Rehan mendengar dengan jelas suara motor Herman yang sudah mengejarnya.
Begitu pun dengan Ara yang sangat hafal dengan suara motor butut ayah tirinya itu."Kak, buruan!"Setelah memastikan Ara duduk dan memeluk pinggangnya, Rehan segera mengendarai motornya dengan kecepatan penuh."Ra, pegangan yang erat. Aku mau ngebut!" perintah Rehan sedikit berteriak."Iya Kak," Ara pun langsung memeluk pinggang Rehan dengan erat, dan tidak mengatakan apa pun lagi, membiarkan pacarnya tersebut fokus pada jalanan yang gelap, karena minimnya lampu penerangan di kampung tersebut."Woy, kejar mereka!" perintah Herman pada rekannya, ketika melihat motor Rehan.Herman mengendarai motornya ngebut untuk mengejar Rehan dan juga Ara.Namun, baru beberapa meter mengejar, motor Herman tiba-tiba mati membuatnya jatuh."Sialan!" Herman mengumpat, sambil menahan sakit. "Jangan hiraukan aku, cepat kejar mereka!" perintah Herman pada rekan-rekannya yang ingin menolong.Akhirnya Rehan dan juga Ara berhasil kabur dari kejaran rekan Herman.Dan sekarang keduanya berada di stasiun Bus yang jaraknya cukup jauh dari kampung."Kak, kita mau ke mana?" tanya Ara."Membawamu ke tempat yang aman," hanya itu jawaban dari Rehan.Lalu menarik tangan Ara, untuk segera menuju sebuah bus antar kota yang ingin segera meninggalkan stasiun Bus tersebut."Ra, ayo!"Tanpa pikir panjang dan tanpa menanyakan apa pun lagi, Ara langsung masuk ke dalam bus tersebut di ikuti oleh Rehan."Perjalanan kita sangat panjang, kamu tidur saja ini sudah sangat larut,"Ara yang begitu lelah dengan apa yang baru saja di laluinya, tidak menolak perintah dari Rehan. "Iya, Kak."Entah sudah berapa lama Ara terlelap, kini ia membuka kedua bola matanya, dan menoleh kursi tepat di sampingnya di mana Rehan sebelumnya duduk, tapi sekarang kekasihnya itu tidak ada.Kemudian Ara mencari keberadaan Rehan. "Kak Rehan?" panggil Ara.Ia beranjak dari kursinya, untuk mencari sang kekasih.Namun, Ara tidak mendapati Rehan di dalam bus yang sedang berhenti di rest area."Kak," Ara kembali memanggil Rehan, dan turun dari bus tersebut, mungkin sang kekasih berada di luar bus, itu yang Ara pikir, karena pintu bus tersebut terbuka.Tapi setelah mencari kesana kemari, Ara tidak menemukan keberadaan kekasihnya.Membuatnya masuk lagi ke dalam bus, tidak jauh dari tempatnya. Tanpa melihat bus tersebut bukanlah bus yang ia naiki sebelumnya, meskipun warnanya sama.Ara kembali menuju deretan kursi yang ia ingat kursi tempatnya duduk.Berbarengan dengan bus tersebut kembali berjalan.Membuatnya mengurungkan niatnya duduk di kursi, lalu Ara mendekati kernet Bus yang baru saja ganti, tidak jauh dari tempatnya. "Pak, jangan jalan dulu, Kak Rehan belum kembali."Kernet bus tersebut memicingkan matanya menatap pada Ara. "Bicara apa kamu? Aku sudah menghitung semua yang ada di dalam bus, dan jumlahnya sama. Lebih baik kamu duduk di kursimu kembali, mengerti!""Pak, tapi–""Ya ampun, duduk saja kalau tidak mau silakan turun, biar di samperin preman!" seru kernet bus tersebut memotong perkataan dari Ara.Sementara itu bulir air mata ketakutan terus membasahi pipi Ara, bukan lagi karena kehilangan Rehan.Tapi sekarang dirinya di turunkan paksa oleh kernet Bus, setelah hampir tiga jam di dalam bus tersebut, karena Ara tidak bisa menunjukkan tiket bus.Ara mengedarkan tatapannya keseluruh arah, setelah bus yang baru menurunkannya dengan paksa menjauh.Sunyi, gelap, seperti tidak ada kehidupan di tempat dirinya berada.Membuat Ara berlari berarahan dengan laju bus yang menurunkannya dengan paksa.Setelah hampir setengah jam berlari, dan membuat tenaganya benar-benar habis. Ara mendapati sebuah rumah dengan pagar menjulang tinggi.Dan Ara segera menepi ke rumah tersebut untuk meminta tolong."Tolong aku, aku mohon!" teriak Ara yang sudah berdiri di depan pagar menjulang tinggi rumah tersebut, berharap ada yang menolongnya, karena Ara benar-benar tidak tahu sekarang dirinya dimana.Ara terus meminta tolong, hingga tubuhnya lemas, membuatnya kini terduduk tepat di depan pagar.Tangis yang tadi sudah reda, sekarang Ara kembali menangis meratapi nasib hidupnya yang tidak pernah berpihak padanya, setelah sang ayah tidak tahu keberadaannya sebelum sang ibu menikah lagi dengan ayah tirinya.Ara yang terus menangis, kini menutupi wajahnya ketika sorot lampu mobil yang berhenti tepat di depannya, menerpa wajahnya.Suara klakson dari mobil tersebut, membuat Ara segera beranjak dari duduknya, kemudian mendekati mobil tersebut, berharap seseorang yang berada di dalam mobil, mau membantunya.Ara mengelilingi mobil warna hitam dengan dua pintu, bertuliskan supra di belakang mobil.Kemudian mengetuk kaca jendela mobil sambil meminta tolong. "Siapa pun, tolong aku!" teriak Ara dengan suara serak setelah menangis, yang dari tadi tidak berhenti berteriak meminta tolong.Pria yang berada di dalam mobil tepatnya di bangku pengemudi, menatap keluar jendela sambil memegang keningnya, untuk menetralkan rasa pusing akibat minuman beralkhohol yang belum lama ia konsumsi secara berlebihan hingga membuatnya mabuk, untung saja pria tersebut sampai dengan selamat di kediamannya, setelah mengendarai mobil dalam keadaan mabuk."Vio sayang," ucap pria tersebut, ketika melihat gadis di luar mobil yang terus mengetuk kaca jendela mobilnya.Dengan perasaan bahagia melihat gadis yang berada di luar mobil, membuat pria tersebut bergegas membuka pintu mobil dimana dirinya berada.Melihat seorang pria keluar dari dalam mobil, membuat Ara berharap pria tersebut dapat menolongnya, dalam situasi yang sedang dialaminya.Ara meraih salah satu tangan pria tersebut. "Aku mohon tolong aku, Tuan."Bukannya menanggapi ucapan dari Ara, pria tersebut yang coba berdiri dengan tegak, karena tubuhnya tidak seimbang, efek mabuk. Yang ada malah mengukir senyum sambil menatap samar-samar wajah Ara.Bukan hanya mengukir senyum, pria tersebut beralih memegang kedua tangan Ara, lalu membawanya ke dalam pelukannya. "Vio sayang, akhirnya kamu kembali."Tentu saja di peluk tiba-tiba oleh pria yang tidak sama sekali Ara kenal, apa lagi pria tersebut memanggilnya dengan panggilan Vio sayang.Membuat Ara segera melepas pelukan pria tersebut. "Lepaskan aku!"Hal tersebut membuat raut wajah pria tersebut, yang tadi terlihat senang, kini berubah jadi kesal setelah pelukannya di lepas paksa.Tamparan mendarat di sebelah pipi Ara yang di layangkan pria tersebut, membuat Ara meringis kesakitan sambil memegang sebelah pipinya, apa lagi pria tersebut sekarang mencengkram satu tangan Ara."Kurang ajar!" seru pria tersebut. Kembali lagi membawa Ara ke dalam pelukannya.Tapi kali ini pria tersebut memeluk pinggangnya dengan sangat erat, hingga Ara tidak bisa melepas pelukan pria tersebut yang sudah menatapnya dengan tajam.Bau minum minuman beralkhohol itu yang Ara cium dari nafas pria tersebut, dan Ara sangat hafal hal itu karena ayah tirinya sering pulang ke rumah dalam keadaan mabuk."Aku kurang apa, hah?! Sehingga kamu tega meninggalkan aku, katakan Vio!"Pria tersebut yang berteriak tepat di telinga Ara dengan menyebut nama Vio, membuat telingan berdering."Semua sudah aku berikan untuk kamu, Vio. Tapi ini balasan kamu padaku, hah!"Ara yang tidak sama sekali mengerti ucapan dari pria tersebut, coba untuk melepas pelukannya. "Tuan, lepaskan aku!" pinta Ara.Tak berselang lama pria tersebut melepas pelukannya. Dan menatap Ara dengan tajam."Jangan harap kamu bisa pergi dariku, Violet!" tegas pria tersebut. Lalu meraih salah satu tangan Ara, dan menariknya masuk ke dalam rumah tersebut, yang entah sejak kapan pintu gerbang tersebut sudah terbuka."Tuan, tolong lepaskan aku!" teriak Ara, dan coba melepas tangan pria tersebut.Namun, apalah daya, tenaganya sudah tidak mampu berbuat banyak, setelah kejadian demi kejadian yang baru saja dilaluinya.Meskipun Ara sudah memohon, tapi pria tersebut seperti tuli. Dan terus menarik tubuh Ara hingga masuk ke dalam rumah, bukan hanya masuk ke dalam rumah.Pria tersebut terus menarik tangan Ara masuk ke dalam sebuah kamar.Setelah berada di dalam kamar, tubuh Ara dihempaskan pria tersebut keatas kasur.Dan hal tersebut membuat Ara tidak bisa berbuat apa-apa lagi, setelah pria tersebut menindih tubuhnya."Harusnya aku melakukan ini padamu sejak lama, Vi. Agar kamu selamanya menjadi milikku!" seru pria tersebut.Kemudian menarik baju yang Ara kenakan dengan paksa."Tu—"Belum juga Ara berkata, pria tersebut sudah menghentikan perkataannya dengan menampar sebelah pipinya dengan kencang.Hal tersebut membuat Ara semakin tidak berdaya, dan hanya mampu menatap pria tersebut yang beranjak dari tubuhnya lalu membuka celananya.Hanya tangis yang bisa Ara lakukan, sebelum ia jatuh tidak sadarkan diri setelah tak berdaya menyaksikan dengan kedua matanya, pria yang menarik ke dalam sebuah rumah dan mendorong tubuhnya keatas kasur. Telah merenggut kesuciannya yang selama ini Ara jaga.Kesucian yang akan Ara peruntukkan untuk suaminya nanti, tapi sekarang sudah di renggut oleh pria yang terus menyebut nama Vio.Joan Will merasa puas dengan apa yang baru saja dilakukannya, untuk pertama kali selama bertahun-tahun menjalin kasih dengan Violet, perempuan yang baru beberapa hari memutus hubungan kasih.Akhirnya Joan bisa meniduri kekasihnya tersebut, dan dirinya yakin. Dengan hal tersebut, Violet yang sangat dicintainya sepenuh hati, pasti akan kembali lagi padanya untuk selamanya.Tanpa Joan sadari karena efek mabuk berat, bukanlah Violet yang ia tiduri, tapi seorang gadis yang memiliki nasib malang.Tautan kening menghiasi wajah Joan Will, ketika menatap Violet yang masih ia tindih.Beberapa kali ia menggelengkan ke
Untuk kedua kalinya kakek Janned menampar pipi Joan sang cucu, setelah bibi Miu membawa seorang gadis yang berada di atas kasur yang sama dengan Joan. Dimana gadis itu yang tak lain dan tak bukan adalah Ara, pingsan. Dan dengan segera kakek Janned menyuruh Zack memanggil dokter keluarganya untuk memeriksa gadis tersebut.Setelah mendapat tamparan keras dari sang kakek, membuat Joan yang sekarang sudah mengenakan celana boxer, mengingat apa yang terjadi semalam.Dan dirinya sangat yakin, melakukan hubungan badan dengan Violet kekasihnya, tepatnya sih, mantan kekasihnya."Sejak kapan kakek mengajari kamu berbuat seperti binatang hah?!" kakek Janned benar-benar emosi mendapati sang cucu berada di dalam kamar dengan seorang gadis tanpa menggunakan pakaian."Kek, aku melakukan dengan Vio. Hal yang wajar melakukan tersebut dengan seorang kekasih."Kakek Janned benar-benar tidak bisa menerima apa yang sang cucu katakan, karena baginya hubungan intim hanya di lakukan oleh pasangan yang sudah
Karena tidak mendapat jawaban dari pertanyaannya, membuat Ara terus menatap pada foto dirinya dan sang ayah, yang diambil beberapa tahun silam. Sebelum sang ibu membawanya pergi menjauh dari sang ayah, tanpa alasan apa pun.Dan dari saat itu Ara kehilangan sosok seorang ayah yang sangat dicintainya, apa lagi saat itu sang ayah‐lah yang selalu berada di sampingnya dua puluh empat jam, karena sang ibu sibuk bekerja.Bulir air mata jatuh membasahi kedua pipi Ara, air mata kerinduan untuk sang ayah yang sangat disayanginya.Melihat Ara menangis, kakek Janned yang sudah duduk dipinggiran tempat tidur, mengulurkan tangannya, lalu menghampus air mata yang membasahi kedua pipi Ara.Membuat Ara segera menoleh pada kakek Janned, lalu menjauhkan tangannya."Dimana ayah?" tanyanya."Aku akan membawa kamu menemui ayahmu," kata kakek Janned, yang harus menunjukkan dimana orang yang sangat berjasa dalam hidupnya, kini berada."Aku mau menemui ayah sekarang juga," Ara coba untuk turun dari tempat ti
Bibi Miu selalu berada di samping Ara, menemani gadis tersebut yang merasa bingung. Bagaimana Ara tidak bingung, baru kali ini ia di perlakuan seperti seorang putri dalam Kerajaan dongeng yang sering ia baca. Membuatnya tidak bisa berkata apa-apa lagi, selain menatap orang-orang berpakaian pelayanan yang didominasi warna putih, keluar masuk ke dalam kamar dimana dirinya. Membawakannya, bukan hanya keperluan sekunder, tapi juga kebutuhan primer yang sering Ara lihat di drama televisi. Dari pakaian, tas, sepatu dan aksesori lainnya yang sama sekali tidak pernah Ara miliki, jangankan memilikinya melihatnya secara langsung pun, Ara belum pernah. Tapi sekarang Ara bisa melihat langsung kebutuhan primer yang begitu banyak di kamar dimana ia berada, yang baru di susun rapi oleh beberapa pelayan. "Nona Ara, ini semua milikmu," kata bibi Miu. Tentu saja Ara yang masih duduk diatas tempat tidur setelah menyelesaikan sarapan, itu pun di layani oleh bibi Miu yang menyuapinya meskipun Ara
Bibi Miu menghampiri kakek Janned di dalam kamar yang selalu ia tempati jika berada di rumah sang cucu, karena memang, kakek Janned sebenarnya tinggal di rumah lainnya.Kakek Janned menoleh pada papa bibi Miu. "Bagaimana Mi, apa Ara sudah lebih tenang?" tanya kakek Janned, pasalnya setelah pulang dari pemakaman beberapa saat lalu, Ara masih bersedih."Syukurlah, gadis itu sudah lebih tenang Tuan."Kakek Janned yang sedang duduk diatas sofa di ruangan tersebut, sekarang beranjak dari duduknya."Dia tidak mengatakan apa pun padamu?""Ara hanya mengatakan ingin pulang, Tuan."Kakek Janned tidak mengatakan apa pun untuk menimpali ucapan bibi miu."Persiapkan acara pernikahan Ara dan Joan!" perintah kakek Janned."Baik Tuan."Kakek Janned masuk ke dalam kamar dimana Ara berada, ingin mengatakan tentang pernikahan.Karena memang kakek Janned belum memberi tahu tentang hal tersebut.Ara yang sedang duduk diatas kasur dengan punggungnya ia sandarkan di sandaran tempat tidur, menoleh pada kake
Ara yang masih setengah sadar, dan nyawanya belum terkumpul karena baru saja terjaga dari tidur nyenyaknya.Hanya menatap pada Joan yang baru saja menariknya hingga turun dari atas tempat tidur, kemudian mendudukkan bokongnya di pinggiran tempat tidur tersebut."Keluar!" perintah Joan dengan kencang, membuat nyawa Ara akhirnya terkumpul sempurna.Kemudian Joan menarik kedua tangan Ara agar beranjak dari duduknya, lalu mendorong tubuhnya dengan kencang.Untung saja tidak membuat Ara jatuh, dan membuatnya hanya menatap pada pria yang sudah resmi menjadi suami."Apa lihat-lihat, hah?! Pergi dari kamarku sekarang juga, dan jangan sampai kamu masuk ke dalam kamarku ini, paham!"Ara yang malas menanggapi sang suami, memilih segera pergi dari dalam kamar tersebut.Namun, baru saja membuka pintu. Joan menghentikan langkahnya."Jangan bilang aku mengusirmu dari kamar ini. Awas saja kalau kamu sampai mengadu pada kakek, aku akan membuat perhitungan denganmu paham!" ancam Joan, yang tidak ingin
Ara yang ketiduran di tempat tidur Joan, setelah suaminya itu meninggalkannya. Segera membuka kedua bola matanya ketika mendengar suara pintu di buka dengan kencang.Dan segera turun dari tempat tidur, ketika melihat Joan masuk ke dalam kamar tersebut.Tautan kening menghiasi wajah Ara, ketika melihat sang suami masuk dengan tubuh di papah oleh Zack."Aku cari obat dulu," kata Zack setelah mendudukkan bokong Joan di pinggiran tempat tidur.Ketika atasan dan juga sahabatnya terluka di salah satu kakinya, setelah tadi melarikan diri dari kejaran musuh Joan.Ara hanya diam mematung melihat Zack yang keluar dari dalam kamar dengan terburu-buru, kemudian menatap pada Joan yang sedang menahan sakit, disalah satu kakinya."Jangan hanya berdiri disitu bodoh! Cepat ambilkan aku minum!" perintah Joan yang sangat haus setelah tadi melarikan diri dari kejaran musuhnya.Bergegas Ara mengambil segelas air putih yang berada diatas meja nakas, lalu mendekati Joan. "Silakan,"Joan mengambil gelas ters
Hati Ara langsung luluh mendengar permintaan dari kakek Janned.Membuatnya mengurungkan niat untuk meninggalkan pria kejam yang sudah berstatus sebagai suaminya itu."Aku akan tetap tinggal disini dan menjadi istri untuk selamanya bagi cucu kakek itu." kata Ara."Terima kasih Ra, kakek berharap kamu bisa mengubah keras kepala Joan." tentu saja kakek Janned berharap suatu saat Ara bisa mengubah cucunya itu menjadi pria yang tidak keras kepala lagi.Meskipun Joan bukankah cucu kandungnya, tapi kakek Janned sudah menganggapnya sebagai cucunya sendiri, yang akan menjadi pewaris kekayaannya.Mengingat lagi, kakek Janned tidak memiliki keturunan lagi setelah anak dan juga menantunya yang Joan pikir adalah orang tuanya, telah meninggal dunia karena kecelakaan.Ara menganggukkan kepalanya untuk menimpali ucapan kakek Janned.Dimana pria paruh baya tersebut kini beranjak dari duduknya. "Ra, panggil Joan. Ajak dia sarapan, kakek tunggu kalian berdua di meja makan.""Baik Kek,"Setelah kakek Jan
Bahagia dan juga sedih bercampur jadi satu, itu yang sedang Joan rasakan sekarang.Bahagia karena ia akhirnya bisa melihat bayi kembarnya yang begitu sehat dan juga sempurna.Dan sedih, karena satu hari setelah Ara melahirkan secara caesar, istrinya itu belum juga sadarkan diri. Setelah dinyatakan koma beberapa jam setelah menjalani operasi caesar.Joan ditemani ibu mertuanya, menyaksikan kedua bayi kembarnya yang berjenis kelamin laki-laki, sedang di beri susu oleh perawat yang menjaga keduanya di sebuah ruang perawatan yang telah ia siapkan jauh hari, bukan hanya untuk kedua bayinya, tapi juga dengan Ara.Namun, hanya dua bayi kembarnya yang berada di ruang perawatan tersebut.Karena Ara masih berada di ruang ICU."Silakan jika Tuan ingin mencoba memberi susu pada bayi Tuan." kata perawat.Tentu saja Joan segera mengambil botol susu yang berada di tangan perawat tersebut.Dan dengan arahan perawat tersebut, Joan bisa memberi susu pada kedua putranya.Padahal Joan dan juga Ara telah
Dalam situasi panik, Joan menepuk-nepuk pipi sang istri yang tidak sadarkan diri. Saat sudah berada di dalam mobil untuk membawa Ara ke rumah sakit."Sayang bangunlah." dengan penuh kecemasan, Joan terus menepuk pipi Ara. Berharap istrinya tersebut segera sadar. "Aku mohon, jangan buat aku panik seperti ini sayang."Tetap saja Ara tidak merespon perkataan Joan."Pak! Bisa nyetir tidak hah?! Cepat bodoh!" seru Joan pada supir kantor yang sedang mengendarai mobilnya."Sayang, bicara yang sopan." suara Ara begitu pelan.Tapi terdengar di kedua telinga Jaon, membuatnya segera menatap wajah sang istri yang sudah berada di pangkuannya."Sayang, kamu sudah sadar?"Disaat perutnya semakin mules, Ara masih sempat tersenyum pada sang suami."Sayang, kamu baik-baik saja?" tanya Joan sambil meraup kedua pipi sang istri. "Sayang!" kini Joan berteriak, melihat sang istri kembali tidak sadarkan diri.Panik, gelisah, cemas semua bercampur menjadi satu. Setelah Joan berada di rumah sakit, dan sang ist
Zazi menatap pada Zack sambil memicingkan matanya, setelah mendengar pernyataannya.Karena pernyataan Zack barusan, bagi Zazi seolah-oleh memandang jelek profesi pria yang ia cintai."Kenapa memang dengan dia yang berprofesi sebagai photografer? Kamu pikir pekerjaannya tidak benar, begitu?""Bukan bermaksud seperti itu, tapi...""Sudahlah Zack, aku tahu apa yang ingin kamu katakan." Zazi memotong perkataan dari Zack. "Kamu pasti ingin bicara yang tidak-tidak mengenai pekerjaan Rehan. Tapi, harus kamu ketahui, dia bekerja secara profesional. Dan sekarang hentikan mobilnya!"Namun, Zack tidak mendengar perintah dari Zazi dan terus mengendarai mobil."Zack, aku bilang berhenti!" seru Zazi.Dan kali ini Zack mengikuti perintahnya, dan menghetikan laju mobilnya saat sudah ia tepikan di pinggir jalan."Turun dari mobilku!"Zack menatap pada Zazi seteleh mendengar apa yang diperintahkannya."Buruan turun, ngapain malah liatin aku. Aku ingin pergi menemui Rehan,"Tanpa berpikir lagi, setelah
"Sialan!" Rehan mengumpat, dan satu tangannya ia pukulkan ke setir pengemudi.Ketika ia tidak bisa mengejar mobil yang Joan dan juga Ara naiki.Karena dengan begitu, Rehan gagal membuat rekayasa kecelakaan yang sudah ia susun rapi di otaknya."Ini belum saatnya, tapi lihat saja nanti. Aku akan mambuat kalian hancur sehancur hancurnya," kata Rehan.Pria baik yang menjelma menjadi iblis, hanya karena sakit hati.Joan menurunkan laju kecepatan mobil yang di kendarainya.Setelah tadi ia merasa curiga, ada sebuah mobil yang terus mengikutinya.Tapi mobil itu tidak lagi terlihat dari kaca spion mobilnya."Sayang, sebenarnya ada apa sih?" tanya Ara penasaran.Setelah suaminya tersebut memelankan laju mobilnya.Padahal belum lama sang suami mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Apa lagi Joan terus menoleh pada Spion mobilnya di luar sana.Joan menoleh sekilas pada sang istri, tidak lupa mengukir senyum. "Tidak apa-apa sayang."Tentu saja Joan tidak ingin mengatakan pada sang
"Re... Rehan?" tanya Ara untuk memastikan apa yang baru saja ia dengar tidak salah.Jika Zazi sedang jatuh cinta pada pria yang bernama Rehan."Iya, Ra. Nih aku tunjukin foto orangnya, lebih ganteng tahu dari pada Zack."Zazi yang masih menyetir menunjukan foto pria yang ia cintai, di dalam galeri ponselnya."Dia seorang photografer profesional, Ra. Dan itu mengapa, sekarang aku juga tertarik dengan dunia foto." jelas Zazi.Ara masih menatap foto pria yang Zazi cintai, dan ternyata pria tersebut bukan Rehan yang Ara kenal."Ganteng bukan? Zack mah lewat.""Yakin kamu jatuh cinta padanya?""Yakin dong,""Apa dia juga mencintaimu?""Kalau itu aku kurang tahu, Ra. Aku belum mengungkapkan perasaanku padanya, tapi kalau di lihat-lihat dia juga memiliki perasaan padaku.""Bagaimana kamu tahu?""Aku dan dia beberapa kali pergi makan malam bersama, dan dia begitu perhatian padaku.""Hanya itu?""Iya,""Tapi, bagaimana jika dia tidak mencintaimu?""Aku yakin dia mencintaiku Ra,""Seandainya ti
Pria tersebut kini menaruh secarik kertas diatas meja, lalu beranjak dari duduknya. "Jika kamu ingin menerima tawaran kerja sama untuk menghancurkan mereka. Hubungi aku di nomor itu,"Vio mengambil secarik kerja yang bertuliskan angka nomor ponsel. "Tunggu!" perintah Vio menghentikan pria tersebut yang baru saja beranjak dari duduknya dan mungkin saja akan meninggalkannya. "Siapa namamu?" tanya Vio pada pria tersebut yang begitu asing baginya."Rehan." jawab singkat pria tersebut, dan langsung melangkah meninggalkan dimana Vio berada.Kedua bola mata Vio terus mengikuti pria tersebut keluar dari dalam kafe. "Rehan, ada dendam apa pria itu ri pada Joan dan juga Ara?" tanya Vio penasaran.Tapi setelahnya Vio mengukir senyum, karena akhirnya ia bisa menemukan orang yang sama-sama ingin menghancurkan rumah tangga Joan dan juga Ara. Namun, setelah itu senyum Vio memudar ketika melihat kedua sahabatnya baru masuk ke dalam kafe dan menuju dimana ia berada."Sorry Vio, kita telat sampai si
Setelah badai berlalu, rumah tangga Ara dan juga Joan semakin romantis.Saking romantisnya, akhir-akhir ini Joan memilih bekerja dari rumah.Apalagi persalinan Ara mulai dekat, membuat Joan ingin terus berada di samping sang istri.Takut tiba-tiba Ara mengalami kontraksi.Joan tersenyum melihat Ara masuk ke dalam ruang kerjanya, yang berada di rumah. "Ada apa sayang? Katakan saja jika kamu ingin sesuatu. Aku akan membuatkannya untukmu." tanyanya, karena belakangan ini Joan begitu aktif memasak makanan yang sang istri inginkan, meskipun dengan di bantu bibi Miu.Joan kini memeluk pinggang Ara dari samping, saat istrinya tersebut telah berada di dekatnya. Tak lupa mencium perut Ara."Atau kamu pegal, jika iya. Aku akan memijat kaki kamu, sayang."Ara hanya tersenyum mendengar ucapan Joan, yang sudah menjadi suami siaga. Karena hampir setiap hari, Joan memijat sang istri, sebelum tidur. Seolah tahu apa yang sang istri rasakan saat mengandung bayi kembar.Joan kini beranjak dari duduknya
"Jaon tidak pernah tidur dengan Vio, Ra." jelas Zazi.Ketika keduanya sedang duduk di bangku tanam, spot favorit Ara ketika berada di rumah.Hamparan berbagai bunga di taman tersebut dan juga udara sejuk yang Ara hirup, membuatnya merasa lebih baik. Hingga ia bisa menghentikan tangisnya.Apalagi ia baru saja mendengar cerita Zazi mengenai sang suami."Jadi jangan marah pada Joan, Ra."Ara menoleh pada Zazi yang duduk tepat di sampingnya. "Apa aku harus memaafkannya? Meskipun mereka tidak tidur bersama, tapi mereka bercumbu, Zi."Tentu saja Ara merasa apa yang dilakukan sang suami tidak benar."Aku rasa Joan hanya terbawa suasana.""Dan itu artinya, dia masih memiliki perasaan pada Vio.""Terus, kamu ingin membiarkan suamimu itu kembali pada Vio?"Ara menghembuskan nafasnya kasar, dan memilih diam. Jujur bagi Ara, meskipun tadi ia meminta bercerai, tapi itu hanya perkataan spontan yang keluar dari mulutnya, karena emosi sesaat.Mengingat lagi, seluruh cintanya telah ia berikan pada Jo
Joan menatap pada Ara, setelah mendengar apa yang dikatakan olehnya. "Coba katakan lagi!" pintanya."Ceraikan aku." ucap Ara lagi, dan derai air mata masih terus membasahi kedua pipinya.Menyadari kehadirannya dalam kehidupan Joan, tidak di harapkan."Dan kamu bisa bersama dengan Vio."Jaon memegang kedua lengan sang istri, setelah melempar ponsel Ara yang terdapat foto dirinya dan juga Vio.Dan Joan benar-benar tidak mengerti kenapa Vio mengambil foto diam-diam tanpa sepengetahuannya."Apa kamu tidak ingin mendengar penjelasan dariku, Ra?""Tidak ada yang perlu di jelaskan," "Aku suamimu, Ra. Kenapa kamu percaya pada ucapan orang lain, tanpa mau mendengar penjelasan suamimu ini?"Ara tidak ingin menanggapi ucapan dari Joan, dan masih terus menangis."Aku bersumpah atas nama Tuhan, jika aku tidak pernah sama sekali tidur dengan Vio." jelas Joan, meskipun sang Isrti tidak ingin mendengar penjelasannya.Namun, Joan tidak ingin Ara semakin salah paham.Joan berpikir berkata jujur untuk