"Ada Apa, Sayang? Kenapa diam saja? Apa ada masalah dengan kedua orang tuamu?" Indra mengangkat kepalanya hendak melihat wajah Aina. "Aku nggak tau dimana Papiku sekarang, Om. Setelah perusahaan kami bangkrut, Papi memilih meninggalkan Aku dan Mami, lalu pergi bersama wanita pengusaha yang usianya lebih muda dari Mami." Aina memutuskan menceritakan semuanya pada Indra. Saat ini ia sudah merasa nyaman mencurahkan isi hatinya serta masalahnya dengan pria paruh baya itu. Indra merasa iba pada Aina. Ia memeluk Aina semakin erat dan menciumi puncak kepala wanita itu. "Baiklah. Kita akan cari Papimu. Aku sudah tak sabar ingin menjadikan kamu sebagai istriku." "A-apaa? Cari papi?" Aina tersentak. Ia tak mungkin mengatakan bahwa papinya sebenarnya adalah kekasih Anita. Indra mengangguk. "Kalau Mami kamu di mana?" "Mami ada di luar kota. Terpaksa numpang sama saudara, Om. Karena di sini kami sudah tidak punya apa-apa lagi. Perusahaan bangkrut, Rumah disita, mobil disita." Wajah Aina san
"Mana laporan keuangan yang aku minta?" Anita dan teguh tersentak dan langsung menoleh ke pintu saat tiba-tiba mendengar suara pintu dibuka dan ada suara Indra di sana. Untung saja mereka hanya sedang berdiskusi, namun posisi mereka begitu dekat. Indra sama sekali tidak merasa cemburu. Justru ia sedang mencari alasan agar bisa menceraikan Anita. Namun menurutnya kini belum saatnya. Ia masih mencari bukti yang akurat. "Segera letakkan laporan itu di mejaku!" Indra memutar tubuhnya kemudian melangkah ke ruangannya.. "Sialan! Selama ini mereka telah menipuku! Menurut Rein, perusahaan ini mendapatkan keuntungan ratusan juta hingga milyaran setiap bulannya. Namun mereka menyembunyikan semua itu dariku." Indra menggerutu dalam hati. Sampai diruangannnya, Indra berpikir bagaimana agar Teguh mau menikahkannya? Apa sebaiknya ia pura-pura tidak tau saja sebelum berhasil menikahi Aina? Lalu bagaimana dengan Anita? Kepala Indra seakan ingin pecah. Ia akan membicarakan hal ini dengan Aina nan
"Mas Teguh, tolong bantu Aku!" Anita tiba-tiba langsung masuk ke ruangan Teguh. "Ada apa, Sayang?" Teguh mengunci pintu dan langsung menarik Anita ke dalam pelukannya. Sejak Indra berada di kantor itu, waktunya bersama Anita lebih sedikit. Ia sangat merindukan Anita. Tanpa menunggu lama, pria paruh baya itu langsung melumat bibir Anita dengan rakus. Anita yang sedang kesal dengan Indra melampiaskan kekesalannya dengan menerima permainan Teguh. Pria itu semakin beringas. Hasratnya yang telah lama tidak tersalurkan kini ia lampiaskan. Kedatangan Anita ke ruangannya untuk minta tolong padanya ia manfaatkan. Anita tak kuasa menolak. Sepasang manusia itu melakukannya dengan tergesa-gesa di ruangan yang tak begitu besar itu. Merekapun melakukam penyatuan dalam posisi berdiri. Karena di ruangan Teguh tidak ada sofa empuk seperti yang ada di ruangan CEO, tempat favorite mereka dulu jika hendak saling bercumbu. "Tadi kamu mau minta tolong apa?" tanya Teguh masih dengan napas tersengal. Ia
"Mas Teguh, apa kamu sudah dapat informasi tentang wanita yang sedang dekat dengan Indra itu?" Teguh terkejut karena Anita tiba-tiba saja masuk ke dalam ruangannya tanpa mengetuk. " Hmmm ... su-sudah. Tapi ... Aku baru dapat informasi tempat tinggal Indra yang sekarang." "Dimana, Mas? Kirimkan Aku alamatnya!" Anita terlihat tak sabar dan geram. "Memangnya apa yang akan kamu lakukan, Anita?" Teguh nampak khawatir jika Anita melakukan hal yang membahayakan bagi putrinya. "Lihat saja nanti!" geram Anita dengan wajah emosi. "Anita, apa kamu cemburu? Apa kamu masih mencintai Indra?" Teguh terlihat kesal. Anita kelagapan saat mendengar pertanyaan Teguh. Ia akui, Indra kini jauh berbeda. Tampak jauh lebih muda dan tampan. Sikapnya yang dingin pada Anita justru membuat wanita itu semakin penasaran. Rasa cinta yang sempat hilang, kini kembali ia rasakan. Apalagi ketika ia bercinta dengan Indra beberapa waktu lalu di rumahnya. Indra semakin pandai membuatnya kewalahan. "Anita, kenapa
"Nikahkan Aku dengan putrimu-Aina!" "A-apaa?" Betapa terkejutnya Teguh saat mendengar permintaan Indra. Ia tidak menduga sama sekali bahwa Indra sudah tahu bahwa ia adalah Ayah dari Aina. "Kamu telah menelantarkan Aina dan maminya hingga mereka menderita. Sekarang, biarkan Aku yang akan mengurus mereka." Teguh ternganga bercampur malu mendengar perkataan Indra. Dirinya memang bukan suami dan ayah yang baik. Dirinya bukan pria yang bertanggung jawab. "Bagaimana?" tanya Indra lagi. Teguh masih diam. Sebenarnya hal ini sangat menguntungkan baginya. Ia tidak akan dipecat. Sementara Ia akan lebih leluasa berhubungan dengan Anita. "B-bagaimana dengan Anita?" tanya Teguh gugup. "Ternyata benar, kamu lebih mengkhawatirkan Anita dari pada istri dan anakmu sendiri. Dasar bajingan!" Indra tertawa sumbang seraya menatap sinis pada Teguh. Papi Aina itu tertunduk. Ia malu dengam perbuatannya sendiri. "Anita akan segera Aku ceraikan. Tapi nanti, setelah Aku dan Aina menikah. Aku tidak mau i
"Selamat datang, Rein!" Indra menyambut Rein dengan senang hati. Wajahnya berseri-seri. Suatu kehormatan baginya, Rein mau datang ke kantornya. "Duduklah. Sebentar lagi Aku akan perkenalkan Kamu dengan semua manager dan kepala divisi perusahaanku." Indra mempersilakan Rein duduk di sofa dan meraih dua kaleng soft drink dari lemari pendingin yang ada di ruangan itu, lalu diletakkan di meja. "Silakan minum, Rein!" "Terimakasih Pak Indra. Oh ya, Aku tidak menyangka Pak Teguh ada di kantor ini. Apa dia bekerja di sini?" Rein menjatuhkan tubuhnya yang tinggi tegap itu di sofa, lalu meraih satu kaleng soft drink di meja.. Indra terkejut. "Kamu kenal denganTeguh?" tanyanya sambil mengerutkan dahi "Tidak begitu dekat. Namun dia dulu pernah menjalin bisnis dengan Ayahku. Perusahaan Teguh cukup besar, namun Aku dengar kabar, perusahaan itu bangkrut karena proyeknya tertipu." Indra mengangguk-angguk.. Tak lama kemudian Indra menghubungi Anita agar mengumpulkan semua managwr dan kepala d
"Kita akan menikah besok. Kamu siap-siap ya, Sayang!" Indra baru saja tiba di apartemennya dan tidak sabar memberi tahukan berita bahagia itu pada Aina. "A-paaa? Besok? Kok mendadak, Om? Mamiku gimana?" tanya Aina panik. "Malam ini juga belikan tiket untuk Mami kamu. Minta Mami berangkat besok dengan pesawat paling pagi. Kita akan menikah siang, di apartemen ini." Aina tercengang dan masih terkejut dengan ucapan Indra. "Kita menikah di apartemen ini saja, Om?" Wajah Aina nampak kecewa. Indra melihat wajah calon istrinya yang berubah murung dan sedih. Perlahan ia mendekati Aina dan membawa Aina ke dalam dekapannya. "Maafin Aku, Sayang! Bukannya Aku tak mau merayakan pernikahan kita selayaknya sebuah pernikahan pada umumnya. Tapi, selama Anita masih berstatus jadi istriku, Aku khawatir dia akan membuat kekacauan di pernikahan kita nanti." Indra berbisik sambil mendekapkan kepala Aina ke dadanya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin kita segera sah. Aku khawatir jika kita selalu b
"Ainaaa ...!" "Mamiii ...!" Aina yang masih dirias terpekik melihat Maminya yang tina-tiba muncul di pintu kamar. Wajahnya bahagia campur haru. Aina bangkit dan langsung menghambur ke pelukan Maminya. Mereka berpelukan sangat erat. Aina tak sanggup menahan haru hingga air matanya menetes. Namun hatinya nyeri melihat Maminya yang terlihat kurus dan nampak semakin tua. Aina mengurai pelukan dan memandang Maminya dari atas ke bawah. "Mami sakit? Kok Mami kurusan dan kelihatan pucat?" Yulia tersenyum sambil menggeleng. "Nggak Aina, Mami baik-baik aja. Mana suamimu?" Yulia mengedarkan pandangannya.. Indra yang berada di sisi lain ruangan itu tersenyum sambil sedikit membungkuk saat bertemu mata dengan Yulia. Sejak tadi ia memperhatikan suasana haru antara ibu dan anak itu. "Ini Om Indra Mi, yang semalam Aina ceritain." Yulia tercengang melihat Indra. Aina sudah cerita kalau Indra seumuran dengan papinya. Aina juga bilang kalau Indra adalah suami dari wanita yang dekat dengan papin