"Mas Teguh, apa kamu sudah dapat informasi tentang wanita yang sedang dekat dengan Indra itu?" Teguh terkejut karena Anita tiba-tiba saja masuk ke dalam ruangannya tanpa mengetuk. " Hmmm ... su-sudah. Tapi ... Aku baru dapat informasi tempat tinggal Indra yang sekarang." "Dimana, Mas? Kirimkan Aku alamatnya!" Anita terlihat tak sabar dan geram. "Memangnya apa yang akan kamu lakukan, Anita?" Teguh nampak khawatir jika Anita melakukan hal yang membahayakan bagi putrinya. "Lihat saja nanti!" geram Anita dengan wajah emosi. "Anita, apa kamu cemburu? Apa kamu masih mencintai Indra?" Teguh terlihat kesal. Anita kelagapan saat mendengar pertanyaan Teguh. Ia akui, Indra kini jauh berbeda. Tampak jauh lebih muda dan tampan. Sikapnya yang dingin pada Anita justru membuat wanita itu semakin penasaran. Rasa cinta yang sempat hilang, kini kembali ia rasakan. Apalagi ketika ia bercinta dengan Indra beberapa waktu lalu di rumahnya. Indra semakin pandai membuatnya kewalahan. "Anita, kenapa
"Nikahkan Aku dengan putrimu-Aina!" "A-apaa?" Betapa terkejutnya Teguh saat mendengar permintaan Indra. Ia tidak menduga sama sekali bahwa Indra sudah tahu bahwa ia adalah Ayah dari Aina. "Kamu telah menelantarkan Aina dan maminya hingga mereka menderita. Sekarang, biarkan Aku yang akan mengurus mereka." Teguh ternganga bercampur malu mendengar perkataan Indra. Dirinya memang bukan suami dan ayah yang baik. Dirinya bukan pria yang bertanggung jawab. "Bagaimana?" tanya Indra lagi. Teguh masih diam. Sebenarnya hal ini sangat menguntungkan baginya. Ia tidak akan dipecat. Sementara Ia akan lebih leluasa berhubungan dengan Anita. "B-bagaimana dengan Anita?" tanya Teguh gugup. "Ternyata benar, kamu lebih mengkhawatirkan Anita dari pada istri dan anakmu sendiri. Dasar bajingan!" Indra tertawa sumbang seraya menatap sinis pada Teguh. Papi Aina itu tertunduk. Ia malu dengam perbuatannya sendiri. "Anita akan segera Aku ceraikan. Tapi nanti, setelah Aku dan Aina menikah. Aku tidak mau i
"Selamat datang, Rein!" Indra menyambut Rein dengan senang hati. Wajahnya berseri-seri. Suatu kehormatan baginya, Rein mau datang ke kantornya. "Duduklah. Sebentar lagi Aku akan perkenalkan Kamu dengan semua manager dan kepala divisi perusahaanku." Indra mempersilakan Rein duduk di sofa dan meraih dua kaleng soft drink dari lemari pendingin yang ada di ruangan itu, lalu diletakkan di meja. "Silakan minum, Rein!" "Terimakasih Pak Indra. Oh ya, Aku tidak menyangka Pak Teguh ada di kantor ini. Apa dia bekerja di sini?" Rein menjatuhkan tubuhnya yang tinggi tegap itu di sofa, lalu meraih satu kaleng soft drink di meja.. Indra terkejut. "Kamu kenal denganTeguh?" tanyanya sambil mengerutkan dahi "Tidak begitu dekat. Namun dia dulu pernah menjalin bisnis dengan Ayahku. Perusahaan Teguh cukup besar, namun Aku dengar kabar, perusahaan itu bangkrut karena proyeknya tertipu." Indra mengangguk-angguk.. Tak lama kemudian Indra menghubungi Anita agar mengumpulkan semua managwr dan kepala d
"Kita akan menikah besok. Kamu siap-siap ya, Sayang!" Indra baru saja tiba di apartemennya dan tidak sabar memberi tahukan berita bahagia itu pada Aina. "A-paaa? Besok? Kok mendadak, Om? Mamiku gimana?" tanya Aina panik. "Malam ini juga belikan tiket untuk Mami kamu. Minta Mami berangkat besok dengan pesawat paling pagi. Kita akan menikah siang, di apartemen ini." Aina tercengang dan masih terkejut dengan ucapan Indra. "Kita menikah di apartemen ini saja, Om?" Wajah Aina nampak kecewa. Indra melihat wajah calon istrinya yang berubah murung dan sedih. Perlahan ia mendekati Aina dan membawa Aina ke dalam dekapannya. "Maafin Aku, Sayang! Bukannya Aku tak mau merayakan pernikahan kita selayaknya sebuah pernikahan pada umumnya. Tapi, selama Anita masih berstatus jadi istriku, Aku khawatir dia akan membuat kekacauan di pernikahan kita nanti." Indra berbisik sambil mendekapkan kepala Aina ke dadanya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin kita segera sah. Aku khawatir jika kita selalu b
"Ainaaa ...!" "Mamiii ...!" Aina yang masih dirias terpekik melihat Maminya yang tina-tiba muncul di pintu kamar. Wajahnya bahagia campur haru. Aina bangkit dan langsung menghambur ke pelukan Maminya. Mereka berpelukan sangat erat. Aina tak sanggup menahan haru hingga air matanya menetes. Namun hatinya nyeri melihat Maminya yang terlihat kurus dan nampak semakin tua. Aina mengurai pelukan dan memandang Maminya dari atas ke bawah. "Mami sakit? Kok Mami kurusan dan kelihatan pucat?" Yulia tersenyum sambil menggeleng. "Nggak Aina, Mami baik-baik aja. Mana suamimu?" Yulia mengedarkan pandangannya.. Indra yang berada di sisi lain ruangan itu tersenyum sambil sedikit membungkuk saat bertemu mata dengan Yulia. Sejak tadi ia memperhatikan suasana haru antara ibu dan anak itu. "Ini Om Indra Mi, yang semalam Aina ceritain." Yulia tercengang melihat Indra. Aina sudah cerita kalau Indra seumuran dengan papinya. Aina juga bilang kalau Indra adalah suami dari wanita yang dekat dengan papin
"Saya minta Kamu ke sini sekarang juga, atau Saya akan pecat Kamu!" Indra bicara lewat ponselnya dengan wajah gusar. Ia sampai tidak menyadari bahwa yang baru saja ia bentak adalah calon mertuanya. Aina mendekati Indra dan mengusap lembut tangan pria itu. "Maaf, Aku sudah bentak papi.Kamu!" Setelah menutup ponselnya, Indra menatap Aina dengan penuh rasa bersalah. "Biar saja. Laki-laki itu memang pantas dibentak. Dasar laki-laki tidak bertanggung jawab!" Yulia berbicara dengan nada geram. Wanita paruh baya itu ikut emosi. "Ada masalah, Pak Indra?" tanya Rein. Indra menggeleng lemah.. "Katakan saja, Pak! Barangkali Aku bisa bantu," lanjut Rein lagi."Teguh sepertinya tidak punya nyali untuk datang ke sini," desis Indra. "Dia itu memang laki-laki pengecut!" Yulia lagi-lagi meluapkan emosinya. "Kita tunggu saja dulu. Aku yakin dia akan takut dengan ancamanku. Dia pasti takut dipecat," pinta Indra. Indra kembali merengkuh bahu Aina dan membawa calon istrinya itu duduk. Mereka sali
"Aku kangen banget!" ungkap Indra sambil memeluk istri barunya itu. Saat ini mereka sudah berada di dalam kamar. Indra mengecup lembut bibir Aina beberapa detik. Mereka memejamkan mata, merasakan sensasi yang berbeda. Kini mereka telah sah menjadi suami istri. Aina sudah halal bagi Indra. "Kita ganti baju dulu!" ajak Indra yang melihat betapa rumitnya pakaian yang dikenakan oleh Aina. Istri Indra itu terkikik. "Sabar ya, Om!" "Kamu kenapa masih panggil Aku Om? Aku ini suamimu sekarang!" protes Indra yang juga mulai membuka pakaiannya satu persatu. "Tapi aku lebih suka panggil Om. Aku berasa muda gitu," sahut Aina dengan senyum nakalnya. "Curang ya kamu. Aku jadi merasa tua terus." Indra pura-pura cemberut. "Tapi kalau kita punya anak panggilnya mama dan papa, ya!" pinta Indra. "Oke siap, Om!" sahut Aina bersemangat. Walaupun pernah divonis sulit untuk punya anak, entah kenapa Indra begitu yakin akan memiliki anak dari Aina. Dalam hatinya ia terus berdoa agar segera diberi ke
"Kayla!" Sontak Kayla dan Maira menoleh ke arah suara yang sangat mereka kenali. "Kayla Sayang!" Mata Kayla membelalak melihat Raka menghampirinya. Ia menoleh pada Maira. Tidak mungkin Raka tidak melihat Maira yang ada di dekatnya. Apa Raka akan mengakuinya sebagai istri? Maira tersenyum. Ia lega melihat Raka sudah memanggil Kayla dengan kata Sayang. Ia berharap Raka bisa berubah. "Maira, apa kabar?" Raka yang kini sudah berada di depan Maira dan Kayla, menyapa mantan istrinya itu. "Baik," sahut Maira menatap Raka dan Kayla secara bergantian dengan tersenyum. "Kalian mau makan siang? Silakan! Makan yang banyak ya Kay, biar kandunganmu sehat!" bisik Maira lagi. Raka sempat tersentak saat mendengar Maira mengetahui kehamilan Kayla. Raka menggamit jemari Kayla. Lagi-lagi kayla merasa heran. Apalagi di lobby sudah mulai banyak karyawan yang melewati mereka hendak keluar makan siang. "Makasih Maira. Aku ajak istriku dulu makan siang. Ayo, Sayang!" "Silakan. Hati-hati Kay! Jaga