Tengkupan tangan Bastian di kedua lengan Feli akhirnya terkulai. Seakan tidak ada satupun otot yang bekerja semestinya lagi, tangan Bastian jatuh begitu saja bersamaan dengan air matanya yang berderai.
Ayalnya seseorang yang kewarasannya mendadak hilang, Bastian terkekeh sambil menatap Feli dengan tatapan kosong. "Kau pasti bercanda.""Kak?" Pelan sekali seruan Feli itu mengudara, sebab suaranya mendadak sulit sekali untuk lolos dari mulutnya yang tiba-tiba jadi begitu kelu.Sungguh, hal seperti inilah yang sebenarnya selama ini Feli takutkan, hingga ia memendam segala sedihnya sendirian.Ia tahu, bahwasannya ia tidak akan bisa melihat Bastian sesedih seperti saat ini. Terlalu menyakitkan dan menyayat hati, bahkan membuatnya terasa seperti luluh lantah dan remuk redam.Rasa sakitnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Memang sesakit dan semenyedihkan itu melihat air mata Bastian berderai, padahal ia tahu, kakaknya itu adalah tipikal o"Feli?" Nathen menyeru kaget sembari berjalan cepat menghampiri tempat tidur di mana kala itu Feli tengah mendudukan diri sambil memeluk lututnya sendiri.Kemunculan Nathen yang baru ke luar dari kamar mandi, disambut oleh suara isak tangis dan juga senggukan dalam yang terdengar begitu menyesakan, menggema ke segala penjuru ruang kamar.Duduk di tepian tempat tidur tepat di samping tubuh Feli, Nathen menatap cemas pada tubuh istri cantiknya yang tampak gemetaran itu."Hey, kau kenapa?" Lembut dan rendah sekali suara Nathen itu mengudara, membersamai usapan kelewat pelan yang berlabuh di permukaan punggung Feli.Nathen belum bisa melihat wajah sang istri, sebab Feli sengaja menenggelamkn wajah cantiknya di permukaan lengan yang ia sedakepkan dengan harapan, agar bisa sedikit saja meredam suara tangisan.Sebenarnya Feli juga baru tiba di sana selang satu menit sebelum Nathen ke luar dari kamar mandi.Sehabis berbincang dengan Bast
Masih terbayang kelewat jelas dalam ingatan Anna, hari di mana kediamannya didatangi oleh Feli yang tengah begitu gundah gulana.Tepatnya satu minggu sebelum hari pernikahan tiba, Feli datang berkunjung ke kediaman Bastian dan Anna kala Bastian memang sedang tidak sedang di rumah.Tahu Bastian pasti masih di perusahaan, Feli mendatangi Anna untuk membagi keluh kesah yang membuat hatinya sukses didera rasa dilema dan tidak tenang."Kau terlihat lelah sekali," ujar Anna sembari mendudukan diri tepat di samping Feli yang sudah lebih dulu mendaratkan bantalan pinggulnya di sofa panjang yang tertata di ruang tamu.Anna menyajikan segelas juss jeruk ke permukaan meja kopi berukuran sedang di hadapan Feli sambil menatap adik ipar cantiknya itu, nanar.Wajah Feli kala itu terlihat begitu lesu, karena lelah, tapi juga tampak cukup gusar dalam satu waktu.Melirik Anna, Feli membuang napas kasar sambil menegakan posisi duduk jadi agak tegak
Air mata kesedihan Anna meniti, mana kala wanita cantik itu membiarkan manik matanya yang berkaca menatap sedih pada permukaan tempat tidur yang saat ini tengah ia duduki tepiannya.Dari semalam, selepas mengetahui bahwa Anna ternyata tahu salah satu kebenaran yang Feli sembunyikan darinya sejak awal, Bastian jadi bersikap begitu dingin dan tidak mengajak Anna bicara banyak lagi.Saat tidur pun, Bastian sengaja sekali mengambil posisi memunggungi Anna, bahkan sama sekali tidak mengijinkan sang istri untuk terlalu berdekatan dengan dirinya.Baru mengulurkan tangan - hendak memeluk saja ... Bastian sudah lebih dulu memberi peringatan yang lebih mengarah pada sebuah ancaman terhadap Anna.Katanya, jika sampai Anna berani mengusiknya, ia akan pergi ke luar, meninggalkan kamar.Tidak ingin hal itu sampai terjadi, akhirnya dengan perasaan sedih, Anna hanya bisa pasrah saja, hampir semalaman menatap permukaan punggung Bastian sambil diam-diam me
"Kakakmu sudah berangkat ke kantor. Katanya ada hal penting mendadak yang harus dia urus di sana."Penuturan yang pastinya berisi sebuah dusta belaka yang tadi sempat Anna paparkan saat Feli berpamitan dan menanyakan keberadaan Bastian itu ... terlintas sekilas dalam benak Feli, berdengung dalam rungu, seakan ia masih berdiri saling berhadapan dengan sang kakak ipar.Feli kini sedang duduk di kursi samping kursi kemudi, membiarkan pandangannya tertunduk, menatap kosong jemari tangan yang ia mainkan dalam keadaan agak gemetar di pangkuan."Dia semarah itu, sampai bertemu denganku saja, tidak mau." Feli bergumam lirih dengan suaranya yang pelan dan parau, benar-benar nyaris tidak terdengar. "Berangkat ke kantor, apa musti sepagi itu?" imbuhnya.Gumaman Feli itu sebenarnya cukup untuk bisa Nathen dengar, sampai tak gagal membuat pria seperempat abad yang tengah memokuskan seluruh atensi yang dimiliki pada kemudi itu, memberi lirikan pada sang istri.
"Pembahasan Paman jadi semakin aneh!" Feli mengalihkan pandangan, tidak mau terus menerus menatap Nathen, ia membiarkan manik matanya dimanjakan oleh pemandangan betapa sibuknya jalanan perkotaan di pagi hari seperti ini.Nathen tersenyum manis saat ia melirik Feli dan mendapati istri cantiknya itu memasang ekspresi masam.Sebenarnya sedari tadi Nathen sengaja memancing Feli untuk tetap angkat suara, sebab dari semalam istri cantiknya itu tidak terlalu banyak bicara, lebih sering diam dalam keadaan murung, lalu menangis.Istilahnya sedang membunuh dua burung dengan satu batu. Membuat Feli berbicara dengannya, juga dalam satu waktu mengambil kesempatan untuk mengutarakan keluhan terkait intimasi dalam hubungannya bersama Feli, yang seakan stuck di tempat, tidak menunjukan begitu banyak kemajuan."Kau mau mampir dulu ke suatu tempat tidak?""Ke mana?" Feli menoleh ke arah Nathen."Kau tadi memutuskan untuk bergegas meninggalkan ked
Suara ketukan pelan mengudara, dihasilkan oleh punggung jemari tangan lentik milik Anna yang beradu dengan permukaan pintu utama dari kediaman Zea - sang ibu mertua.Berdiri gugup, pandangan Anna tampak kosong sekali, menyorot ke permukaan daun pintu yang menjulang di hadapannya itu.Sejatinya, pemikiran dalam benak Anna saat ini tengah berkecamuk dengan begitu hebatnya, sampai ia tidak bisa memokuskan seluruh atensi yang dimiliki, pada apa yang sedang ia kerjakan.Sejak perang dinginnya dan Bastian terjadi dari semalam, sungguh Anna tidak bisa berhenti melamunkan apa yang sudah terjadi.Pemikiran Anna kalut, menelaah apa yang telah dilakukan, terutama keputusannya untuk bungkam pada Bastian, menyembunyikan kebenaran yang sudah ia ketahui dari Feli lebih awal.Semakin lama ditelaah, Anna jadi sadar, bahwasannya perbuatannya itu, memang bisa saja dianggap sebuah keputusan yang salah, terutama setelah ia akhirnya membuat Bastian malah marah
Tertegun, sungguh Nathen sama sekali tidak mengira jika Feli mendadak akan bersikap begitu patuh padanya, alih-alih merengek dan melakukan protes seperti hal biasa yang memang acap kali dilakukan oleh istri cantiknya itu.Hal selanjutnya yang Feli lakukan, berhasil membuat Nathen seketika memaku, diam membeku, sebab istri cantiknya itu mengambil dua langkah cukup besar untuk mendekat padanya, sebelum kemudian benar-benar memberinya pelukan.Sejatinya ... niat awal Nathen tiba-tiba menggiring perjanjian yang telah ia sepakati dengan Feli adalah untuk mengerjai sang istri, sebab barangkali dengan begitu, ia bisa sedikit saja mencairkan suasana.Bagus kalau bisa membuat Feli kembali pada tabiat aslinya yang suka sekali merengek, mengoceh, bahkan melontarkan banyak alasan, maupun protes terhadap permintaan-permintaan aneh yang acap kali ia berikan.Seperti tiba-tiba mengajaknya berciuman, atau sekadar berpelukan, sebab sejauh yang Nathen tahu, Feli ti
"Kau sedang apa?" Pertanyaan sederhana itu mencuat dari mulut Nathen dengan nada suara dingin dan datarnya, manakala Nathen menutup pintu ruang kerjanya begitu masuk ke sana, ternyata mendapati Feli agaknya tengah melihat-lihat sekitar.Feli yang kala itu berdiri di belakang kursi kerja Nathen, sampai terkesiap kaget dan menoleh cepat ke arah dari mana suara suami tampannya itu mengudara.Membuang napas kasar, Feli menenggerkan kedua telapak tangannya di permukaan dada, merasakan debaran jantung yang mengalami percepatan. Pelupuk matanya memejam, beberapa detik.Wanita cantik itu lantas mendengkus seraya menghentakan kakinya kesal dan memberi Nathen tatapan jengkel. "Paman, ih! Suka sekali sih, mengagetkanku?"Nathen terkekeh sini saat berjalan menghampiri Feli. "Jawab pertanyaanku, kau sedang apa di sini?"Feli mencebikan bibir. "Aku mau mengajak Paman makan siang bersama," tuturnya setengah merengek sembari menunjuk paparbag yang sebelu