Bab 6 - Menikahi Mbak Kunti
"Hehehe bawaan gugup aja kali, makanya dingin." Laila tersenyum manis ke arah Dika. ‘Ini cewek senyumnya manis banget, cantik lagi riasan wajahnya. Anehnya dia pakai gaun pengantin yang norak gini. Apa jangan-jangan dia pengantin yang kabur ya dari pernikahannya?’ batin Dika seraya mengamati Laila. "Heh! Kamu ngapain ngeliatin aku kayak gitu?" Laila menjentikan jarinya di hadapan wajah Dika berkali-kali sampai menyentak pria itu dari tatapannya pada Laila. "Aku lagi mikir aja. Aneh aja kamu pakai baju pengantin warna gitu. Mana warna hitam lagi. Kamu kabur ya dari pernikahan, ya?" tanya Dika ingin tahu. "Seandainya aku bisa kabur. Ummm, tadinya aku mau kabur sih, tapi gak jadi. Eh, taunya takdir juga yang membawaku bisa kabur dari pernikahan ku," Laila mengakui. "Haha lucu, bagaimana takdir membawa kamu kabur dari pernikahan kamu?" tanya Dika lagi. "Dengan cara–” "Selamat malam, saya suster Imelda. Saya lihat makan malamnya sudah dihabiskan ya. Kalau gitu ini obatnya langsung minum aja, ya," ucap Suster Imelda. "Nanti aja, Sus," sahut Dika. "Ini ada obat sirup juga soalnya, nanti ribet lho nuanginnya. Jadi sekarang aja saya tuang terus kamu minum,” ujarnya. "Tenang aja, Sus, ada teman saya yang bantuin nanti. Tuh, anaknya." Dika menunjuk ke arah Laila yang duduk tak jauh di tepi ujung ranjang Dika. Suster Imelda menoleh ke arah yang ditunjuk Dika. Tak ada apa pun di sana. "Teman kamu yang mana?" tanya suster Imelda mengernyit dahi. "Lha ini lagi nyengir kuda gini ngeliatin kita," sahut Dika. "Minum obatnya dulu, ayo lekas diminum! Nanti saya lapor ke dokter ya mengenai hal ini. Saya takut kamu berhalusinasi," ucap Suster Imelda sambil menyiapkan obat untuk Dika. Dika selesai meminum obatnya. "Halusinasi gimana, Suster?" tanya Dika. "Mengenai teman kamu itu, maaf saya gak lihat apa-apa," suster Imelda tersenyum lalu pergi meninggalkan Dika. "Dia gak lihat apa-apa? Hahaha, lucu banget kalau dia gak bisa lihat kamu. Memangnya kamu hantu apa ya." Dika kembali tertawa dengan gelinya. "Tapi aku memang hantu," ucap Laila dengan suara Lirih sambil menundukkan kepalanya. Dika langsung menelan air liurnya yang terasa berat di batang tenggorokan kala mendengar kata-kata yang terlontar begitu saja dari bibir Laila. "Ka-kamu, kamu bohong, kan?" tanya Dika mulai menjauh dari Laila. "Aku gak bohong, huhuhuhu hiks hiks." Laila langsung menangis. Bulir air mata yang jatuh di pipinya tampak menyeramkan. Bukan cairan bening seperti biasa, akan tetapi, cairannya berubah menjadi darah yang terus mengalir. "PERGI...!!!" "PERGI...!!!" Dika terus berteriak ke arah Laila sambil menyelimuti tubuhnya dengan selimut. Ia bersembunyi di baliknya. "A-aku, aku …." Laila tahu dia tak bisa memaksa Dika untuk menerima kehadirannya. Laila menyeka air matanya dan tersadar dengan genangan warna merah di tangannya. Kemudian, ia berteriak. "AAAAAAA... DARAAAAHHHH...!!!" BRUG! Laila terjatuh tak sadarkan diri di lantai. Dika mencoba mengintip dari balik selimut saat mendengar suara teriakan Laila. "Lah dia pingsan. Kalau dia memang hantu, apa ada hantu yang takut sama darah dia sendiri?” Dika mengamati Laila sekali lagi. “Hmmmm... tapi cakep banget lagi nih hantu. Model internasional aja kalah cakep sama dia mah. Itu juga kalau di lihat dari lubang sedotan.” Dika mulai merasakan rasa takutnya berkurang. “Ah coba aku cek dia lagi," gumam Dika. Dika turun dari ranjangnya seraya menggenggam selang infus di tangannya. "Duh, kok gak napas?" Dika menaruh jarinya di depan hidung Laila yang mancungnya bak perosotan anak TK itu. "Eh iya aku lupa, dia kan udah mati," ucap Dika lalu menepuk pipi Laila perlahan. Kemudian, Laila tersadar dari pingsannya. "Kamu siapa? Aku siapa?" Laila menunjuk Dika dan dirinya sendiri. "Halah lebay! Bangun kamu!" hardik Dika. Laila segera berdiri dan membantu Dika memasang kantong infus di tempatnya. "Kamu gentayangan, ya? Kamu pasti punya sesuatu yang belum kelar di dunia ini, iya kan?" tanya Dika akhirnya memberanikan diri untuk menerima kehadiran Laila. "Aku aja gak tau kenapa aku masih gentayangan. Tapi aku juga gak bisa pulang ke rumah. Aku cuma bisa ke tempat para hantu berkumpul. Tau nggak pokoknya di sana hiiiiyyy mengerikan mereka serem-serem banget," jawab Laila. Spontan Dika tertawa. “Ya namanya hantu pasti serem lah mana ada yang cakep. Kecuali kayak kamu, cantik." Kata-kata di bagian terakhir itu terucap lirih di bibir Dika. "Apa? Tadi kamu bilang apa?" Laila mencoba menegaskan pendengarannya. "Gak, gak bilang apa-apa. Terus kenapa kamu sekarang ikutin aku?" tanya Dika kembali ke ranjangnya. "Ya, gak tau juga. Habis cuma kamu yang bisa lihat aku, terus bisa sentuh aku," ucap Laila. "Oh… masa iya sih cuma aku yang bisa sentuh kamu? Coba sini," Dika mencubit pipi Laila dengan gemas. "Awwww sakit tau! Eh, tapi kok kalau kamu yang cubit sakit, ya?" tanya Laila. "Mana aku tau. Coba sini gemes banget aku nyubit kamu," ucap Dika dengan gemasnya sampai kulit pipi Laila terkelupas saat dicubit. Darahnya lantas menetes di tangan Dika. "Hiyyyyyy gilaaaa!!!" Dika mengusap bekas darah itu ke pakaiannya. Akan tetapi, bekas darah Laila menghilang tak berbekas kemudian. Wajah Laila penuh darah saat menoleh pada Dika, persis saat wajahnya mengalami kecelakaan tempo hari. "Kyaaaaaaaaaaa...!!!" Dika berteriak lagi lalu menyembunyikan dirinya di balik selimut lagi. "Eh maaf, aku juga gak tau kenapa bisa berubah serem lagi," ucap Laila merasa bersalah. "Mending kamu mulai belajar deh mengendalikan diri kamu biar cantik terus," ujar Dika. "Iya nanti aku belajar buat jadi kuntilanak yang cantik biar kamu gak takut." Laila menoleh ke arah jendela di luar kamar perawatan Dika. Ia melihat sesuatu yang ia kenali. "Mau ngapain ke sini?" bisik Laila pada Tante Key dan Ocong yang rupanya berkeliaran di luar sana. Dika menoleh ke arah jendela dan lagi-lagi dia berteriak ketakutan menyembunyikan dirinya di balik selimut. “Sial! Kenapa jadi banyak hantu sih di sini,” keluh Dika. ****** To be continuedBab 7 Menikah Mbak Kunti"Kamu ngapain ngobrol sama manusia kayak gitu?" tanya Tante Key."Suka-suka hati aku lah!" sahut Laila."Ayo pulang! Kamu dicariin nyonya Uwo tuh, kamu disuruh belajar," ucap Ocong."Hmm... aku malas belajar! Aku males balik ke tempat serem sana!" ucap Laila mencoba mengelak."Kamu tuh ya, badung banget jadi hantu baru. Kita seret aja yuk, Cong!" ajak Tante Key.Laila lalu diseret keluar jendela menjauhi ruang perawatan Dika. Ia pergi begitu saja. Dika mencoba mengintip dari balik selimutnya. Tak ada apa pun lagi di hadapannya. Laila benar-benar pergi kali ini dengan para hantu tadi. Jadi, malam ini bukanlah mimpi. Laila benar-benar hantu, hantu kuntilanak yang cantik. Dika akhirnya memutuskan untuk tidur dan memiringkan badannya ke kanan, ia memandang ke arah langit malam dari balik jendelanya. Tiba-tiba, Dika berbalik arah tak jadi memandangi langit malam kala ia melihat wajah pria berwarna merah yang berbadan besar seperti genderuwo sedang mengintipnya dar
Bab 8 Menikahi Mbak HantuPagi ini Dika dibolehkan pulang oleh dokter dari rumah sakit. Dika memutuskan untuk pergi ke luar kota, ke tempat neneknya. Dika merasa tak tahan rasanya berada di rumah bersama sang ayah nantinya. Pria itu mengemasi pakaiannya, tekadnya sudah bulat untuk pergi dari rumah. Meskipun sang mama masih meratapi kepergiannya, tapi keinginannya sudah kuat. Sepintas Dika menoleh ke belakang, ke arah ibunya secara perlahan. Ayahnya sendiri sudah tak mau melihatnya lagi. Keinginan dia untuk menjadikan putranya pengusaha sukses kini sirna. Cita-cita Dika lebih kuat dan tak bisa ia sanggah lagi.***Dika menaiki kereta api jurusan Stasiun Desa Merah menuju ke rumah neneknya. Seorang gadis saat itu menabraknya. Ciri fisik gadis itu membuat Dika teringat pada Laila. Bibirnya tersungging tipis. Senyum kecil hadir di wajah Dika sambil menatap ke arah langit. Wajah Laila muncul di sana."Haduh... kenapa bisa sih ada perempuan aneh itu di pikiran aku. Dia tuh cuma hantu, Ka,
Bab 9 Menikahi Mbak Kunti "Kecelakaan Kereta Api Biru jurusan Desa Merah tiga tahun lalu terjadi dikarenakan kecerobohan penjaga stasiun yang lalai bekerja dan terlambat untuk memberi tanda kedatangan kereta lain di jalur yang sama" Dika melanjutkan kembali bacaanya. "Kereta Api Biru terpaksa mengerem mendadak saat hendak bertabrakan dengan kereta lain di beberapa ratus meter lagi. Kereta api Biru tergelincir sampai jatuh ke dalam sungai yang berbatu terjal. Banyak korban tewas di kecelakaan tersebut" Dika tertegun saat membacanya. "Serem banget ya nih, mana ada gambar orang kejepit gerbong kereta di sungai, hiiyy..." ucap Dika bergidik ngeri. "Ummm...perasaan aku kok gak enak ya, Ka, hawa dalam kereta api ini agak aneh dan berbeda," ucap Laila. "Berbeda gimana?" tanya Dika. "Tadi kan di depan kamu ada penumpang, kok sekarang hilang, kira-kira pergi ke mana, ya?" tanya Laila. "Pindah tempat duduk kali," sahut Dika masih mencoba berfikir positif, meski ada perasaan takut me
Bab 10 - Menikahi Mbak KuntiLaila dan Dika saling berpegangan dengan eratnya. Mereka ketakutan menyembunyikan jari jemari mereka."Bisa pakai uang cash gak, Pak? masa pakai jari tangan?" tanya Dika mencoba menawar."Tidak bisa, harus jari tangan!" serunya."Duh, kenapa jari tangan sih. Kalau kamu sih udah jadi hantu, Lai. Kamu mau kasih jari tangan ke dia juga nanti tumbuh lagi," bisik Dika."Sembarangan! Emangnya aku alien apa kalau udah dipotong jarinya terus tumbuh lagi, huh!" Laila membentak Dika dengan kesalnya."Terus gimana, dong?" Tanya Dika ketakutan.Petugas kereta api itu menarik tangan Dika ke arahnya."Berikan jari tanganmu!" "Ja-jangan!!" seru Dika.Petugas kereta api itu tertawa menyeringai. Ia mengeluarkan gunting dari saku celakanya dan bersiap memotong jari tangan Dika."Nggak sakit kayaknya, Ka. Kamu harus kuat ya," ucap Laila seraya menyodorkan ujung kemeja Dika ke bibir pria itu lalu menyentak Dika dengan permintaan konyol, "Gigit ini, teriak yang kenceng!" Dik
Bab 11 Menikahi Mbak Kunti“Mereka berdua, Ma, sama kakak cantik ini.” Ali menunjuk ke arah Laila yang langsung tersenyum melambaikan tangannya.Namun, hanya Sri yang tak dapat melihatnya. Jadi, perbuatan Laila terasa percuma karena Sri tak bisa melihatnya."Baiklah, Nak Dika, untuk sementara tinggal di sini sampai besok ya. Saya minta tolong jaga anak ini. Lagipula kereta ke desa kamu kan adanya besok," ucap Kakek Arif."Iya, tenang aja, Kek. Saya juga mau balas budi karena tadi udah Kakek tolong," jawab Dika.Lalu Kakek Arif dan Ibu Sri pergi ke rumah sakit menggunakan becak yang melintas.***Dika menemani Ali mengerjakan pekerjaan rumah dari sekolah anak itu di ruang tamu. "Kakak tau, gak? Nanti setelah mama aku sembuh nanti, aku akan buat kios makanan buat Mama jualan, nanti uang modalnya aku ambil dari celengan," ucap Ali."Wah betulkah? Hebat ya? Oh iya tenang aja nanti saya bantu modalin," sahut Dika."Benaran, Kak?" tanya Ali penuh antusias.Lalu Dika membalas dengan senyum
Bab 12Sepuluh tahun lalu di Desa Banyu Biru seberang Desa Banyu Asin terjadi keributan. Sopyan meminta uang pada Nenek Siti ia ingin menikahi Sri yang sedang mengandung anaknya. Namun, wanita paruh baya itu menolak memberi uang. Nenek Siti melarang hubungan tersebut karena Sri masih berstatus istri orang lain. Lelaki yang kondisi kejiwaannya memang sedikit bermasalah itu malah naik pitam. Ia tak dapat lagi mengontrol emosinya. Ia memutuskan untuk membunuh ibunya sendiri.Sopyan mengambil parang yang menempel di dinding. Pria itu memukul kepala Nenek Siti berkali-kali tanpa ampun. Sampai akhirnya laki-laki yang kehilangan kewarasannya itu menebas leher Nenek Siti sampai hampir putus. Sadar melihat Nenek Siti tak bernyawa, ia lalu membungkus wanita paruh baya itu dengan seprai yang ditarik dari ranjangnya.Sopyan membawa mayat Nenek Siti ke dalam kebun kosong di belakang rumahnya. Karena jarak rumah di sana lumayan agak jauh. Sopyan yakin tak akan ada tetangga yang tahu mengenai perbua
Bab 13Selepas pengajian, Dika bersiap untuk pamit dari rumah Ali. Sepertinya, sang kakek sudah bisa berdamai dengan Sri dan Ali bahkan dengan dirinya sendiri."Terima kasih, Kek. Terima kasih semuanya atas kebaikan Kakek sama saya. Besok saya mau pamit ke desa tempat nenek saya berada," ucap Dika."Kamu yakin mau ke sana? Kamu cuma sendirian lho, saya takut kamu nyasar," sahut Kakek Arif."Saya nggak sendiri kok, Kek. Tuh ada si Kunti yang nemenin saya terus hehehe." Dika menunjuk Laila.Kakek Arif menoleh pada sosok Laila di luar sana. "Oh iya, saya lupa kalau kamu punya penjaga. Sayangnya, saya gak bisa menerawang kenapa hantu itu selalu berada di dekat kamu. Saya juga yakin karena dia sendiri sepertinya juga tak tahu kenapa masih betah berada di dunia ini. Tapi, sepertinya dia gadis yang baik," ucap Kakek Arif."Iya, Kek. Selain gadis yang baik, dia juga cantik," sahut Dika."Hahaha, kalau begitu kenapa kamu gak memperistri dia saja? Nih, Kakek kasih tau, kamu paku tuh ubun-ubun
Bab 14 - Hantu Penunggu PasarLaila terkesiap kala dari dalam telinga pria itu masih keluar cairan darah menetes ke lehernya."Astaga! Kamu siapa?" tanya Laila yang terkejut. Lalu, Laila pun mencari daun-daun untuk dia masukkan ke lubang telinga hantu pria tadi. Tujuannya untuk menyumbat agar darah tak terus menetes dari dalam sana."Biarin aja, Cantik. Emang saya selalu begini," ucapnya manja."Hai, aku Laila," ucap gadis kuntilanak itu meski agak bergidik jijik."Aku Jack. Kamu lagi liburan di sini?" tanya Jack."Enggak, kita kebetulan lewat karena ban andongnya bocor. Ya udah deh kita jalan-jalan ke si– Aduh lupa kan si Dika ke mana lagi, ya?" pekik Laila menepuk jidatnya."Apanya yang lupa, siapa yang kamu cari?" tanya Jack. "Saya lupa tadi kan saya ke sini sama temen manusia saya, nah sekarang dia hilang," sahut Laila mulai panik.Laila berkeliling mencari Dika sampai akhirnya ia menemukan sosok pria tersebut sedang menuju sebuah toko yang menjual tas rajut dan bahan rajutan l