Bab 43 kuntilanak Bulir bening dari kelopak mata Laila terus mengalir. Ia memeluk tubuh Oma, kesedihan masih saja menghinggapinya."Sudah ah jangan nangis, sekarang ini kamu harus menikmati hidup kedua kamu bersama Dika, dan juga perbaiki hubungan kamu dengan Papi kamu," ucap Oma Murni."Iya, Oma. Laila mau cari Papi dulu." Laila bergegas masuk ke rumah besar. Ia paham betul di mana harus mencari laki-laki pemilik rumah besar itu.Tuan agus Kuncoro selalu duduk di taman mawar yang di buat mendiang istrinya, Mami -nya Laila. Taman yang penuh bunga mawar itu terletak di samping kolam renang yang luas berbentuk huruf M.Tuan Agus sedang memeluk bingkai foto bergambar ia, istrinya dan Laila. Lantunan lagu lihat kebunku yang selalu ia nyanyikan bersama istrinya untuk Laila selalu dilantunkan saat sedang merenung di sana.Mata lelaki itu terperanjat saat melihat sepasang kaki perempuan yang sudah berdiri di hadapannya. Pandangan mata Tuan Agus makin naik sampai ke wajah Laila yang terseny
Di sebuah hutan kota dekat sungai, gadis cantik dengan tinggi 165 cm melangkah terseok mengarah ke pinggiran sungai. Gadis bernama Laila tampak kebingungan. Ia mencari sang nenek yang tak bisa ia jumpai. Terakhir yang ia ingat adalah, ia bersama neneknya. Terdengar gemerisik daun kering yang seolah terinjak berulang kali. Laila menoleh ke arah suara tersebut. Bulu kuduknya meremang, tubuhnya gemetar saat ia jumpai sosok menakutkan di balik bungkusan putih yang fenomenal itu. Hantu yang biasa disebut, pocong. “Aaaaaa...!!! Pergi! Pergi! jangan deket-deket sama aku! pergi...!" Laila membentak sosok pocong yang menghampirinya kala itu. Tatapan Laila semakin terbelalak dengan rasa takut yang semakin menyeruak. Bukan hanya sosok hantu pocong yang ia dapati kala itu. Ada sosok hantu perempuan lain yang memakai terusan panjang, putih, dan lusuh. Ia menyisir rambut awut-awutannya yang gimbal dan mengembang, serta panjang sampai bokongnya. Hantu wanita itu tertawa cekikikan di samping poc
Bab 2 - Menikahi Mbak KuntiMalam itu, seminggu sebelum kematian Laila, ia tengah memandang langit malam dari jendela kamarnya. Pemandangan malam yang sangat indah dengan cahaya bulan purnama bersaing dengan cahaya bintang-bintang yang saling berebut mencari perhatian para penikmat langit. Suasana yang sungguh amat sangat dia sukai. Pemandangan yang Laila tak pernah bosan melihatnya ketika berada di tepi jendela kamarnya memandang langit. Kulit kuning langsat nan mulusnya diterpa dinginnya malam. Laila mengepang rambut panjang hitam sepunggung seraya teringat saat sebelum ibunya meninggal dunia. Laila selalu bersama sang mami seraya memandang langit yang seperti itu, berdua sambil bercerita tentang pengalamannya di sekolah. Namun, meski kini sang ibu telah pergi dan tak bisa lagi menemaninya, Laila tetap melakukan kebiasaan indahnya itu sendiri. Kebiasaan yang membuatnya selalu mengingat sosok sang mami. Mungkin cara itulah yang bisa mengobati rasa rindunya pada sang mami, memandang
Bab 3 - Menikahi Mbak Kunti Hari pernikahan pun tiba, hari yang sudah ditentukan oleh Tuan Agus Kuncoro dan Tuan Nugroho demi menyatukan perusahaan mereka agar menjadi lebih berkembang, walau itu semua dilakukan dengan mengorbankan perasaan anak-anaknya. Laila kini tak bisa menipu lagi, penjagaan ketat dari sang papi membuatnya tak bisa lari. Begitu Pula dengan Dika, pria itu akhirnya terpaksa duduk menunggu Laila di meja pernikahan bersama penghulu di hadapannya. "Di mana ya mempelai wanitanya?" tanya si penghulu. "Sedang dalam perjalanan, Pak," ucap Mira calon istri Tuan Nugroho. "Bisa dihubungi sudah sampai mana, karena saya masih ada pernikahan lainnya, nih," ucap sang penghulu sambil mengipasi dirinya dengan dokumen pernikahan. "Hmmm... mudah-mudahan gak jadi dateng," gumam Dika. "Begini saja Pak Penghulu, pernikahannya di lanjutkan saja, yang penting sudah ada dua saksi dan si ayah mempelai wanita. Ya toh mempelai wanitanya juga sudah berada di jalan," ucap Tuan Nugroh
Bab 4 - Menikahi Mbak Kunti Laila mengikuti Tante Key dan Ocong menuju sebuah gedung tua. "Ini, di mana?" tanya Laila. "Selamat datang di pelatihan para hantu baru, yeaaayyyy!" ucap Tante Key dengan hati riangnya. "Gak ngerti di mana senangnya coba? Ini aja aku ketakutan kayak gini, huh!" batin Laila dalam hatinya. "Tenang aja kita di sini semuanya bersaudara. Jadi kalau ada manusia yang iseng sama kamu, kami siap membantu," ucap si Ocong. Memasuki sebuah gedung tua yang berlumut di bagian dindingnya itu, Laila merasakan hawa yang sangat pengap. Bau anyir darah menusuk ke dalam hidung membuat Laila mual ingin muntah kala menghirupnya. "Hai, Key, siapa tuh?" sapa nyonya genderuwo, hantu bertubuh gemuk dan kulit berwarna hijau pada Tante Key. "Hai, Nyonya Uwo! Sini sini, ini kenalin temen baru kita di sini," ucap Tante Key. "Halo! Hai, aku Nyonya Uwo. Kamu matinya kenapa?" tanya hantu wanita bertubuh besar itu dengan santainya pada Laila. "Aku Laila, aku kecelakaan, jatuh ke j
Bab 5 - Menikahi Mbak Kunti Bau bensin lantas tercium dari mobil sedan hitam tersebut. "Bau bensin nih, ayo keluar!" ucap Laila. "Kamu tolong bantu teman saya ini dulu," ucap Dika. Akan tetapi Laila tak bisa menyentuh tubuh Robi meskipun berkali-kali ia ulang. "Aku gak bisa nolong dia, aku cuma bisa sentuh kamu," ucap Laila mulai panik. Dika melihat kejadian tersebut tak mengerti, bagaimana bisa Laila tak dapat menyentuh Robi sementara ia dapat menyentuhnya. Laila lantas saja menarik tangan Dika keluar dari sana sekuat tenaganya. "Minta tolong sama yang lain buat selametin kawan aku, ayolah!" Dika memohon pada Laila lagi. Tubuhnya yang lunglai ia pasrahkan pada Laila. Rasa sakit menjalar di sekitar tubuhnya kala itu. "Duh, ini orang gak sadar kali ya kalau aku hantu, gimana mau manggil orang-orang sekitar nih," batin Laila. DUAAARR! Tak berapa lama kemudian mobil sedan di hadapan Dika dan Laila meledak dengan kobaran api besar yang membuat Cahyo dan Robi tewas di dalamn
Bab 6 - Menikahi Mbak Kunti"Hehehe bawaan gugup aja kali, makanya dingin." Laila tersenyum manis ke arah Dika.‘Ini cewek senyumnya manis banget, cantik lagi riasan wajahnya. Anehnya dia pakai gaun pengantin yang norak gini. Apa jangan-jangan dia pengantin yang kabur ya dari pernikahannya?’ batin Dika seraya mengamati Laila."Heh! Kamu ngapain ngeliatin aku kayak gitu?" Laila menjentikan jarinya di hadapan wajah Dika berkali-kali sampai menyentak pria itu dari tatapannya pada Laila."Aku lagi mikir aja. Aneh aja kamu pakai baju pengantin warna gitu. Mana warna hitam lagi. Kamu kabur ya dari pernikahan, ya?" tanya Dika ingin tahu."Seandainya aku bisa kabur. Ummm, tadinya aku mau kabur sih, tapi gak jadi. Eh, taunya takdir juga yang membawaku bisa kabur dari pernikahan ku," Laila mengakui. "Haha lucu, bagaimana takdir membawa kamu kabur dari pernikahan kamu?" tanya Dika lagi."Dengan cara–”"Selamat malam, saya suster Imelda. Saya lihat makan malamnya sudah dihabiskan ya. Kalau gitu
Bab 7 Menikah Mbak Kunti"Kamu ngapain ngobrol sama manusia kayak gitu?" tanya Tante Key."Suka-suka hati aku lah!" sahut Laila."Ayo pulang! Kamu dicariin nyonya Uwo tuh, kamu disuruh belajar," ucap Ocong."Hmm... aku malas belajar! Aku males balik ke tempat serem sana!" ucap Laila mencoba mengelak."Kamu tuh ya, badung banget jadi hantu baru. Kita seret aja yuk, Cong!" ajak Tante Key.Laila lalu diseret keluar jendela menjauhi ruang perawatan Dika. Ia pergi begitu saja. Dika mencoba mengintip dari balik selimutnya. Tak ada apa pun lagi di hadapannya. Laila benar-benar pergi kali ini dengan para hantu tadi. Jadi, malam ini bukanlah mimpi. Laila benar-benar hantu, hantu kuntilanak yang cantik. Dika akhirnya memutuskan untuk tidur dan memiringkan badannya ke kanan, ia memandang ke arah langit malam dari balik jendelanya. Tiba-tiba, Dika berbalik arah tak jadi memandangi langit malam kala ia melihat wajah pria berwarna merah yang berbadan besar seperti genderuwo sedang mengintipnya dar