang buruk, tetapi suatu nilai positif yang harus di hargai.Ya, Zahra sangat menghar