"Nikahkan Aku dengan putrimu-Aina!" "A-apaa?" Betapa terkejutnya Teguh saat mendengar permintaan Indra. Ia tidak menduga sama sekali bahwa Indra sudah tahu bahwa ia adalah Ayah dari Aina. "Kamu telah menelantarkan Aina dan maminya hingga mereka menderita. Sekarang, biarkan Aku yang akan mengurus mereka." Teguh ternganga bercampur malu mendengar perkataan Indra. Dirinya memang bukan suami dan ayah yang baik. Dirinya bukan pria yang bertanggung jawab. "Bagaimana?" tanya Indra lagi. Teguh masih diam. Sebenarnya hal ini sangat menguntungkan baginya. Ia tidak akan dipecat. Sementara Ia akan lebih leluasa berhubungan dengan Anita. "B-bagaimana dengan Anita?" tanya Teguh gugup. "Ternyata benar, kamu lebih mengkhawatirkan Anita dari pada istri dan anakmu sendiri. Dasar bajingan!" Indra tertawa sumbang seraya menatap sinis pada Teguh. Papi Aina itu tertunduk. Ia malu dengam perbuatannya sendiri. "Anita akan segera Aku ceraikan. Tapi nanti, setelah Aku dan Aina menikah. Aku tidak mau i
"Selamat datang, Rein!" Indra menyambut Rein dengan senang hati. Wajahnya berseri-seri. Suatu kehormatan baginya, Rein mau datang ke kantornya. "Duduklah. Sebentar lagi Aku akan perkenalkan Kamu dengan semua manager dan kepala divisi perusahaanku." Indra mempersilakan Rein duduk di sofa dan meraih dua kaleng soft drink dari lemari pendingin yang ada di ruangan itu, lalu diletakkan di meja. "Silakan minum, Rein!" "Terimakasih Pak Indra. Oh ya, Aku tidak menyangka Pak Teguh ada di kantor ini. Apa dia bekerja di sini?" Rein menjatuhkan tubuhnya yang tinggi tegap itu di sofa, lalu meraih satu kaleng soft drink di meja.. Indra terkejut. "Kamu kenal denganTeguh?" tanyanya sambil mengerutkan dahi "Tidak begitu dekat. Namun dia dulu pernah menjalin bisnis dengan Ayahku. Perusahaan Teguh cukup besar, namun Aku dengar kabar, perusahaan itu bangkrut karena proyeknya tertipu." Indra mengangguk-angguk.. Tak lama kemudian Indra menghubungi Anita agar mengumpulkan semua managwr dan kepala d
"Kita akan menikah besok. Kamu siap-siap ya, Sayang!" Indra baru saja tiba di apartemennya dan tidak sabar memberi tahukan berita bahagia itu pada Aina. "A-paaa? Besok? Kok mendadak, Om? Mamiku gimana?" tanya Aina panik. "Malam ini juga belikan tiket untuk Mami kamu. Minta Mami berangkat besok dengan pesawat paling pagi. Kita akan menikah siang, di apartemen ini." Aina tercengang dan masih terkejut dengan ucapan Indra. "Kita menikah di apartemen ini saja, Om?" Wajah Aina nampak kecewa. Indra melihat wajah calon istrinya yang berubah murung dan sedih. Perlahan ia mendekati Aina dan membawa Aina ke dalam dekapannya. "Maafin Aku, Sayang! Bukannya Aku tak mau merayakan pernikahan kita selayaknya sebuah pernikahan pada umumnya. Tapi, selama Anita masih berstatus jadi istriku, Aku khawatir dia akan membuat kekacauan di pernikahan kita nanti." Indra berbisik sambil mendekapkan kepala Aina ke dadanya dengan penuh kasih sayang. "Aku ingin kita segera sah. Aku khawatir jika kita selalu b
"Ainaaa ...!" "Mamiii ...!" Aina yang masih dirias terpekik melihat Maminya yang tina-tiba muncul di pintu kamar. Wajahnya bahagia campur haru. Aina bangkit dan langsung menghambur ke pelukan Maminya. Mereka berpelukan sangat erat. Aina tak sanggup menahan haru hingga air matanya menetes. Namun hatinya nyeri melihat Maminya yang terlihat kurus dan nampak semakin tua. Aina mengurai pelukan dan memandang Maminya dari atas ke bawah. "Mami sakit? Kok Mami kurusan dan kelihatan pucat?" Yulia tersenyum sambil menggeleng. "Nggak Aina, Mami baik-baik aja. Mana suamimu?" Yulia mengedarkan pandangannya.. Indra yang berada di sisi lain ruangan itu tersenyum sambil sedikit membungkuk saat bertemu mata dengan Yulia. Sejak tadi ia memperhatikan suasana haru antara ibu dan anak itu. "Ini Om Indra Mi, yang semalam Aina ceritain." Yulia tercengang melihat Indra. Aina sudah cerita kalau Indra seumuran dengan papinya. Aina juga bilang kalau Indra adalah suami dari wanita yang dekat dengan papin
"Saya minta Kamu ke sini sekarang juga, atau Saya akan pecat Kamu!" Indra bicara lewat ponselnya dengan wajah gusar. Ia sampai tidak menyadari bahwa yang baru saja ia bentak adalah calon mertuanya. Aina mendekati Indra dan mengusap lembut tangan pria itu. "Maaf, Aku sudah bentak papi.Kamu!" Setelah menutup ponselnya, Indra menatap Aina dengan penuh rasa bersalah. "Biar saja. Laki-laki itu memang pantas dibentak. Dasar laki-laki tidak bertanggung jawab!" Yulia berbicara dengan nada geram. Wanita paruh baya itu ikut emosi. "Ada masalah, Pak Indra?" tanya Rein. Indra menggeleng lemah.. "Katakan saja, Pak! Barangkali Aku bisa bantu," lanjut Rein lagi."Teguh sepertinya tidak punya nyali untuk datang ke sini," desis Indra. "Dia itu memang laki-laki pengecut!" Yulia lagi-lagi meluapkan emosinya. "Kita tunggu saja dulu. Aku yakin dia akan takut dengan ancamanku. Dia pasti takut dipecat," pinta Indra. Indra kembali merengkuh bahu Aina dan membawa calon istrinya itu duduk. Mereka sali
"Aku kangen banget!" ungkap Indra sambil memeluk istri barunya itu. Saat ini mereka sudah berada di dalam kamar. Indra mengecup lembut bibir Aina beberapa detik. Mereka memejamkan mata, merasakan sensasi yang berbeda. Kini mereka telah sah menjadi suami istri. Aina sudah halal bagi Indra. "Kita ganti baju dulu!" ajak Indra yang melihat betapa rumitnya pakaian yang dikenakan oleh Aina. Istri Indra itu terkikik. "Sabar ya, Om!" "Kamu kenapa masih panggil Aku Om? Aku ini suamimu sekarang!" protes Indra yang juga mulai membuka pakaiannya satu persatu. "Tapi aku lebih suka panggil Om. Aku berasa muda gitu," sahut Aina dengan senyum nakalnya. "Curang ya kamu. Aku jadi merasa tua terus." Indra pura-pura cemberut. "Tapi kalau kita punya anak panggilnya mama dan papa, ya!" pinta Indra. "Oke siap, Om!" sahut Aina bersemangat. Walaupun pernah divonis sulit untuk punya anak, entah kenapa Indra begitu yakin akan memiliki anak dari Aina. Dalam hatinya ia terus berdoa agar segera diberi ke
"Kayla!" Sontak Kayla dan Maira menoleh ke arah suara yang sangat mereka kenali. "Kayla Sayang!" Mata Kayla membelalak melihat Raka menghampirinya. Ia menoleh pada Maira. Tidak mungkin Raka tidak melihat Maira yang ada di dekatnya. Apa Raka akan mengakuinya sebagai istri? Maira tersenyum. Ia lega melihat Raka sudah memanggil Kayla dengan kata Sayang. Ia berharap Raka bisa berubah. "Maira, apa kabar?" Raka yang kini sudah berada di depan Maira dan Kayla, menyapa mantan istrinya itu. "Baik," sahut Maira menatap Raka dan Kayla secara bergantian dengan tersenyum. "Kalian mau makan siang? Silakan! Makan yang banyak ya Kay, biar kandunganmu sehat!" bisik Maira lagi. Raka sempat tersentak saat mendengar Maira mengetahui kehamilan Kayla. Raka menggamit jemari Kayla. Lagi-lagi kayla merasa heran. Apalagi di lobby sudah mulai banyak karyawan yang melewati mereka hendak keluar makan siang. "Makasih Maira. Aku ajak istriku dulu makan siang. Ayo, Sayang!" "Silakan. Hati-hati Kay! Jaga
"Kenapa senyum-senyum, Sayang?'" Raka melirik Kayla yang sudah duduk di sebelahnya "Mas Raka nggak malu sama karyawan di sana tadi? Bukankah mereka semua kenal sama Mas?" Raka menghampas napas kasar. Lalu mengusap lembut kepala Kayla. "Maafin Aku! Kemarin-kemarin Aku ini mungkin terlalu egois. Aku tidak memikirkan perasaanmu.Sekarang Aku baru sadar. Cuma kamu yang Aku cintai. Kamu segala-galanya untukku. Jadi, kenapa Aku harus malu mengakui bahwa Kamu adalah istriku?" Wajah Raka nampak penuh penyesalan. Air mata Kayla sontak mengalir di kedua pipinya. Ia sangat terbaru. "Justru Aku bangga punya istri yang luar biasa sabar seperti Kamu, Kayla." bisik Raka yang sempat mencuri ciuman pada pipi istrinya saat berhenti di lampu merah. "Maafin Aku ya, Sayang!" Raka kembali mengusap kepala Kayla yang tertutup hijab. Kayla mengangguk sambil tersenyum. Namun air mata haru itu belum juga berhenti mengalir. "Kamu mau makan apa? Mungkin kamu lagi ngidam sesuatu?" Mendengar pertanyaan Ra
Hai, Pembacaku. Terimakasih sudah membaca Istri Dekilku Anak Sultan hingga tamat.Mau tau kisah Maira selanjutnya? Langsung aja baca cerita baru aku yang berjudul :Istri yang Tak Kau Percaya Ternyata Kaya Raya"Dengan wajah sok polosmu itu kamu berbohong kalau kamu masih suci! Padahal saat menikah denganku, kamu sudah tidak perawan!”Kehidupan rumah tangga Analea terasa dingin karena Hamid, suaminya, salah paham dan menuduh Analea tidak suci lagi, karena Analea tidak "berdarah" di malam pertama mereka. Ditambah lagi asal usul Analea dianggap tidak jelas dan kurang bermartabat karena merupakan anak angkat dari mantan wanita malam.Hingga akhirnya Analea menemukan suaminya tidur bersama wanita lain."Aku ingin bercerai!" Tak lagi bisa percaya pada Hamid, Analea menggugat. "Kalau tidak, aku akan sebarkan berita ini di kantormu.""Memangnya orang akan percaya padamu? Semua juga tahu dari mana asalmu! Mereka pasti lebih percaya padaku." Si suami peselingkuh enggan melepaskan Analea yang
Setahun kemudian. "Ayo turun, Sayang! Kita sudah sampai." Paul membantu Syafa keluar dari mobil. Wanita itu kesulitan keluar karena perutnya yang sudah sangar besar. "Jangan lahir dulu, Nak. Biarkan Ibumu ini merasakan seperti apa wisuda itu." lirih Syafa seraya mengelus perutnya dengan lembut. Paul membimbing istrinya turun dari mobil dengan sangat hati-hati. Penampilan Syafa kini berbeda. Morine merancang kebaya panjang hingga semata kaki yang sangat pas untuk Syafa yang sedang hamil tua. Paul menggandeng Syafa menuju sebuah gedung pertemuan yang cukup berkelas di kota Jakarta. "Pelan-pelan jalannya. Jangan terlalu gagah!" bisik Paul yang terlihat tampan dengan stelan jas hitamnya. Pria bule itu melangkah dengan bangga mendampingi sang istri yang baru saja meraih gelar sarjananya. Beberapa bulan belakangan ini Syafa berjuang dalam keadaan perut besar demi menyelesaikan kuliahnya sebelum bayinya lahir. Dua target dalam hidupnya yang mampu ia capai dalam waktu bersamaan. Yaitu me
Berita tentang Syafa ada hubungan dengan pejabat bernama Boy Azka yang dihubungkan dengan artis lawas bernama Kirana memang sempat memanas di masyarakat dan media sosial. Namun hal itu perlahan hilang dari media. Tentu saja ini adalah hasil kerja beberapa anak buah Boy Azka. Ternyata dalam hal ini, dengan uang segalanya akan menjadi mudah. Tak ada lagi media yang mengekspos berita tersebut. Sejak kejadin itu Boy Azka mulai hati-hati. Ia tak lagi berani bertemu Syafa di tempat umum, walaupun secara sembunyi-sembunyi. Sebagai gantinya, setiap sebulan sekali Syafa akan menginap di rumah Boy Azka bersama Paul. Hubungan keluarga mereka sudah sangat harmonis. Lintang yang tadinya memperlihatkan rasa tidak sukanya pada Syafa, justru kini sangat perhatian pada adik tirinya itu. Bahkan kadang membuat Paul cemburu karena Syafa begitu dekat dengan kedua kakak lelakinya. "Kak, hari ini acara syukuran Bapak dan Ibu pulang dari Haji. Kita ke sana, yuk!" Syafa bergelayut manja pada suaminya yang
"Dia tampan sekali seperti Kamu, Mas." Anita memandang takjub pada bayi laki-laki yang menggeliat di dalam box bayi milik rumah sakit itu. "Ya, dia yang akan menggantikan kita nanti di perusahaan. Dia akan menjadi pebisnis handal," lirih Indra tanpa senyum. Perasaan pria itu masih belum tenang karena ibu dari sang bayi tersebut masih belum.sadar. "Semoga ibumu segera bangun, Nak!" parau suara Indra menahan sedih. Dokter bilang Aina kelihangan banyak darah ketika melahirkan tadi. Saat ini istri mudanya itu sedang ditangani oleh dokter ahli. "Sabar, Mas. Kita doakan saja semoga Aina segera sadar." Anita membelai pelan punggung suaminya. Dadanya sesak melihat Indra memandang bayinya dengan tatapan sedih. "Anita, jika terjadi sesuatu pada Aina, apakah Kamu mau merawat anak ini?" "Astaghfirullah, Mas. Ayo optimis, dong, Mas! Aina pasti akan sembuh. Aku pasti akan membantu Aina merawat dan menyayangi bayi ini sepenuh hati." Anita memandang gemas bayi merah yang berwajah tampan itu. M
"Om Indraaa ...! Aduh, sakit, Om ...! Om Indraaa ...!" Aina berteriak sambil memegang perutnya yang sudah semakin besar. Ia terduduk lemas di ranjang kamarnya. Suaranya terdengar hingga keluar karena pintu kamar yang sengaja ia buka sejak tadi. Indra yang sedang berada di ruang kerjanya bersama Anita tergopoh-gopoh menghampiri istri mudanya. Anita pun mengikuti dari belakang dengan panik. "Kenapa Aina? Apa Kamu mau melahirkan?" cecar Indra bingung. Pria paruh baya itu berjalan mondar mandir di depan Aina, entah apa yang harus ia lakukan melihat wajah pucat Aina. Keringat dingin membasahi wajah istrinya itu. "Aduh, Om. Sakit sekalii. Aku nggak tahan ...!"Aina terus merintih. Tubuhnya bergetar hebat menahan sakit. "Maas, cepetan siapin mobil! Kita bawa Aina ke rumah sakit, segera!" teriak Anita yang juga sibuk kesana-kemari di kamar Aina seperti sedang mencari sesuatu "Mbaaak, Mbaaak, ini ART pada kemana, sih?" Anita masih berteriak memanggil para ARTnya. "Ya, Bu. Ada apa?" seora
"Tolong cepat, Pak!" Rein menepuk pelan bahu sang supir yang melajukan mobil ke Bandar Udara International Kuala Lumpur. Supir itu mengangguk. Berkali-kali Rein menoleh pada jam tangannya. Ia tak ingin terlambat ikut penerbangan pagi itu. Semalam, setelah menerima panggilan dari Yuda, Rein merenung. Awalnya ia berpikir Yuda tidak serius. Bagaimana mungkin Maira bisa hamil, sementara ia sudah divonis oleh dokter akan sulit untuk memiliki keturunan? Lalu ia ingat kata-kata Maira yang mengatakan, tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Sulit untuk punya keturunan, bukan berarti tidak bisa. Sempat terlintas di benaknya hal negatif tentang Maira. Jangan-jangan itu bukan anaknya? Namun dugaan itu segera ia tepis, karena ia sangat percaya Maira adalah seorang istri yang setia. Pria dengan jambang lebat itu ingin membuktikan sendiri ucapan Yuda semalam. Apa ini hanya akal-akalan sahabatnya saja agar dia kembali ke indonesia? Akhirnya malam itu juga Rein yang belum tidur sejak kemarin,
Maira wanita yang kuat. Walau hatinya menangis. Ia tetap terlihat tegar di depan semua orang. Rein memang pergi dari kehidupannya. Namun pria itu tetap selalu ada di hatinya. Meninggalkan buah cinta mereka yang kini ada di dalam perut Maira. "Bu Shinta, Pak Yudatara dan istrinya ingin mengundang Ibu makan siang di rumahnya." "Yuda? Hmmm ... apa mungkin ada kabar tentang Rein?" gumam Maira yang baru saja selesai rapat dengan para relasi bisnisnya. "Baiklah. Katakan pada Yuda Aku mau. Kamu jadwalkan saja secepatnya!" ujar Maira sebelum meninggalkan ruang meeting. "Maira, bagaimana dengan pertemuan di Samarinda dua hari lagi? Apa Kamu bisa ke sana?" Raka menghampiri Maira ke ruangannya. Sejak Pratama memaksa Maira untuk membiarkan Raka membantunya, wanita itu tak lagi membantah. Apalagi Laura juga mendukung. Ia bersyukur Raka sudah banyak berubah. Mantan suaminya itu kini lebih paham akan batas-batas yang wajar diantara mereka. "Nanti Aku pikirkan, Mas," sahutnya bingung. Biasanya Re
"Aku nggak mau sendirian di rumah!" Aina cemberut saat duduk di ruang makan, sejak melihat Indra sudah bersiap hendak ke kantor. "Astaga Aina. Tolong jangan mulai lagi! Banyak rapat penting yang harus Aku hadiri. Apalagi sejak Rein keluar negeri. Aku agak kewalahan." Indra kembali membujuk Aina. "Nggak apa-apa kalau Mas mau temani Aina di rumah. Biar Aku yang handle kerjaan di kantor." Anita muncul dengan pakaian yang sudah rapi. Indra memandang istri pertamanya yang tampak banyak berubah. Sejak Aina tinggal satu atap dengan Anita lima bulan yang lalu, Anita perlahan berubah. Wanita paruh baya itu kini tak pernah lagi berpakaian seksi jika keluar rumah. Ia lebih banyak di rumah saat libur. Wanita itu pun lebih sabar menghadapi Aina yang semakin manja di saat kehamilannya yang sudah masuk sembilan bulan. "Tidak. Aku harus ke kantor hari ini. Banyak janji dengan relasiku." "Kalau tiba-tiba Aku mau melahirkan gimana, Om?" tanya Aina lagi dengan nada manja. Anita dan Indra saling me
" Terima kasih, Syafa. Pemotretan cukup sampai di sini. Luar biasa, kamu benar-benar luar biasa!" Morine tak henti-hentinya memuji Syafa yang sangat berbakat. "Sama-sama Om. Ini berkat bimbingan Om Morine juga." Morine dan para kru di studio itu kagum pada Syafa yang selalu rendah hati, walaupun kariernya sudah berkembang cukup pesat. Dalam jangka waktu tiga bulan, Syafa sudah mendapat tawaran job di mana-mana. Rekanan Morine yang bergerak di bidang fashion terus meminta Syafa untuk menjadi model produk mereka. "Aku pulang ya, Om. Kak Paul sudah nunggu sejak tadi" Syafa pamit pada Morine. "Baiklah Syafa, sampai rumah langsung istirahat! Ingat, lusa ada acara penting. Akan hadir banyak pejabat dan istrinya dalam pameran fashion itu. Kamu adalah bintangnya. Kamu harus tampil prima dan memukau. Karier kamu baru akan dimulai." Morine yang diminta sekaligus sebagai manager Syafa oleh Boy Azka, tak henti-hentinya mendisiplinkan gadis cantik itu. "Iya, Om. Siap!" Walau kadang merasa b