"Bastian?" Anna menyeru pelan begitu dirinya memasuki kamar dan berjalan menuju tempat tidur, di mana Bastian kala itu tengah duduk dengan pandangan yang tertunduk.
Bastian menengadah. Menutup laptop yang ada dipangkuan, lalu menyimpannya ke atas nakas. "Hemmm?"Anna menghentikan langkah, tepat di samping tempat tidur dari sisi yang ditempati Bastian. Wanita cantik itu tersenyum. "Feli sudah datang.""Baiklah.""Kau akan langsung mengajaknya bicara?"Tersenyum simpul, Bastian membangkitkan diri dari duduknya. "Tentu tidak. Nanti saja, setelah selesai makan."Balas tersenyum, Anna mengangguk paham. "Kalau begitu, ayo turun. Temani pamanmu untuk berbincang. Aku akan memasak dan menyiapkan makanan untuk makan malam kita bersama Feli."Lengan sebelah kiri Bastian dirangkul oleh Anna, sebelum kemudian tubuhnya diseret untuk berjalan bersama menuju pintu kamar.Pandangan Bastian tertunduk, menatap nanar pada Anna. PerSedikit terkejut, tapi tidak sampai tercengang, Nathen merespon pertanyaan yang telah Bastian paparkan dengan sebuah kekehan kecil sembari menundukan pandangannya, sekilas. "Itu terlalu pribadi untuk bisa kujawab."Bastian menyunggingkan senyum miring di bingkai birai. "Aku minta maaf untuk itu, tapi aku sama sekali tidak menyesal karena sudah bertanya."Nathen balas tersenyum sambil mengindikan bahu, kelewat acuh. "Tidak masalah. Tapi tetap, aku tidak mau menjawabnya.""Aku harap, kau dan Feli tidak berpikir untuk memiliki anak dalam waktu dekat.""Katakan itu pada nenekmu. Karena sebenarnya aku dan Feli tidak terlalu tergesa-gesa akan hal itu, tapi nenekmu lah yang terus mendesakku."Mendengkus pelan, Bastian tersenyum hambar penuh makna. "Bukan aku ingin melarangmu dan Feli memiliki anak dengan segera. Hanya saja ... tidak kah menurutmu akan sangat merepotkan, mengurus bayi dan anak kecil pada saat yang bersamaan?""Bayi dan a
"Feli?" Nathen menyeru dengan suara kelewat pelan, nyaris tak terdengar ayalnya sebuah bisikan mana kala ia bersimpuh di hadapan Feli yang tengah duduk gugup di tepian tempat tidur.Sesi menikmati makan malam bersama telah terampungkan meski dengan suana hening yang terasa begitu canggung, sebab baik Nathen, Feli, Bastian maupun Anna, sama-sama hanya fokus untuk menyantap makanan di piring mereka.Kini, Feli dan Nathen tengah berada di kamar tamu yang sudah disiapkan oleh Bastian dan Anna untuk bermalam mereka.Feli bergegas lebih dulu meninggalkan ruang makan setelah mendapati bahwa Bastian meminta dirinya dan Nathen untuk menginap malam ini.Pun Bastian tidak melakukan pencegahan sama sekali, juga tidak langsung menyampaikan keinginannya untuk berbincang dengan Feli.Membiarkan Feli diantar oleh Anna ke kamar, barang kali adik cantiknya itu butuh waktu untuk mempersiapkan diri. Ia tak lupa meminta Nathen saja yang menyampaikan keinginan
Suara ketukan pelan yang berasal dari tarian jemari Davian yang beradu dengan permukaan meja, menjadi satu-satunya suara yang menggema di ruang kerja yang saat ini tengah Davian tempati.Duduk di kursi kebesaran, manik mata kelam Davian dibiarkan menatap lekat pada permukaan layar ponsel menyala yang tergeletak begitu saja di permukaan meja di hadapan.Ponsel itu milik Vivian. Dan apa yang saat ini sedang terpampang di layar benda pipih tersebut adalah tidak lain merupakan foto profil dari kontak milik Audrey.Audrey terlihat sedang tersenyum di sana, berdampingan dengan wanita baya yang juga tersenyum menatap ke arah kamera.Terlihat begitu manis juga menghangatkan. Terasa sekali kehangatan dari kebersamaan juga cinta kasih mereka meskipun hanya melalui sebuah foto belaka.Mengembuskan napas kasar, Davian mengalihkan pandangan sembari mengulurkan tangan, meraih ponsel miliknya yang ada di sisi lain meja kerjanya tersebut.Bersel
Tengkupan tangan Bastian di kedua lengan Feli akhirnya terkulai. Seakan tidak ada satupun otot yang bekerja semestinya lagi, tangan Bastian jatuh begitu saja bersamaan dengan air matanya yang berderai.Ayalnya seseorang yang kewarasannya mendadak hilang, Bastian terkekeh sambil menatap Feli dengan tatapan kosong. "Kau pasti bercanda.""Kak?" Pelan sekali seruan Feli itu mengudara, sebab suaranya mendadak sulit sekali untuk lolos dari mulutnya yang tiba-tiba jadi begitu kelu.Sungguh, hal seperti inilah yang sebenarnya selama ini Feli takutkan, hingga ia memendam segala sedihnya sendirian.Ia tahu, bahwasannya ia tidak akan bisa melihat Bastian sesedih seperti saat ini. Terlalu menyakitkan dan menyayat hati, bahkan membuatnya terasa seperti luluh lantah dan remuk redam.Rasa sakitnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Memang sesakit dan semenyedihkan itu melihat air mata Bastian berderai, padahal ia tahu, kakaknya itu adalah tipikal o
"Feli?" Nathen menyeru kaget sembari berjalan cepat menghampiri tempat tidur di mana kala itu Feli tengah mendudukan diri sambil memeluk lututnya sendiri.Kemunculan Nathen yang baru ke luar dari kamar mandi, disambut oleh suara isak tangis dan juga senggukan dalam yang terdengar begitu menyesakan, menggema ke segala penjuru ruang kamar.Duduk di tepian tempat tidur tepat di samping tubuh Feli, Nathen menatap cemas pada tubuh istri cantiknya yang tampak gemetaran itu."Hey, kau kenapa?" Lembut dan rendah sekali suara Nathen itu mengudara, membersamai usapan kelewat pelan yang berlabuh di permukaan punggung Feli.Nathen belum bisa melihat wajah sang istri, sebab Feli sengaja menenggelamkn wajah cantiknya di permukaan lengan yang ia sedakepkan dengan harapan, agar bisa sedikit saja meredam suara tangisan.Sebenarnya Feli juga baru tiba di sana selang satu menit sebelum Nathen ke luar dari kamar mandi.Sehabis berbincang dengan Bast
Masih terbayang kelewat jelas dalam ingatan Anna, hari di mana kediamannya didatangi oleh Feli yang tengah begitu gundah gulana.Tepatnya satu minggu sebelum hari pernikahan tiba, Feli datang berkunjung ke kediaman Bastian dan Anna kala Bastian memang sedang tidak sedang di rumah.Tahu Bastian pasti masih di perusahaan, Feli mendatangi Anna untuk membagi keluh kesah yang membuat hatinya sukses didera rasa dilema dan tidak tenang."Kau terlihat lelah sekali," ujar Anna sembari mendudukan diri tepat di samping Feli yang sudah lebih dulu mendaratkan bantalan pinggulnya di sofa panjang yang tertata di ruang tamu.Anna menyajikan segelas juss jeruk ke permukaan meja kopi berukuran sedang di hadapan Feli sambil menatap adik ipar cantiknya itu, nanar.Wajah Feli kala itu terlihat begitu lesu, karena lelah, tapi juga tampak cukup gusar dalam satu waktu.Melirik Anna, Feli membuang napas kasar sambil menegakan posisi duduk jadi agak tegak
Air mata kesedihan Anna meniti, mana kala wanita cantik itu membiarkan manik matanya yang berkaca menatap sedih pada permukaan tempat tidur yang saat ini tengah ia duduki tepiannya.Dari semalam, selepas mengetahui bahwa Anna ternyata tahu salah satu kebenaran yang Feli sembunyikan darinya sejak awal, Bastian jadi bersikap begitu dingin dan tidak mengajak Anna bicara banyak lagi.Saat tidur pun, Bastian sengaja sekali mengambil posisi memunggungi Anna, bahkan sama sekali tidak mengijinkan sang istri untuk terlalu berdekatan dengan dirinya.Baru mengulurkan tangan - hendak memeluk saja ... Bastian sudah lebih dulu memberi peringatan yang lebih mengarah pada sebuah ancaman terhadap Anna.Katanya, jika sampai Anna berani mengusiknya, ia akan pergi ke luar, meninggalkan kamar.Tidak ingin hal itu sampai terjadi, akhirnya dengan perasaan sedih, Anna hanya bisa pasrah saja, hampir semalaman menatap permukaan punggung Bastian sambil diam-diam me
"Kakakmu sudah berangkat ke kantor. Katanya ada hal penting mendadak yang harus dia urus di sana."Penuturan yang pastinya berisi sebuah dusta belaka yang tadi sempat Anna paparkan saat Feli berpamitan dan menanyakan keberadaan Bastian itu ... terlintas sekilas dalam benak Feli, berdengung dalam rungu, seakan ia masih berdiri saling berhadapan dengan sang kakak ipar.Feli kini sedang duduk di kursi samping kursi kemudi, membiarkan pandangannya tertunduk, menatap kosong jemari tangan yang ia mainkan dalam keadaan agak gemetar di pangkuan."Dia semarah itu, sampai bertemu denganku saja, tidak mau." Feli bergumam lirih dengan suaranya yang pelan dan parau, benar-benar nyaris tidak terdengar. "Berangkat ke kantor, apa musti sepagi itu?" imbuhnya.Gumaman Feli itu sebenarnya cukup untuk bisa Nathen dengar, sampai tak gagal membuat pria seperempat abad yang tengah memokuskan seluruh atensi yang dimiliki pada kemudi itu, memberi lirikan pada sang istri.