"Feli?" Nathen menyeru dengan suara kelewat pelan, nyaris tak terdengar ayalnya sebuah bisikan mana kala ia bersimpuh di hadapan Feli yang tengah duduk gugup di tepian tempat tidur.
Sesi menikmati makan malam bersama telah terampungkan meski dengan suana hening yang terasa begitu canggung, sebab baik Nathen, Feli, Bastian maupun Anna, sama-sama hanya fokus untuk menyantap makanan di piring mereka.Kini, Feli dan Nathen tengah berada di kamar tamu yang sudah disiapkan oleh Bastian dan Anna untuk bermalam mereka.Feli bergegas lebih dulu meninggalkan ruang makan setelah mendapati bahwa Bastian meminta dirinya dan Nathen untuk menginap malam ini.Pun Bastian tidak melakukan pencegahan sama sekali, juga tidak langsung menyampaikan keinginannya untuk berbincang dengan Feli.Membiarkan Feli diantar oleh Anna ke kamar, barang kali adik cantiknya itu butuh waktu untuk mempersiapkan diri. Ia tak lupa meminta Nathen saja yang menyampaikan keinginanSuara ketukan pelan yang berasal dari tarian jemari Davian yang beradu dengan permukaan meja, menjadi satu-satunya suara yang menggema di ruang kerja yang saat ini tengah Davian tempati.Duduk di kursi kebesaran, manik mata kelam Davian dibiarkan menatap lekat pada permukaan layar ponsel menyala yang tergeletak begitu saja di permukaan meja di hadapan.Ponsel itu milik Vivian. Dan apa yang saat ini sedang terpampang di layar benda pipih tersebut adalah tidak lain merupakan foto profil dari kontak milik Audrey.Audrey terlihat sedang tersenyum di sana, berdampingan dengan wanita baya yang juga tersenyum menatap ke arah kamera.Terlihat begitu manis juga menghangatkan. Terasa sekali kehangatan dari kebersamaan juga cinta kasih mereka meskipun hanya melalui sebuah foto belaka.Mengembuskan napas kasar, Davian mengalihkan pandangan sembari mengulurkan tangan, meraih ponsel miliknya yang ada di sisi lain meja kerjanya tersebut.Bersel
Tengkupan tangan Bastian di kedua lengan Feli akhirnya terkulai. Seakan tidak ada satupun otot yang bekerja semestinya lagi, tangan Bastian jatuh begitu saja bersamaan dengan air matanya yang berderai.Ayalnya seseorang yang kewarasannya mendadak hilang, Bastian terkekeh sambil menatap Feli dengan tatapan kosong. "Kau pasti bercanda.""Kak?" Pelan sekali seruan Feli itu mengudara, sebab suaranya mendadak sulit sekali untuk lolos dari mulutnya yang tiba-tiba jadi begitu kelu.Sungguh, hal seperti inilah yang sebenarnya selama ini Feli takutkan, hingga ia memendam segala sedihnya sendirian.Ia tahu, bahwasannya ia tidak akan bisa melihat Bastian sesedih seperti saat ini. Terlalu menyakitkan dan menyayat hati, bahkan membuatnya terasa seperti luluh lantah dan remuk redam.Rasa sakitnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Memang sesakit dan semenyedihkan itu melihat air mata Bastian berderai, padahal ia tahu, kakaknya itu adalah tipikal o
"Feli?" Nathen menyeru kaget sembari berjalan cepat menghampiri tempat tidur di mana kala itu Feli tengah mendudukan diri sambil memeluk lututnya sendiri.Kemunculan Nathen yang baru ke luar dari kamar mandi, disambut oleh suara isak tangis dan juga senggukan dalam yang terdengar begitu menyesakan, menggema ke segala penjuru ruang kamar.Duduk di tepian tempat tidur tepat di samping tubuh Feli, Nathen menatap cemas pada tubuh istri cantiknya yang tampak gemetaran itu."Hey, kau kenapa?" Lembut dan rendah sekali suara Nathen itu mengudara, membersamai usapan kelewat pelan yang berlabuh di permukaan punggung Feli.Nathen belum bisa melihat wajah sang istri, sebab Feli sengaja menenggelamkn wajah cantiknya di permukaan lengan yang ia sedakepkan dengan harapan, agar bisa sedikit saja meredam suara tangisan.Sebenarnya Feli juga baru tiba di sana selang satu menit sebelum Nathen ke luar dari kamar mandi.Sehabis berbincang dengan Bast
Masih terbayang kelewat jelas dalam ingatan Anna, hari di mana kediamannya didatangi oleh Feli yang tengah begitu gundah gulana.Tepatnya satu minggu sebelum hari pernikahan tiba, Feli datang berkunjung ke kediaman Bastian dan Anna kala Bastian memang sedang tidak sedang di rumah.Tahu Bastian pasti masih di perusahaan, Feli mendatangi Anna untuk membagi keluh kesah yang membuat hatinya sukses didera rasa dilema dan tidak tenang."Kau terlihat lelah sekali," ujar Anna sembari mendudukan diri tepat di samping Feli yang sudah lebih dulu mendaratkan bantalan pinggulnya di sofa panjang yang tertata di ruang tamu.Anna menyajikan segelas juss jeruk ke permukaan meja kopi berukuran sedang di hadapan Feli sambil menatap adik ipar cantiknya itu, nanar.Wajah Feli kala itu terlihat begitu lesu, karena lelah, tapi juga tampak cukup gusar dalam satu waktu.Melirik Anna, Feli membuang napas kasar sambil menegakan posisi duduk jadi agak tegak
Air mata kesedihan Anna meniti, mana kala wanita cantik itu membiarkan manik matanya yang berkaca menatap sedih pada permukaan tempat tidur yang saat ini tengah ia duduki tepiannya.Dari semalam, selepas mengetahui bahwa Anna ternyata tahu salah satu kebenaran yang Feli sembunyikan darinya sejak awal, Bastian jadi bersikap begitu dingin dan tidak mengajak Anna bicara banyak lagi.Saat tidur pun, Bastian sengaja sekali mengambil posisi memunggungi Anna, bahkan sama sekali tidak mengijinkan sang istri untuk terlalu berdekatan dengan dirinya.Baru mengulurkan tangan - hendak memeluk saja ... Bastian sudah lebih dulu memberi peringatan yang lebih mengarah pada sebuah ancaman terhadap Anna.Katanya, jika sampai Anna berani mengusiknya, ia akan pergi ke luar, meninggalkan kamar.Tidak ingin hal itu sampai terjadi, akhirnya dengan perasaan sedih, Anna hanya bisa pasrah saja, hampir semalaman menatap permukaan punggung Bastian sambil diam-diam me
"Kakakmu sudah berangkat ke kantor. Katanya ada hal penting mendadak yang harus dia urus di sana."Penuturan yang pastinya berisi sebuah dusta belaka yang tadi sempat Anna paparkan saat Feli berpamitan dan menanyakan keberadaan Bastian itu ... terlintas sekilas dalam benak Feli, berdengung dalam rungu, seakan ia masih berdiri saling berhadapan dengan sang kakak ipar.Feli kini sedang duduk di kursi samping kursi kemudi, membiarkan pandangannya tertunduk, menatap kosong jemari tangan yang ia mainkan dalam keadaan agak gemetar di pangkuan."Dia semarah itu, sampai bertemu denganku saja, tidak mau." Feli bergumam lirih dengan suaranya yang pelan dan parau, benar-benar nyaris tidak terdengar. "Berangkat ke kantor, apa musti sepagi itu?" imbuhnya.Gumaman Feli itu sebenarnya cukup untuk bisa Nathen dengar, sampai tak gagal membuat pria seperempat abad yang tengah memokuskan seluruh atensi yang dimiliki pada kemudi itu, memberi lirikan pada sang istri.
"Pembahasan Paman jadi semakin aneh!" Feli mengalihkan pandangan, tidak mau terus menerus menatap Nathen, ia membiarkan manik matanya dimanjakan oleh pemandangan betapa sibuknya jalanan perkotaan di pagi hari seperti ini.Nathen tersenyum manis saat ia melirik Feli dan mendapati istri cantiknya itu memasang ekspresi masam.Sebenarnya sedari tadi Nathen sengaja memancing Feli untuk tetap angkat suara, sebab dari semalam istri cantiknya itu tidak terlalu banyak bicara, lebih sering diam dalam keadaan murung, lalu menangis.Istilahnya sedang membunuh dua burung dengan satu batu. Membuat Feli berbicara dengannya, juga dalam satu waktu mengambil kesempatan untuk mengutarakan keluhan terkait intimasi dalam hubungannya bersama Feli, yang seakan stuck di tempat, tidak menunjukan begitu banyak kemajuan."Kau mau mampir dulu ke suatu tempat tidak?""Ke mana?" Feli menoleh ke arah Nathen."Kau tadi memutuskan untuk bergegas meninggalkan ked
Suara ketukan pelan mengudara, dihasilkan oleh punggung jemari tangan lentik milik Anna yang beradu dengan permukaan pintu utama dari kediaman Zea - sang ibu mertua.Berdiri gugup, pandangan Anna tampak kosong sekali, menyorot ke permukaan daun pintu yang menjulang di hadapannya itu.Sejatinya, pemikiran dalam benak Anna saat ini tengah berkecamuk dengan begitu hebatnya, sampai ia tidak bisa memokuskan seluruh atensi yang dimiliki, pada apa yang sedang ia kerjakan.Sejak perang dinginnya dan Bastian terjadi dari semalam, sungguh Anna tidak bisa berhenti melamunkan apa yang sudah terjadi.Pemikiran Anna kalut, menelaah apa yang telah dilakukan, terutama keputusannya untuk bungkam pada Bastian, menyembunyikan kebenaran yang sudah ia ketahui dari Feli lebih awal.Semakin lama ditelaah, Anna jadi sadar, bahwasannya perbuatannya itu, memang bisa saja dianggap sebuah keputusan yang salah, terutama setelah ia akhirnya membuat Bastian malah marah
"Feli?" Nathen menyeru seraya melangkah, mendekati Feli yang masih duduk, menikmati film yang diputar pada layar kaca di hadapannya."Siapa yang datang, Paman?" Feli menengadah, menatap nanar sosok sang suami yang berdiri tepat di samping sofa yang ia duduki.Nathen tersenyum. "Ikut denganku. Ada yang ingin bertemu denganmu. Mereka sudah menunggu di ruang tamu."Pribadi tampan itu mengulurkan tangan ke arah Feli, membuat Feli menunduk, menatap tangan sang suami, bingung."Siapa?" tanyanya Feli, sembari menengadah, mempertemukan lagi pandangannya dengan Nathen.Nathen mendesis pelan, membungkukan tubuh, mencondongkannya ke arah Feli, sebab istri cantiknya itu tak kunjung menerima uluran tangannya. Ia menepikan remot kontrol yang kala itu berada dalam genggaman Feli, meraih telapak tangan istri cantiknya, membuatnya membangkitkan diri."Lihat saja sendiri," tukas Nathen sambil tersenyum hangat, menuntun Feli menuju ruang tamu.Dengan rasa penasaran pun bingung yang mulai mendera relung,
Akhir pekan lain ... satu minggu setelah akhirnya Feli dan Nathen saling mengakui perasaan yang telah bersemayam dalam hati mereka, yakni mencintai satu sama lain.Seperti akhir pekan sebelumnya ... hari ini, Feli dan Nathen kembali memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama. Tidak pergi ke mana-mana, hanya diam di rumah, menonton rendetan film yang sudah Feli list menjadi jadwal kegiatan wajib, ketika memiliki cukup banyak waktu luang.Sepasang suami istri yang tengah hangat-hangatnya menikmati kehidpan berumah tangga itu, kini saling duduk berdampingan. Lebih tepatnya, Feli berada dalam dekapan hangat tubuh gagah Nathen di bawah naungan selimut yang sama. Semenjak malam setelah perayaan hari ulang tahun Feli, Nathen memang jadi semakin lebih sering menunjukan sikap manjanya yang suka sekali menempel pada sang istri. Suka sekali berdekatan dengan Feli, seperti sering tiba-tiba memeluk, tak jarang membuat Feli terkejut. Meski dari sebelumnya ia memang sudah begitu, tapi kini frekuen
"Paman?" Feli menyeru pelan setelah dirinya yang saat ini tengah duduk di salah satu kursi yang tertata mengitari meja makan, sedikit memutar tubuh, begitu mendengar suara derap langkah dan manik matanya berhasil menangkap sosok Nathen, si pelaku."Hemmm?" Nathen menyahut sambil tersenyum sumbringah, berjalan menghampiri sang istri dan menatapnya dengan tatapah penuh cinta."Paman habis melakukan apa dulu? Kenapa lama sekali turunnya?"Nathen menghentikan langkah, tepat di samping kursi yang Feli duduki. Mengusap kelewat lembut punggung bagian atas Feli lantas membungkukan tubuh, untuk melabuhi puncak kepala sang istri kecupan sayang. Melempar senyum manis, pribadi tampan berusia sepertiga abad itu tidak langsung memberi jawaban pada Feli, meski sempat membiarkan manik mata mereka saling bersitatap, sebelum kemudian menoleh.Nathen menilik area dapur, mendapati di sana hanya ada Aira ‐ salah satu asisten rumah tangga yang ia perkajaan, sedang sibuk sendiri, membersihkan meja pantry.
Dada Nathen ikut sesak rasanya selepas mendengar perkataan Feli, seakan ada kepalan tangan besar seseorang yang seketika mendaratkan bogeman mentah di sana.Mendapati Feli seketika menundukan pandangan, sengaja sekali memutuskan kontak mata dengan dirinya, buru-buru Nathen merubah posisi berbaring jadi memiring, menghadap ke arah Feli secara utuh, sebelum kemudian mempererat rengkuhan pada tubuh istri kecilnya itu.Tak lupa, Nathen juga melabuhkan kecupan sayang di puncak kepala Feli, pun memberi punggung istri kecilnya itu usapan lembut penuh makna secara berkala.Sementara Feli ... wanita cantik itu berusaha meredam mati-matian rasa sesaknya, tetapi berakhir dengan menghadirkan air mata yang menggenang, memenuhi pelupuknya.Membenamkan wajah di permukaan dada bidang Nathen sembari balas memeluk suami tampannya itu, ia memejam, membuat air matanya seketika tumpah ruah di sana.Tangis sedih Feli pecah dalam keheningan, mengakibatkan tubuhnya gemetaran dalam pelukan sang suami."Apa pu
Manik mata hitam Liam tampak gemetar, menilik sosok gadis cantik yang sedang berjalan menujunya yang saat ini tengah duduk di salah satu sofa panjang yang tertata di ruang utama dari unit apartemennya.Gadis cantik itu bernama Kesha. Ia merupakan sahabat masa kecil Liam yang dalam beberapa waktu terakhir ini sudah resmi menjadi kekasih dari teman satu universitas Feli itu.Kesha melempar senyum manis, manakala pandangannya bersitatap dengan Liam. "Ada apa?" tanyanya seraya ikut mendudukan diri, tepat di samping sang kekasih, "kenapa menatapku seperti itu?"Liam berdesis pelan sembari memiringkan kepalanya, sekilas. "Kau mengenal Felicia?"Permukaan kening Kesha mengernyit, hingga nyaris membuat kedua alisnya yang bersebrangan, jadi saling bertautan. Matanya memicing, menatap Liam, nanar.Tawa kecil menguar dari mulut gadis cantik berusia dua puluh dua tahun itu. "Maksudmu, Felicia yang tadi kita hadiri acara pesta ulang tahunnya?"Kepala Liam mengangguk. "Hemmm. Felicia yang itu. Tadi
"Paman benar-banar mau mengerjaiku, ya?" celoteh Feli, bertanya dengan nada setengah merengek, ketika ia harus berjalan dengan perasaan takut juga was-was, sebab matanya ditutup menggunakan kain veil oleh Nathen.Sudah dari semenjak separuh perjalanan sebenarnya Feli terus merengek, menanyakan hal yang sama pada Nathen, ke mana suaminya itu akan membawanya, apakah sedang merencanakan sesuatu untuk mengerjainya.Pertanyaan yang sama terus saja menguar dari mulut Feli, apa lagi setelah tiba-tiba Nathen sempat menghentikan laju mobil, hanya untuk sekadar menutupi matanya, tadi.Meski setengah ogah-ogahan, juga harus sedikit kesusahan Nathen membujuk Feli agar mau matanya ditutup, pada akhirnya ... istri kecilnya itu manut saja, dengan konsekuensi, kerewelannya berlipat ganda.Mulut Feli jadi benar-benar semakin tidak mau diam, setelah matanya ditutup. Bukan hanya sekadar melontarkan kalimat-kalimat tanya bernada rengekan, wanita cantik itu juga bahkan tak segan, melontarkan segala pradu
"Paman ini mau membawaku ke mana, sih?" tanya Feli dengan nada setengah merengek, selagi dirinya berjalan dengan agak sedikit ogah-ogahan, ketika Nathen menuntunnya berjalan, ke luar dari sebuah salon mewah, menuju mobilnya.Tidak terasa, nyaris dua minggu sudah berlalu dari malam di mana akhirnya Feli mengetahui fakta jika ternyata Vivian memiliki hubungan gelap dengan Davian, bahkan mereka berencana melakukan sebuah pernikahan.Dua minggu berjalan, sungguh Nathen sama sekali tidak mengira, jika alih-alih marah atau merasa kecewa pada dirinya, Feli malah menunjukan, jika istri cantiknya itu merasa cukup tersentuh atas apa yang telah dilakukannya.Hubungan pernikahan mereka bahkan bisa dikatakan berjalan sangat baik-baik saja, terutama setelah akhirnya mereka sepakat untuk menempati rumah baru mereka.Hampir seharian ini, Feli dibuat sibuk juga kebingungan dalam satu waktu, ditemani oleh Helen yang mendadak mengajaknya berbelanja baju baru, hingga mempercantik diri di salon.Feli sung
Masih terbayang kelewat jelas dalam ingatan Nathen, ayalnya rekaman video yang diputar di depan pelupuk mata dengan resolusi tinggi, bagaimana tiga minggu sebelum pernikahannya dan Feli dilangsungkan, ia bertemu lebih dulu dengan Vivian.Pertemuan pertama selepas nyaris satu bulan Nathen sama sekali tidak mendapat kabar dari calon istrinya itu, karena seakan menghilang tanpa jejak, ayalnya ditelan bumi.Itu pun terjadi secara mendadak sekali, di kediaman Hayden, ketika sahabat dari Nathen itu tiba-tiba meminta Nathen datang, katanya ada hal darurat yang musti dibahas.Begitu tiba dikediaman Hayden, Nathen malah dikagetkan dengan keberadaan Davian dan Vivian di sana, duduk saling berdampingan di ruang tamu.Nathen yang kala itu berjalan sambil dirangkul oleh Hayden, gegas menghentikan langkah, mencoba menelaah, apa sebenarnya yang sedang terjadi.Keterkejutan yang dirasakannya, mungkin nyaris sama, seperti bagaimana terkejutnya Feli melihat Davian membawa serta Vivian di pertemuan mere
Keheningan canggung itu tak terelakan, terjadi begitu saja, menyelimuti kebersamaan antara Nathen dan Feli, begitu keduanya memasuki mobil.Acara makan malam – lebih ke pertemuan yang Nathen adakan secara khusus dengan Davian, telah berakhir.Kini, Feli yang sudah mengetahui segala kebenarannya, sedari tadi telah sukses dibuat tidak bisa berkata-kata.Selepas Davian memberi penjelasan pada dirinya, dari mulai alasan sebenarnya mengapa Vivian memilih urung untuk menikah dengan Nathen, sampai Nathen yang rupanya telah membayar Jane untuk menutupi fakta bahwa Davian dan Vivian bersama – untuk sementara darinya, membuat Feli jadi lebih banyak diam.Tidak banyak kata yang terlontar dari mulut wanita cantik itu. Bukan karena tidak ada kalimat yang ingin ia utarakan, hanya saja ... Feli lebih ke merasa bingung, harus memulainya dari yang mana terlebih dahulu.Terlalu banyak kalimat berbentuk tanya yang saat ini tengah berkecamuk dengan begitu hebatnya dalam benak Feli, membuat perasaannya ja