"Kau pikir, ini lucu?" Nathen bertanya dengan nada suara yang terkesan sarkastik juga dongkol begitu ia menengadah dan menoleh ke arah Feli, memberi istri cantiknya itu tatapan tajam.
Kini, Feli dan Nathen tengah duduk saling berdampingan di sofa panjang yang ada di ruang utama.Sebelum bertanya pada Feli, Nathen sempat memokuskan atensi pada permukaan layar ponsel milik sang istri yang sampai saat ini bahkan masih ia cengkram dalam genggaman.Feli habis mengajak Nathen mengecek pesan berisi foto yang telah ia kirimkan pada Hayden. Dan ternyata, foto tersebut memang bukanlah foto dirinya yang sedang mengenakan lingerie, melainkan foto seekor kucing cantik dengan bulu berwarna putih bersih mengenakan lingerie dengan warna serupa, dengan lingerie yang diberikan Hayden.Menilik reaksi Nathen yang agaknya belum meluruhkan rasa marah, Feli mengangguk cepat sambil menatap suami tampannya itu dengan tatapan lugu tanpa dosanya. "Hemmm. Bagiku ini sangat lNathen mendorong daun pintu yang hendak Feli tutup itu dengan sekuat tenaga dan pergerakan cepat, membuatnya kembali terbuka seutuhnya, memberikan akses bagi dirinya sendiri untuk kembali memasuki kamar yang sudah jadi hak milik Feli tersebut.Tubuh Feli bahkan sampai sedikit terhuyung mundur, mengiringi genggaman tangannya yang terlepas begitu saja pada knob.Menatap lamat Feli yang balas menatapnya dengan tatapan panik, Nathen tersenyum manis kemudian menendang pelan daun pintu kamar di belakangnya dengan punggung kaki, hingga suara benturan yang berasal dari beradunya daun pintu dan bingkai, mengudara, menggema ke setiap sudut ruang.Pintu kamar itu kini sudah tertutup dengan begitu sempurna, rapat, tidak menunjukan sedikitpun celah, bahkan bagi cahaya saja, untuk lewat."Paman mau apa, sih?" Feli bertanya dengan suaranya yang gemetar, masih setia menunjukan keengganan untuk mengalihkan tatapan dari Nathen, menatap suami tampannya yang tengah m
Sebuah kekehan renyah tanpa beban lolos dari mulut Nathen mana kala ia menolehkan pandangan ke arah Feli yang sedang duduk di kursi samping kemudi, begitu ia mendengarnya mendengkus kasar.Mobil yang Nathen kemudikan kini sudah terparkir di pekarangan rumah milik Bastian dan Anna. Feli yang hendak langsung ke luar, pergi lebih dulu meninggalkan Nathen, malah mendapati pintu di sampingnya tidak dapat dibuka."Kenapa wajahmu dari tadi merengut begitu?" Nathen bertanya dengan nada setengah mengejek sembari mencolek pelan dagu Feli.Feli menepis tangan Nathen sembari mendelikan mata, menatap dongkol pada suami tampannya itu.Wajah Feli memang merengut, memetakan raut masam membersamai bibirnya yang mencebik.Sejatinya wanita cantik itu tengah merasa dongkol, tidak mau diajak bicara sama sekali oleh Nathen selepas insiden yang terjadi sebelum ia pergi membersihkan diri tadi.Bahkan sepanjang perjalanan yang telah dilalui dari aparteme
"Bastian?" Anna menyeru pelan begitu dirinya memasuki kamar dan berjalan menuju tempat tidur, di mana Bastian kala itu tengah duduk dengan pandangan yang tertunduk.Bastian menengadah. Menutup laptop yang ada dipangkuan, lalu menyimpannya ke atas nakas. "Hemmm?"Anna menghentikan langkah, tepat di samping tempat tidur dari sisi yang ditempati Bastian. Wanita cantik itu tersenyum. "Feli sudah datang.""Baiklah.""Kau akan langsung mengajaknya bicara?"Tersenyum simpul, Bastian membangkitkan diri dari duduknya. "Tentu tidak. Nanti saja, setelah selesai makan."Balas tersenyum, Anna mengangguk paham. "Kalau begitu, ayo turun. Temani pamanmu untuk berbincang. Aku akan memasak dan menyiapkan makanan untuk makan malam kita bersama Feli."Lengan sebelah kiri Bastian dirangkul oleh Anna, sebelum kemudian tubuhnya diseret untuk berjalan bersama menuju pintu kamar.Pandangan Bastian tertunduk, menatap nanar pada Anna. Per
Sedikit terkejut, tapi tidak sampai tercengang, Nathen merespon pertanyaan yang telah Bastian paparkan dengan sebuah kekehan kecil sembari menundukan pandangannya, sekilas. "Itu terlalu pribadi untuk bisa kujawab."Bastian menyunggingkan senyum miring di bingkai birai. "Aku minta maaf untuk itu, tapi aku sama sekali tidak menyesal karena sudah bertanya."Nathen balas tersenyum sambil mengindikan bahu, kelewat acuh. "Tidak masalah. Tapi tetap, aku tidak mau menjawabnya.""Aku harap, kau dan Feli tidak berpikir untuk memiliki anak dalam waktu dekat.""Katakan itu pada nenekmu. Karena sebenarnya aku dan Feli tidak terlalu tergesa-gesa akan hal itu, tapi nenekmu lah yang terus mendesakku."Mendengkus pelan, Bastian tersenyum hambar penuh makna. "Bukan aku ingin melarangmu dan Feli memiliki anak dengan segera. Hanya saja ... tidak kah menurutmu akan sangat merepotkan, mengurus bayi dan anak kecil pada saat yang bersamaan?""Bayi dan a
"Feli?" Nathen menyeru dengan suara kelewat pelan, nyaris tak terdengar ayalnya sebuah bisikan mana kala ia bersimpuh di hadapan Feli yang tengah duduk gugup di tepian tempat tidur.Sesi menikmati makan malam bersama telah terampungkan meski dengan suana hening yang terasa begitu canggung, sebab baik Nathen, Feli, Bastian maupun Anna, sama-sama hanya fokus untuk menyantap makanan di piring mereka.Kini, Feli dan Nathen tengah berada di kamar tamu yang sudah disiapkan oleh Bastian dan Anna untuk bermalam mereka.Feli bergegas lebih dulu meninggalkan ruang makan setelah mendapati bahwa Bastian meminta dirinya dan Nathen untuk menginap malam ini.Pun Bastian tidak melakukan pencegahan sama sekali, juga tidak langsung menyampaikan keinginannya untuk berbincang dengan Feli.Membiarkan Feli diantar oleh Anna ke kamar, barang kali adik cantiknya itu butuh waktu untuk mempersiapkan diri. Ia tak lupa meminta Nathen saja yang menyampaikan keinginan
Suara ketukan pelan yang berasal dari tarian jemari Davian yang beradu dengan permukaan meja, menjadi satu-satunya suara yang menggema di ruang kerja yang saat ini tengah Davian tempati.Duduk di kursi kebesaran, manik mata kelam Davian dibiarkan menatap lekat pada permukaan layar ponsel menyala yang tergeletak begitu saja di permukaan meja di hadapan.Ponsel itu milik Vivian. Dan apa yang saat ini sedang terpampang di layar benda pipih tersebut adalah tidak lain merupakan foto profil dari kontak milik Audrey.Audrey terlihat sedang tersenyum di sana, berdampingan dengan wanita baya yang juga tersenyum menatap ke arah kamera.Terlihat begitu manis juga menghangatkan. Terasa sekali kehangatan dari kebersamaan juga cinta kasih mereka meskipun hanya melalui sebuah foto belaka.Mengembuskan napas kasar, Davian mengalihkan pandangan sembari mengulurkan tangan, meraih ponsel miliknya yang ada di sisi lain meja kerjanya tersebut.Bersel
Tengkupan tangan Bastian di kedua lengan Feli akhirnya terkulai. Seakan tidak ada satupun otot yang bekerja semestinya lagi, tangan Bastian jatuh begitu saja bersamaan dengan air matanya yang berderai.Ayalnya seseorang yang kewarasannya mendadak hilang, Bastian terkekeh sambil menatap Feli dengan tatapan kosong. "Kau pasti bercanda.""Kak?" Pelan sekali seruan Feli itu mengudara, sebab suaranya mendadak sulit sekali untuk lolos dari mulutnya yang tiba-tiba jadi begitu kelu.Sungguh, hal seperti inilah yang sebenarnya selama ini Feli takutkan, hingga ia memendam segala sedihnya sendirian.Ia tahu, bahwasannya ia tidak akan bisa melihat Bastian sesedih seperti saat ini. Terlalu menyakitkan dan menyayat hati, bahkan membuatnya terasa seperti luluh lantah dan remuk redam.Rasa sakitnya tidak bisa dijabarkan dengan kata-kata. Memang sesakit dan semenyedihkan itu melihat air mata Bastian berderai, padahal ia tahu, kakaknya itu adalah tipikal o
"Feli?" Nathen menyeru kaget sembari berjalan cepat menghampiri tempat tidur di mana kala itu Feli tengah mendudukan diri sambil memeluk lututnya sendiri.Kemunculan Nathen yang baru ke luar dari kamar mandi, disambut oleh suara isak tangis dan juga senggukan dalam yang terdengar begitu menyesakan, menggema ke segala penjuru ruang kamar.Duduk di tepian tempat tidur tepat di samping tubuh Feli, Nathen menatap cemas pada tubuh istri cantiknya yang tampak gemetaran itu."Hey, kau kenapa?" Lembut dan rendah sekali suara Nathen itu mengudara, membersamai usapan kelewat pelan yang berlabuh di permukaan punggung Feli.Nathen belum bisa melihat wajah sang istri, sebab Feli sengaja menenggelamkn wajah cantiknya di permukaan lengan yang ia sedakepkan dengan harapan, agar bisa sedikit saja meredam suara tangisan.Sebenarnya Feli juga baru tiba di sana selang satu menit sebelum Nathen ke luar dari kamar mandi.Sehabis berbincang dengan Bast