Ara yang masih setengah sadar, dan nyawanya belum terkumpul karena baru saja terjaga dari tidur nyenyaknya.Hanya menatap pada Joan yang baru saja menariknya hingga turun dari atas tempat tidur, kemudian mendudukkan bokongnya di pinggiran tempat tidur tersebut."Keluar!" perintah Joan dengan kencang, membuat nyawa Ara akhirnya terkumpul sempurna.Kemudian Joan menarik kedua tangan Ara agar beranjak dari duduknya, lalu mendorong tubuhnya dengan kencang.Untung saja tidak membuat Ara jatuh, dan membuatnya hanya menatap pada pria yang sudah resmi menjadi suami."Apa lihat-lihat, hah?! Pergi dari kamarku sekarang juga, dan jangan sampai kamu masuk ke dalam kamarku ini, paham!"Ara yang malas menanggapi sang suami, memilih segera pergi dari dalam kamar tersebut.Namun, baru saja membuka pintu. Joan menghentikan langkahnya."Jangan bilang aku mengusirmu dari kamar ini. Awas saja kalau kamu sampai mengadu pada kakek, aku akan membuat perhitungan denganmu paham!" ancam Joan, yang tidak ingin
Ara yang ketiduran di tempat tidur Joan, setelah suaminya itu meninggalkannya. Segera membuka kedua bola matanya ketika mendengar suara pintu di buka dengan kencang.Dan segera turun dari tempat tidur, ketika melihat Joan masuk ke dalam kamar tersebut.Tautan kening menghiasi wajah Ara, ketika melihat sang suami masuk dengan tubuh di papah oleh Zack."Aku cari obat dulu," kata Zack setelah mendudukkan bokong Joan di pinggiran tempat tidur.Ketika atasan dan juga sahabatnya terluka di salah satu kakinya, setelah tadi melarikan diri dari kejaran musuh Joan.Ara hanya diam mematung melihat Zack yang keluar dari dalam kamar dengan terburu-buru, kemudian menatap pada Joan yang sedang menahan sakit, disalah satu kakinya."Jangan hanya berdiri disitu bodoh! Cepat ambilkan aku minum!" perintah Joan yang sangat haus setelah tadi melarikan diri dari kejaran musuhnya.Bergegas Ara mengambil segelas air putih yang berada diatas meja nakas, lalu mendekati Joan. "Silakan,"Joan mengambil gelas ters
Hati Ara langsung luluh mendengar permintaan dari kakek Janned.Membuatnya mengurungkan niat untuk meninggalkan pria kejam yang sudah berstatus sebagai suaminya itu."Aku akan tetap tinggal disini dan menjadi istri untuk selamanya bagi cucu kakek itu." kata Ara."Terima kasih Ra, kakek berharap kamu bisa mengubah keras kepala Joan." tentu saja kakek Janned berharap suatu saat Ara bisa mengubah cucunya itu menjadi pria yang tidak keras kepala lagi.Meskipun Joan bukankah cucu kandungnya, tapi kakek Janned sudah menganggapnya sebagai cucunya sendiri, yang akan menjadi pewaris kekayaannya.Mengingat lagi, kakek Janned tidak memiliki keturunan lagi setelah anak dan juga menantunya yang Joan pikir adalah orang tuanya, telah meninggal dunia karena kecelakaan.Ara menganggukkan kepalanya untuk menimpali ucapan kakek Janned.Dimana pria paruh baya tersebut kini beranjak dari duduknya. "Ra, panggil Joan. Ajak dia sarapan, kakek tunggu kalian berdua di meja makan.""Baik Kek,"Setelah kakek Jan
Bibi Miu segera membawa Ara ke rumah sakit, setelah Joan memanggilnya. Ketika mendapati sang istri tiba-tiba pingsan setelah ia dorong dan mengeluh sakit di bagian perutnya.Tanpa merasa bersalah setelah apa yang terjadi pada Ara, Joan kembali menghisap puntung rokok yang menyala, berharap frustasi yang sedang ia rasakan segera menyingkir.Karena sampai detik ini Joan belum juga menemukan keberadaan Vio, yang seolah hilang di telan bumi. Padahal Joan sudah pergi kesana kemari mencari wanita yang sangat dicintainya."Arrggggg!" Joan memukul meja kaca dihadapannya sampai hancur, dan membuat telapak tangannya terluka. "Vio, kembalilah padaku. Aku tidak bisa hidup tanpamu,"Sementara itu di rumah sakit. Bibi Miu merasa lega setelah Ara ditangani oleh dokter, kini kondisinya baik-baik saja dan sudah sadarkan diri.Ruang perawatan VIP menjadi tempat Ara beristirahat setelah dokter menyuruhnya untuk menjalani rawat inap."Non, apa yang terjadi sebenarnya?" tanya bibi Miu, yang belum mengetah
Ara menitikan air mata dan terus menatap pada Joan, ia tidak percaya pria tersebut menyuruhnya untuk menggugurkan bayi yang ada di dalam rahimnya.Meskipun awalnya Ara sempat berpikir jika Joan tidak mungkin akan menerima bayinya, tapi tidak terlintas sedikitpun di benaknya jika pria tersebut ternyata lebih keji dengan memintanya menggugurkan bayinya."Kamu pikir, dengan kamu menangis akan mengubah keputusanku? Tidak! Keluar dari kamar ini dan segera gugurkan bayimu!""Jahat." ucapan tersebut lolos begitu saja dari bibir Ara.Namun, hanya membuat Joan tersenyum, lalu mendorong tubuh Ara Keluar dari dalam kamarnya. "Pergi dari hadapanku!"Ara yang sudah berada di depan kamar Joan, menatap pintu kamar tersebut yang baru saja di tutup dengan kencang oleh Joan.Tidak, Ara tidak boleh menangis. Membuatnya segera menghapus air mata yang membasahi kedua pipinya.Dan Ara juga tidak boleh bersedih, ada kakek Janned yang selalu mengerti akan dirinya. "Aku harus memberi tahu kakek.""Jika kamu m
Rehan masih tidak percaya, setelah mencari kesana kemari keberadaan sang kekasih setelah kejadian malam itu, dimana ia kehilangan Ara saat di stasiun Bus.Kini ia menemukan keberadaan kekasihnya tersebut, saat Rehan sudah pasrah mencarinya."Kak Rehan." ucap Ara lagi, karena Rehan tidak menimpali ucapannya. Yang ada Rehan terus menatapnya, masih tidak percaya jika gadis yang sekarang sudah berdiri di hadapannya, adalah Ara. "Ara, kamukah ini?" tanyanya."Iya Kak, aku Ara."Rehan segera membawa gadis tersebut ke dalam pelukannya. "Tuhan, terima kasih. Engkau telah mempertemukan aku dengan Ara." ucapnya, dan semakin erat memeluk kekasihnya tersebut."Kak, lepaskan aku." pinta Ara.Bukan hanya ia sulit bernafas, karena Rehan memeluknya begitu erat.Tapi selama menjalin hubungan kekasih dengan Rehan, tidak pernah sekalipun keduanya saling berpelukan. Rehan segera melepas pelukannya ketika mendengar permintaan Ara.Lalu menatap lekat wajah gadis tersebut. "Kamu ke mana saja Ra? Asal kamu
Meskipun tahu, gadis yang sangat Rehan cintai sudah memiliki suami dan juga sedang hamil.Tapi Rehan tidak tega untuk mengabaikan Ara, apa lagi ia tahu pernikahan gadis tersebut dengan suaminya tidak berjalan semestinya.Dan Rehan berjanji akan terus bersama dengan Ara, yang kini tidak memiliki siapapun. Termasuk ibu kandung Ara yang tidak menginginkan sang putri kembali."Aku pulang." Rehan membuka pintu kamar kostnya, sesaat setelah ia pulang bekerja.Ara yang seharian berada di dalam kamar kost, beranjak dari duduknya melihat Rehan telah pulang."Kak Rehan bilang pulang agak malam, kenapa sekarang sudah pulang?" tanya Ara mengingat pria tersebut tadi menghubunginya, akan pulang malem. Tapi baru juga jam lima sore Rehan sudah pulang."Bos tidak jadi memintaku lembur, Ra." jawab Rehan dan berjalan mendekati Ara. "Ini untuk kamu," Rehan menyodorkan buah tangan kehadapan Ara.Ara mengambil paperbag tersebut dan membukanya, dimana di dalam paperbag terdapat susu hamil dan beberapa cemil
Kakek Janned terpaksa mengakhiri tidur nyenyaknya. Ketika pintu kamarnya di ketuk dari luar berulang kali.Setelah beranjak dari tidurnya kakek Janned menatap pada jam yang terpasang di dinding kamarnya, dimana jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari."Apa Jo sudah menemukan Ara." kata Kakek Janned berpikir yang mengetuk pintu adalah sang cucu.Dan itu mungkin saja, karena semua yang bekerja di rumah tersebut, boleh mengijinkan Joan masuk asal bersama dengan Ara.Bergegas Kakek Janned menuju pintu ingin segera menemui sang cucu.Namun, ketika sudah membuka pintu kamarnya. Bukan Joan sang cucu yang sudah berdiri di depan kamar, melainkan Zack.Tautan kening menghiasi wajah Kakek Janned ketika melihat Zack penuh dengan luka, hingga tetesan darah masih menetes dari beberapa sudut tubuhnya."Tuan, Jo..." belum juga Zack meneruskan ucapannya, tubuhnya sudah lebih dulu jatuh tersungkur keatas lantai, dan tidak sadarkan diri.Perasaan kakek Janned tidak enak karena ucapan Zack. Membuat k
Bahagia dan juga sedih bercampur jadi satu, itu yang sedang Joan rasakan sekarang.Bahagia karena ia akhirnya bisa melihat bayi kembarnya yang begitu sehat dan juga sempurna.Dan sedih, karena satu hari setelah Ara melahirkan secara caesar, istrinya itu belum juga sadarkan diri. Setelah dinyatakan koma beberapa jam setelah menjalani operasi caesar.Joan ditemani ibu mertuanya, menyaksikan kedua bayi kembarnya yang berjenis kelamin laki-laki, sedang di beri susu oleh perawat yang menjaga keduanya di sebuah ruang perawatan yang telah ia siapkan jauh hari, bukan hanya untuk kedua bayinya, tapi juga dengan Ara.Namun, hanya dua bayi kembarnya yang berada di ruang perawatan tersebut.Karena Ara masih berada di ruang ICU."Silakan jika Tuan ingin mencoba memberi susu pada bayi Tuan." kata perawat.Tentu saja Joan segera mengambil botol susu yang berada di tangan perawat tersebut.Dan dengan arahan perawat tersebut, Joan bisa memberi susu pada kedua putranya.Padahal Joan dan juga Ara telah
Dalam situasi panik, Joan menepuk-nepuk pipi sang istri yang tidak sadarkan diri. Saat sudah berada di dalam mobil untuk membawa Ara ke rumah sakit."Sayang bangunlah." dengan penuh kecemasan, Joan terus menepuk pipi Ara. Berharap istrinya tersebut segera sadar. "Aku mohon, jangan buat aku panik seperti ini sayang."Tetap saja Ara tidak merespon perkataan Joan."Pak! Bisa nyetir tidak hah?! Cepat bodoh!" seru Joan pada supir kantor yang sedang mengendarai mobilnya."Sayang, bicara yang sopan." suara Ara begitu pelan.Tapi terdengar di kedua telinga Jaon, membuatnya segera menatap wajah sang istri yang sudah berada di pangkuannya."Sayang, kamu sudah sadar?"Disaat perutnya semakin mules, Ara masih sempat tersenyum pada sang suami."Sayang, kamu baik-baik saja?" tanya Joan sambil meraup kedua pipi sang istri. "Sayang!" kini Joan berteriak, melihat sang istri kembali tidak sadarkan diri.Panik, gelisah, cemas semua bercampur menjadi satu. Setelah Joan berada di rumah sakit, dan sang ist
Zazi menatap pada Zack sambil memicingkan matanya, setelah mendengar pernyataannya.Karena pernyataan Zack barusan, bagi Zazi seolah-oleh memandang jelek profesi pria yang ia cintai."Kenapa memang dengan dia yang berprofesi sebagai photografer? Kamu pikir pekerjaannya tidak benar, begitu?""Bukan bermaksud seperti itu, tapi...""Sudahlah Zack, aku tahu apa yang ingin kamu katakan." Zazi memotong perkataan dari Zack. "Kamu pasti ingin bicara yang tidak-tidak mengenai pekerjaan Rehan. Tapi, harus kamu ketahui, dia bekerja secara profesional. Dan sekarang hentikan mobilnya!"Namun, Zack tidak mendengar perintah dari Zazi dan terus mengendarai mobil."Zack, aku bilang berhenti!" seru Zazi.Dan kali ini Zack mengikuti perintahnya, dan menghetikan laju mobilnya saat sudah ia tepikan di pinggir jalan."Turun dari mobilku!"Zack menatap pada Zazi seteleh mendengar apa yang diperintahkannya."Buruan turun, ngapain malah liatin aku. Aku ingin pergi menemui Rehan,"Tanpa berpikir lagi, setelah
"Sialan!" Rehan mengumpat, dan satu tangannya ia pukulkan ke setir pengemudi.Ketika ia tidak bisa mengejar mobil yang Joan dan juga Ara naiki.Karena dengan begitu, Rehan gagal membuat rekayasa kecelakaan yang sudah ia susun rapi di otaknya."Ini belum saatnya, tapi lihat saja nanti. Aku akan mambuat kalian hancur sehancur hancurnya," kata Rehan.Pria baik yang menjelma menjadi iblis, hanya karena sakit hati.Joan menurunkan laju kecepatan mobil yang di kendarainya.Setelah tadi ia merasa curiga, ada sebuah mobil yang terus mengikutinya.Tapi mobil itu tidak lagi terlihat dari kaca spion mobilnya."Sayang, sebenarnya ada apa sih?" tanya Ara penasaran.Setelah suaminya tersebut memelankan laju mobilnya.Padahal belum lama sang suami mengendarai mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata. Apa lagi Joan terus menoleh pada Spion mobilnya di luar sana.Joan menoleh sekilas pada sang istri, tidak lupa mengukir senyum. "Tidak apa-apa sayang."Tentu saja Joan tidak ingin mengatakan pada sang
"Re... Rehan?" tanya Ara untuk memastikan apa yang baru saja ia dengar tidak salah.Jika Zazi sedang jatuh cinta pada pria yang bernama Rehan."Iya, Ra. Nih aku tunjukin foto orangnya, lebih ganteng tahu dari pada Zack."Zazi yang masih menyetir menunjukan foto pria yang ia cintai, di dalam galeri ponselnya."Dia seorang photografer profesional, Ra. Dan itu mengapa, sekarang aku juga tertarik dengan dunia foto." jelas Zazi.Ara masih menatap foto pria yang Zazi cintai, dan ternyata pria tersebut bukan Rehan yang Ara kenal."Ganteng bukan? Zack mah lewat.""Yakin kamu jatuh cinta padanya?""Yakin dong,""Apa dia juga mencintaimu?""Kalau itu aku kurang tahu, Ra. Aku belum mengungkapkan perasaanku padanya, tapi kalau di lihat-lihat dia juga memiliki perasaan padaku.""Bagaimana kamu tahu?""Aku dan dia beberapa kali pergi makan malam bersama, dan dia begitu perhatian padaku.""Hanya itu?""Iya,""Tapi, bagaimana jika dia tidak mencintaimu?""Aku yakin dia mencintaiku Ra,""Seandainya ti
Pria tersebut kini menaruh secarik kertas diatas meja, lalu beranjak dari duduknya. "Jika kamu ingin menerima tawaran kerja sama untuk menghancurkan mereka. Hubungi aku di nomor itu,"Vio mengambil secarik kerja yang bertuliskan angka nomor ponsel. "Tunggu!" perintah Vio menghentikan pria tersebut yang baru saja beranjak dari duduknya dan mungkin saja akan meninggalkannya. "Siapa namamu?" tanya Vio pada pria tersebut yang begitu asing baginya."Rehan." jawab singkat pria tersebut, dan langsung melangkah meninggalkan dimana Vio berada.Kedua bola mata Vio terus mengikuti pria tersebut keluar dari dalam kafe. "Rehan, ada dendam apa pria itu ri pada Joan dan juga Ara?" tanya Vio penasaran.Tapi setelahnya Vio mengukir senyum, karena akhirnya ia bisa menemukan orang yang sama-sama ingin menghancurkan rumah tangga Joan dan juga Ara. Namun, setelah itu senyum Vio memudar ketika melihat kedua sahabatnya baru masuk ke dalam kafe dan menuju dimana ia berada."Sorry Vio, kita telat sampai si
Setelah badai berlalu, rumah tangga Ara dan juga Joan semakin romantis.Saking romantisnya, akhir-akhir ini Joan memilih bekerja dari rumah.Apalagi persalinan Ara mulai dekat, membuat Joan ingin terus berada di samping sang istri.Takut tiba-tiba Ara mengalami kontraksi.Joan tersenyum melihat Ara masuk ke dalam ruang kerjanya, yang berada di rumah. "Ada apa sayang? Katakan saja jika kamu ingin sesuatu. Aku akan membuatkannya untukmu." tanyanya, karena belakangan ini Joan begitu aktif memasak makanan yang sang istri inginkan, meskipun dengan di bantu bibi Miu.Joan kini memeluk pinggang Ara dari samping, saat istrinya tersebut telah berada di dekatnya. Tak lupa mencium perut Ara."Atau kamu pegal, jika iya. Aku akan memijat kaki kamu, sayang."Ara hanya tersenyum mendengar ucapan Joan, yang sudah menjadi suami siaga. Karena hampir setiap hari, Joan memijat sang istri, sebelum tidur. Seolah tahu apa yang sang istri rasakan saat mengandung bayi kembar.Joan kini beranjak dari duduknya
"Jaon tidak pernah tidur dengan Vio, Ra." jelas Zazi.Ketika keduanya sedang duduk di bangku tanam, spot favorit Ara ketika berada di rumah.Hamparan berbagai bunga di taman tersebut dan juga udara sejuk yang Ara hirup, membuatnya merasa lebih baik. Hingga ia bisa menghentikan tangisnya.Apalagi ia baru saja mendengar cerita Zazi mengenai sang suami."Jadi jangan marah pada Joan, Ra."Ara menoleh pada Zazi yang duduk tepat di sampingnya. "Apa aku harus memaafkannya? Meskipun mereka tidak tidur bersama, tapi mereka bercumbu, Zi."Tentu saja Ara merasa apa yang dilakukan sang suami tidak benar."Aku rasa Joan hanya terbawa suasana.""Dan itu artinya, dia masih memiliki perasaan pada Vio.""Terus, kamu ingin membiarkan suamimu itu kembali pada Vio?"Ara menghembuskan nafasnya kasar, dan memilih diam. Jujur bagi Ara, meskipun tadi ia meminta bercerai, tapi itu hanya perkataan spontan yang keluar dari mulutnya, karena emosi sesaat.Mengingat lagi, seluruh cintanya telah ia berikan pada Jo
Joan menatap pada Ara, setelah mendengar apa yang dikatakan olehnya. "Coba katakan lagi!" pintanya."Ceraikan aku." ucap Ara lagi, dan derai air mata masih terus membasahi kedua pipinya.Menyadari kehadirannya dalam kehidupan Joan, tidak di harapkan."Dan kamu bisa bersama dengan Vio."Jaon memegang kedua lengan sang istri, setelah melempar ponsel Ara yang terdapat foto dirinya dan juga Vio.Dan Joan benar-benar tidak mengerti kenapa Vio mengambil foto diam-diam tanpa sepengetahuannya."Apa kamu tidak ingin mendengar penjelasan dariku, Ra?""Tidak ada yang perlu di jelaskan," "Aku suamimu, Ra. Kenapa kamu percaya pada ucapan orang lain, tanpa mau mendengar penjelasan suamimu ini?"Ara tidak ingin menanggapi ucapan dari Joan, dan masih terus menangis."Aku bersumpah atas nama Tuhan, jika aku tidak pernah sama sekali tidur dengan Vio." jelas Joan, meskipun sang Isrti tidak ingin mendengar penjelasannya.Namun, Joan tidak ingin Ara semakin salah paham.Joan berpikir berkata jujur untuk