“Nay? Kenapa kamu?”Suara barang-barang dilempar itu mengganggu keasyikan Lidia yang sedang mengunggah status berlian barunya di medsos. Tidak mendapat sahutan, Lidia mencoba membuka pintu kamar Naysila dan terperanjat melihat kamar berserakan barang-barang yang tercecer.“Ya Tuhan, kamu ngapain?” Lidia jadi kesal dan menghampiri Naysila yang duduk dilantai dengan sedih. “Bisa mikir enggak sih kamu, udah tua kamu kelakuannya masih kayak anak kecil. S2 lho kamu. Jauh-jauh kuliah di luar negri bukannya malah dewasa tapi justru kayak anak kecil!” Lidia tidak berhenti mengomel.“Kenapa Mami selalu nyangkut-nyangkutin kuliah?” Naysila tidak terima, dia menatap wanita itu dengan tatapan penuh amarah. Merasa wanita itu juga harus bertanggung jawab jika Ardhan sampai memutuskannya.“Ya kenapa emang? Mami udah pernah bilang ngapain masih lanjut kuliah, cari kerja sana dapat uang. Kuliah mah cuma habisin u
Ardhan berjalan terburu di depan Naysila agar wanita itu tidak lagi sok bergelanyut manja di lengannya. Namun Naysila berhasil mengejarnya dengan langkah panjang dan menyabukan lengannya di tangan Ardhan. Dia masih berharap semuanya bisa diperbaiki. Dia yakin Ardhan sangat mencintainya dan bisa mendengar penjelasannya.“Aku sudah membantumu, sekarang pulanglah!” ucap Ardhan menarik tangannya dari Naysila.“Terima kasih, Sayang. Aku heran masih ada pemuda yang mengurusi urusan orang lain,” gumam Naysila mengerutui Devano. Dia senang masalahnya sudah selesai dan tidak harus berurusan lagi dengan polisi. Itu sangat meribetkan sekali.Teringat begitu mudah pria ini bisa menyelesaikan setiap masalahnya, Naysila semakin tidak rela jika Ardhan harus memutuskan hubungan mereka. Dia pasti tidak bisa hidup dengan baik tanpa Ardhan.Tiba-tiba melihat Ardhan pergi tanpa menunggunya, Naysila mengejar. “Sayang, kok aku ditinggal?”
Saat terbangun Alea sudah tidak di sampingnya. Padahal semalam dia memeluk gadis itu dan menemukan sedikit kedamaian sementara hatinya resah dan kecewa atas kenyataan cintanya. Mungkin terdengar sedikit egois. Alea hanya tempat berlabuh kegalauannya ketika dalam masalah.‘Jam berapa ini?’ gumamnya sambil mengusap matanya yang masih berat itu. Dia baru pulang jam 03.00 dini hari dan menyempatkan sholat tahajud. Inginnya menunggu subuh tapi masih kelamaan. Akhirnya matanya yang penat itu pun memilih untuk terlelap di samping Alea.Suara alat-alat masak terdengar sebagai tanda ada kegiatan di sana. Ardhan menghampiri Alea yang tampak rajin membuat sarapan sepagi ini.“Kakak sudah bangun?” sapa Alea pada Ardhan.“Rajin amat sih, Al? Sepagi ini udah bikin sarapan. Ini perut juga masih eneg kalau dimasukin makanan,” tandas Ardhan duduk di meja samping dapur sambil berpangku tangan.“Aku ada kelas masak pagi ini,
Devano melihat pria yang merupakan suami Alea duduk di bangku pinggir jalan samping mobilnya. Hari yang sudah beranjak siang membuat tempat yang dia duduki tersinar penuh cahaya matahari. Devano heran kenapa pria itu duduk di sana?“Suamimu kenapa?” tanya Devano saat penjual kue puthu itu menyodorkan dua kotak kue pesanan Alea.“Janganlah pakai bilang suami, aku jadi gak enak juga kan di dengar orang,” gumam Alea yang mengundang tawa Devano. “Bukan apa-apa, aku di sini bersama kamu sementara dia disana menungguku, apa yang dipikirkan abang kue kalau tahu aku sudah bersuami.”Devano masih juga terkekeh. Dia paham apa yang dimaksud Alea. Penjual kue itu tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka. “Lagian tidak biasanya dia duduk di sana macam tukang parkir saja, lagi gabut dia?”“Iya tuh, aneh banget. Pake bilang mau nungguin segala!” Alea membuka satu kotak kue puthu dan menyodorka
Dita--sekretaris Ardhan melirik gadis yang bersama bosnya itu dan masih penasaran sebenarnya apa status gadis itu?Beberapa kali dia bertemu Alea di kantor tapi belum tahu siapa sebenarnya dia. Sebagai sekretaris yang baru beberapa bulan bekerja tentu Dita belum mengenal banyak orang.Tentu gadis itu Bukanlah kekasih Ardhan. Karena Leon pernah menyampaikan bahwa wanita yang sedang menunggunya di luar sekaranglah kekasih Ardhan. Dan bisa jadi mereka ada masalah hingga Ardhan menolak untuk menemuinya.“Kau bisa pergi Dita, jangan lupa tutup pintunya.” Ardhan mengingatkan pada sekretarisnya itu yang masih berdiri terpaku.“Aku akan menunggunya!” ucap Naysila pada sekretaris yang baru keluar dari ruang kerja Ardhan dan mengatakan sang bos tidak bisa diganggu karena ada repot.“Silahkan menunggu di lobby saja, saya juga sedang repot,” ucap Dita pada Naysila. Meski tahu bahwa wanita ini adalah kekasih sang bos, beberap
“Pelayan, berikan billnya!” tukas Naysila sumpek mengingat Ardhan benar-benar tidak mau menemuinya.Naysila semalam sudah memikirkan banyak alasan pada pria itu agar dia mau menerimanya kembali. Ardhan harus tahu bahwa dia melakukan semua ini karena tekanan dari keluarganya. Ardhan pria yang tidak tegaan, mendengar dirinya terdesak pasti dia akan kasihan.“Maaf Nona, kartu kredit anda sudah diblokir!” tukas pelayan itu menhampiri Naysila dan mengembalikan kartu kreditnya.“Apa?!” Naysila melenguh, dia lupa kalau itu adalah kartu kredit yang diberikan Ardhan. Ternyata pria itu beneran memutuskan semuanya. Bahkan kartu kreditnya pun di blokir. Yang benar saja, jika Naysila masih berharap dapat memakai uang pria itu setelah hubungan mereka berakhir.“Ya sudah, pakai kartu yang ini saja.” Naysila menyodorkan kartunya yang lain. Dia masih punya tabungan di sana, masih bisa lah untuk membayar sekedar minuman di re
Leon memperhatikan Naysila saat wanita itu menangsi-nangis padanya. Dulu dialah yang pertama menyukainya. Mengenalkan pada Ardhan dan sering mengajaknya ke kantor yang baru dibangunnya bersama Ardhan. lambat laun dia baru menyadari, ternyata Naysila lebih memilih mendekati Ardhan. Bisa jadi karena alasannya Ardhan lebih kaya darinya. Leon tahu seperti apa keluarga Naysila.“Aku, benar-benar terpaksa melakukannya. Papaku berhutang banyak karena berjudi, sementara Mamaku selalu meminta ini dan itu.” Naysila tersedu.“Lantas, kau mau Ardhan menerima dirimu dengan kenyataan ini?”Leon tentu tidak menyalahkan Ardhan jika dia membuat keputusan mengakhiri hubungan mereka, bagaimanapun dia juga seorang pria. Tidak mungkin bisa menerima penghianatan kekasihnya dengan alasan itu. Ardhan bukanlah orang yang tidak tahu apa-apa tentang keluarganya. Dia bahkan memberikan Naysila kartu kreditnya. Tentu alasan terdesak dari Naysila tidak bisa diterima.
“KAU!”Ardhan terkejut merasakan pipinya yang panas karena ditampar Alea.“Diam, Kak. Ada lagi!” Alea bangkit dan hendak menamparnya lagi, namun Ardhan menghalau tangannya.“Kau ini kenapa sih!” Ardhan kesal pada tingkah anak nakal ini.“Ada nyamuk…!”“Astaga, gak perlu sampai pukul begitu. Niat ya pengen mukul wajahku?” Ardhan merasa Alea mencari alasan untuk bisa menonjok mukanya. Bisa jadi untuk membalas dendam atas sikapnya selama ini.“Enggak kok, itu nyamuk Anopheles lho, Kak. Bisa bikin malaria. Makanya aku langsung pukul nyamuknya biar mati! Harusnya kakak berterima kasih padaku karena sudah menyelamatkan kakak dari penyakit malaria!” ujar Alea bangga merasa apa yang dilakukannya benar.“Terima kasih jidatmu, lihat pipiku sampai gosong begini! Keras amat mukulnya!” gerutu Ardhan yang sebal karena suasana yang syahdu barusan harus menghil