Alea menemani Hera menonton sinetron dan sesekali mendengar mertuanya itu ngomel-ngomel sendiri mengomentari jalannya cerita yang membuatnya jengkel. Ardhan yang baru turun dari ruang kerjanya ikut bergabung. Tidak enak saja ada mamanya di rumah tapi dia sibuk sendiri.
“Lihat itu, istrinya sudah cantik, baik , patuh, tapi masih diselingkuhin juga. Itu pria tidak punya otak. Kasihan kan anak-anaknya terlantar begitu,” gerutu Hera yang reflek membuat Ardhan tiba-tiba merasa tersinggung. Dia melirik mamanya itu yang tidak beralih dari layar televisi.
‘Apa mama tahu hubunganku dengan Naysila?’ batin Ardhan salah tingkah sendiri. Alea diam-diam memperhatikan sikapnya yang tidak nyaman itu. Tatapan mereka bertemu dan membuat Ardhan membuat dugaan apakah gadis ini sudah bercerita pada mamanya?
“Lha itu, dia bilangnya ada acara kerja, sibuk, tapi malah berduaan dengan selingkuhannya.” Lagi Hera mengomentari adegan sinetron yang diliha
“Hari ini ada kelas?” tanya Hera pada Alea yang menyuguhkan teh jahe hangat.“Iya, Ma?” Alea yang tampak sedikit pucat itu mengangguk lalu balik ke dapur untuk menyiapkan sarapan.Hera menjadi sedih menatap punggung menantunya itu. Dia cemas selama ini Alea hanya berpura-pura bahagia hanya demi tidak membuatnya dan orangtuanya cemas. Ucapan nadhim tempo hari membuatnya sudah bahagaia saja karena mengatakan Alea tampak bahagia bersama Ardhan. Nyatanya, anak kurang ajarnya itu malah masih memiliki affair dengan kekasihnya.“Sudah, Al. Jangan masak banyak, ini juga cukup,” tukas Hera menahan lengan Alea yang hendak mengeluarkan ayam dari freezer. Dia merasa tangan Alea bersuhu lebih tinggi dari biasanya. “Kamu sakit?”“Eng, enggak kok, Ma.”“Badan kamu anget, Al. Ya udah biar Mama saja yang beresin dapur. Kamu duduk saja, ya?”Hera membimbing Alea duduk, meski keberatan Ale
Dita, sekretaris Ardhan mengetuk pintu dan segera masuk setelah mendapat sahutan. Dia menyerahkan beberapa dokumen dan menyampaikan bahwa ada tamu dari perusahaan lain hendak menawarkan kerjasama. “Ada seorang wanita katanya perwakilan perusahaan Timika, sudah membuat janji, tadi telpon lagi menanyakan kapan bisa menemui anda.” Saat itu Ardhan baru mengaktifkan ponselnya lalu pesan dari Fadia terbaca, [Saya diutus perusahaan untuk tawarin kerja sama, bisa kan kita ketemu? ---Fadiya] “Oh, apa namanya Fadia?” tanya Ardhan pada Dita. “Benar, Pak!” “Baiklah aku akan menemuinya,” tukas Ardhan dan membiarkan Dita keluar. Dilayar ponselnya ada banyak notif panggilan tidak terjawab dari Naysila, lalu ada pesan yang baru dibaca Ardhan. [Aku datang nanti sore ke kantormu, Ya?] Karna hari ini jadwalnya padat sekali, Ardhan pun membalas [Jangan, hari ini sedikit sibuk. Lain kali saja] Baru saja pesan itu di kirim, Naysila sudah menelpon lagi. “Ada apa, Nay?” ucap Ardhan mengangkat panggi
Ardhan hanya menatap Naysila yang tertawa bahagia itu menyanyikan sebuah lagu sambil sesekali bergoyang mengikuti irama musik. Mereka sedang di tempat karaoke sekarang, namun pikiran Ardhan entah kemana.“Sayang kok melamun mlulu, ayo nyanyi bareng!” Naysila menyodorkan microphone pada Ardhan namun ditolaknya. Sedang lelah katanya. “Hhg, ya udah deh. Aku pesankan makanan lain ya?” Naysila masih belum berhenti membujuk Ardhan.“Tidak usah, aku tadi sudah makan.” Tolak Ardhan sekali lagi.“Ish, itu mukanya senyum sedikit dong!” Naysila mencubit pipit Ardhan agar mau tersenyum. Dia meletakan microphonenya dan bilang harus ke toilet sebentar.Di toilet Naysila memperbaiki riasannya, menambal lipstik dan merapikan rambutnya. Baru itu dia balik badan dan hendak kembali ke ruang karaokenya tadi. Saat itu dia berpapasan dengan seseorang.“Kau di sini?” sapa Naysila terkejut.“Kenapa? Aku sudah menyelesaikan tugas akhirku dan bisa pulang kampung lebih awal. Kau tahu sendiri kan, aku jadi gembe
“Kau dari mana saja? Semalam tidur di mana?” Hera tidak tahan mengomeli putranya itu yang baru nampak sejak semalam.“Tidur di rumahlah, Ma,” jawab Ardhan enteng.Alea dan Hera saling berpandangan seolah tidak mempercayai apa yang dikatakan Ardhan. Namun melihat Ardhan yang melepas jaket hoodinya, hanya memakai celana pendek dan sepatu olahraga, mereka menyimpulkan Ardhan barusan habis lari-lari pagi di luar.“Jam berapa pulangnya?” Hera masih mengejar.“Ya ampun, Ma. Pulang kok semalam. Memangnya kemana lagi kalau enggak pulang. Beli apartemen juga gak boleh kan?” ujar Ardhan mengingatkan mamanya yang sangat tidak suka kalau Ardhan punya apartemen. Menurutnya punya apartemen itu hanya membuat jauh dari keluarga. Untungnya Ardhan masih boleh punya rumah sendiri hanya karena alasan kantornya jauh dari rumah keluarga mereka.“Ya udah, cepat mandi dan sarapan. Mama mau bicara sama kamu!”Ardhan hanya mengangguk dan berlalu ke dalam kamar. Hera merasa kali ini Ardhan sudah balik lagi sepe
Alea merasa tubuhnya kedinginan dan dia cepat-cepat mengganti bajunya yang basah dengan baju yang lebih hangat. Kepalanya malah bertambah pusing dan hidungnya jadi pengar. Secangkir teh jahe hangat dicampur madu seperti resep mertuanya mungkin bisa membantu. Dia melangkah ke dapur untuk membuatnya meski tubuhnya terasa sangat lemas. Dia bahkan sampai berpegangan dinding saat merasa pusing.“Kau kenapa?” Ardhan melihatnya tampak lemas dan segera membantunya.“Kakak tidak ke kantor?” tanya Alea heran karena ini sudah siang dan Ardhan tidak biasanya masih di rumah.Ardhan sudah berpakaian rapi dan bersiap hendak ke kantor. Namun melihat Alea yang keluar kamar dengan memegangi kepalanya dia jadi cemas. Pasti itu gara-gara flunya. Apalagi barusan gadis ini malah main air. Sedikit sesal karena tadi dia malah menyemprotkan air ke Alea.“Tambeng sih kamu, malah mainan air!” gerutu Ardhan sambil membuatkan teh jahe hangat untuk Alea.Alea tidak punya tenaga bahkan untuk menyahuti ucapan Ardhan
“Nay? Kenapa kamu?”Suara barang-barang dilempar itu mengganggu keasyikan Lidia yang sedang mengunggah status berlian barunya di medsos. Tidak mendapat sahutan, Lidia mencoba membuka pintu kamar Naysila dan terperanjat melihat kamar berserakan barang-barang yang tercecer.“Ya Tuhan, kamu ngapain?” Lidia jadi kesal dan menghampiri Naysila yang duduk dilantai dengan sedih. “Bisa mikir enggak sih kamu, udah tua kamu kelakuannya masih kayak anak kecil. S2 lho kamu. Jauh-jauh kuliah di luar negri bukannya malah dewasa tapi justru kayak anak kecil!” Lidia tidak berhenti mengomel.“Kenapa Mami selalu nyangkut-nyangkutin kuliah?” Naysila tidak terima, dia menatap wanita itu dengan tatapan penuh amarah. Merasa wanita itu juga harus bertanggung jawab jika Ardhan sampai memutuskannya.“Ya kenapa emang? Mami udah pernah bilang ngapain masih lanjut kuliah, cari kerja sana dapat uang. Kuliah mah cuma habisin u
Ardhan berjalan terburu di depan Naysila agar wanita itu tidak lagi sok bergelanyut manja di lengannya. Namun Naysila berhasil mengejarnya dengan langkah panjang dan menyabukan lengannya di tangan Ardhan. Dia masih berharap semuanya bisa diperbaiki. Dia yakin Ardhan sangat mencintainya dan bisa mendengar penjelasannya.“Aku sudah membantumu, sekarang pulanglah!” ucap Ardhan menarik tangannya dari Naysila.“Terima kasih, Sayang. Aku heran masih ada pemuda yang mengurusi urusan orang lain,” gumam Naysila mengerutui Devano. Dia senang masalahnya sudah selesai dan tidak harus berurusan lagi dengan polisi. Itu sangat meribetkan sekali.Teringat begitu mudah pria ini bisa menyelesaikan setiap masalahnya, Naysila semakin tidak rela jika Ardhan harus memutuskan hubungan mereka. Dia pasti tidak bisa hidup dengan baik tanpa Ardhan.Tiba-tiba melihat Ardhan pergi tanpa menunggunya, Naysila mengejar. “Sayang, kok aku ditinggal?”
Saat terbangun Alea sudah tidak di sampingnya. Padahal semalam dia memeluk gadis itu dan menemukan sedikit kedamaian sementara hatinya resah dan kecewa atas kenyataan cintanya. Mungkin terdengar sedikit egois. Alea hanya tempat berlabuh kegalauannya ketika dalam masalah.‘Jam berapa ini?’ gumamnya sambil mengusap matanya yang masih berat itu. Dia baru pulang jam 03.00 dini hari dan menyempatkan sholat tahajud. Inginnya menunggu subuh tapi masih kelamaan. Akhirnya matanya yang penat itu pun memilih untuk terlelap di samping Alea.Suara alat-alat masak terdengar sebagai tanda ada kegiatan di sana. Ardhan menghampiri Alea yang tampak rajin membuat sarapan sepagi ini.“Kakak sudah bangun?” sapa Alea pada Ardhan.“Rajin amat sih, Al? Sepagi ini udah bikin sarapan. Ini perut juga masih eneg kalau dimasukin makanan,” tandas Ardhan duduk di meja samping dapur sambil berpangku tangan.“Aku ada kelas masak pagi ini,