“Pelayan, berikan billnya!” tukas Naysila sumpek mengingat Ardhan benar-benar tidak mau menemuinya.
Naysila semalam sudah memikirkan banyak alasan pada pria itu agar dia mau menerimanya kembali. Ardhan harus tahu bahwa dia melakukan semua ini karena tekanan dari keluarganya. Ardhan pria yang tidak tegaan, mendengar dirinya terdesak pasti dia akan kasihan.
“Maaf Nona, kartu kredit anda sudah diblokir!” tukas pelayan itu menhampiri Naysila dan mengembalikan kartu kreditnya.
“Apa?!” Naysila melenguh, dia lupa kalau itu adalah kartu kredit yang diberikan Ardhan. Ternyata pria itu beneran memutuskan semuanya. Bahkan kartu kreditnya pun di blokir. Yang benar saja, jika Naysila masih berharap dapat memakai uang pria itu setelah hubungan mereka berakhir.
“Ya sudah, pakai kartu yang ini saja.” Naysila menyodorkan kartunya yang lain. Dia masih punya tabungan di sana, masih bisa lah untuk membayar sekedar minuman di re
Leon memperhatikan Naysila saat wanita itu menangsi-nangis padanya. Dulu dialah yang pertama menyukainya. Mengenalkan pada Ardhan dan sering mengajaknya ke kantor yang baru dibangunnya bersama Ardhan. lambat laun dia baru menyadari, ternyata Naysila lebih memilih mendekati Ardhan. Bisa jadi karena alasannya Ardhan lebih kaya darinya. Leon tahu seperti apa keluarga Naysila.“Aku, benar-benar terpaksa melakukannya. Papaku berhutang banyak karena berjudi, sementara Mamaku selalu meminta ini dan itu.” Naysila tersedu.“Lantas, kau mau Ardhan menerima dirimu dengan kenyataan ini?”Leon tentu tidak menyalahkan Ardhan jika dia membuat keputusan mengakhiri hubungan mereka, bagaimanapun dia juga seorang pria. Tidak mungkin bisa menerima penghianatan kekasihnya dengan alasan itu. Ardhan bukanlah orang yang tidak tahu apa-apa tentang keluarganya. Dia bahkan memberikan Naysila kartu kreditnya. Tentu alasan terdesak dari Naysila tidak bisa diterima.
“KAU!”Ardhan terkejut merasakan pipinya yang panas karena ditampar Alea.“Diam, Kak. Ada lagi!” Alea bangkit dan hendak menamparnya lagi, namun Ardhan menghalau tangannya.“Kau ini kenapa sih!” Ardhan kesal pada tingkah anak nakal ini.“Ada nyamuk…!”“Astaga, gak perlu sampai pukul begitu. Niat ya pengen mukul wajahku?” Ardhan merasa Alea mencari alasan untuk bisa menonjok mukanya. Bisa jadi untuk membalas dendam atas sikapnya selama ini.“Enggak kok, itu nyamuk Anopheles lho, Kak. Bisa bikin malaria. Makanya aku langsung pukul nyamuknya biar mati! Harusnya kakak berterima kasih padaku karena sudah menyelamatkan kakak dari penyakit malaria!” ujar Alea bangga merasa apa yang dilakukannya benar.“Terima kasih jidatmu, lihat pipiku sampai gosong begini! Keras amat mukulnya!” gerutu Ardhan yang sebal karena suasana yang syahdu barusan harus menghil
Alea sebenarnya merasa kurang nyaman dengan sikap Ardhan hingga ingin buru-buru menjauh dan menghindarinya. Meski ada yang ingin dikerjakannya, Alea hanya menjadikan hal itu alasan saja. Sebenarnya dia bisa saja menunda kegiatannya itu. Beberapa saat yang lalu dia berharap Ardhan bisa berubah dan memperlakukannya dengan baik. Harapan terbesarnya adalah mereka bersama-sama membina rumah tangga dengan baik karena status mereka memang suami istri. Sekarang Ardhan terlihat berubah dan mulai menyadari kesalahannya. Tapi mengapa justru dia yang jadi bingung dan tidak suka? “Alea?” panggil Ardhan menyentak Alea yang terbengong. “Hah!?” Alea seperti biasa terkejut dengan kedatangan Ardhan yang suka tiba-tiba itu. “Kamu kenapa sih? Begitu saja terkejut?” “Kak Ardhan yang suka kagetin orang mlulu!” Ardhan merasa ada yang aneh dari Alea. Dia jadi terlihat menghindarinya sejak tadi. Apa dia kurang nyaman karena sore tadi Ardhan menciumnya? Atau ada yang dipikirkannya? Biasanya Alea suka cep
Langkah kaki Ardhan terdengar menuruni tangga. Rumah masih sepi. Sejenak dia melihat kamar Alea yang masih tertutup. Tidak biasanya dia masih anteng di kamarnya. Namun perkiraan Ardhan salah, Alea keluar dari bilik samping dan sudah terlihat rapi. “Mau kemana sepagi ini?” Alea tidak menjawab dan langsung ngeloyor ke dapur. Terlihat lagi sambil membawa beberapa makanan yang disuguhkannya di meja. “Aku mau pergi ke rumah Valen, Kak!” tukas Alea pada Ardhan yang masih bengong menatapnya itu. “Tidak ada kelas masak, kamu?” “Tidak, Kak.” “Kenapa sepagi ini, sarapan dulu, kamu sudah capek-capek masak tapi tidak dimakan.” Ardhan berjalan menghampiri meja makan dan melihat menu sederhana yang dimasak Alea. “Tidak usah, Kak. Aku sudah ditunggu Devano di luar.” Alea menghampiri Ardhan dan menyodorkan tangannya untuk minta salim sebelum pergi. Namun Ardhan justru menatapnya tidak suka karena sepagi ini pria itu sudah menjemputnya. Tidak punya pekerjaankah dia? Pagi-pagi sudah jemput istr
Alea menenteng tasnya dan hendak berlalu namun tangan Devano menariknya lagi. Mereka sedikit bersih tegang karena sikap Devano sudah terlalu ke dalam. Alea tahu maksud Devano baik, tapi dia tidak membutuhkan sampai temannya itu ingin melakukan banyak cara demi melihatnya terlepas dari kungkungan pernikahan yang tidak membuatnya bahagia ini. “Oke, aku minta maaf, Al. Aku hanya terlalu … “ Devano sungguh tidak bisa menahan diri untuk tidak mengatakannya. Dia harus bergerak cepat agar pria brengsek itu tidak mengambil kesempatan dari Alea. “Aku… mencintaimu, Al?” ucapannya bergetar karena melalui relung hatinya yang terdalam. Sejak dulu dia sudah menaruh sayang dan cinta pada Alea. Jika tuhan mempertemukannya saat ini, Devano yakin bahwa itu karena Alea adalah takdirnya. Alea sudah tahu Devano mencintainya. Tapi rasanya tetap beda jika kata itu terucap langsung dari mulut Devano. Dia sedih, karena bahkan saat ini pun dia membayangkan kata-kata itu keluar dari mulut suaminya. Padaha
“Ehmmm, Kak?” Desah Alea saat terlepas dari ciuman Ardhan. Napasnya naik turun dan bibirnya basah.Ardhan menatap Alea dan mencoba menciumnya lagi. Namun Alea menahannya.“Jangan begini, Kak. Alea tidak mau” ujar Alea berkaca-kaca. Air matanya hampir jatuh teringat pria ini suka seenaknya pada dirinya. Terlepas bahwa dia adalah istrinya yang bisa diperlakuan seperti ini.“Kau tidak suka aku menciummu?” tanya Ardhan sedikit cemas kalau-kalau Alea memang tidak menyukai dia menciumnya.“’Kakak kan punya Naysila?” Alea mengingatkan. Dia lelah Ardhan selalu beralasan wanita itu untuk sering menyudutkannya.“Tidak, aku sudah memutuskan hubungan kami.” Ardhan menjelaskan. Agar Alea tahu bahwa dia dan Naysila sudah tidak ada hubungan. Agar Alea juga tahu bahwa di antara mereka sudah tidak ada lagi orang ke tiga. Masalah Devano, akan segera di urusnya selepas ini.Alea tentu terkejut dan terperangah mendengarnya. Apa karena itu Ardhan tidak mau menemuinya saat Naysila ke kantor saat itu? Tapi
Seorang pelayan menghampiri meja mereka dan menawarkan menu. Alea yang sedikit banyak sudah tahu makanan kesukaan Hamid segera memilih beberapa menu. Dia juga memilihkan ayahnya makanan kesukaannya. Tidak ketinggalan untuk Ardhan dan dirinya.“Menantu idaman sekali, dia bahkan hapal makanan kesukaan kita semua.” Hamid terkekeh saat Alea menyebutkan makanan yang dipesan pada pelayan.“Papa berlebihan sekali, itu hanya makanan. Saya tahu karena beberapa kali makan bersama semuanya,” ucap Alea malu.Hamid dan Nadhim hanya tersenyum.“Saya ke toilet sebentar.”Alea memohon diri karena merasa ingin memperbaiki penampilannya. Dia merasa sedikit berantakan karena habis bersih-bersih tadi. tidak enak saja kalau harus tampil buruk ketika ada mertua dan ayahnya. Takut kalau Hamid mengadu pada Hera bahwa penampilannya acak-acak.Di toilet dia melihat pantulan wajahnya yang terlihat baik-baik saja. Masih terlihat cantik walau sedikit mengkilat karena tadi berkeringat. Tapi justru membuat aura waj
Ardhan tersenyum senang karena Alea belum tidur. Dia jadi pengen ngobrol lebih banyak dengan Alea. Berharap bisa menjadi lebih dekat jika sering mengajaknya mengobrol. “Kakak kan sudah minta maaf, kok kamu masih munggungin Kakak?” tukasnya mengelus bahu Alea. “Emang mau apa?” Alea masih menyahut walau suaranya sudah agak serak karena mengantuk. “Sini, aku peluk ya?” Ardhan menarik lengan Alea, membuat tubuh gadis itu berbalik menghadap Ardhan. “Ada apa sih, Al? Sepertinya ada yang kamu pikirkan?” tanya Ardhan samar-samar menatap wajah Alea karena hanya lampu tidur yang menyala. Alea terdiam sesaat. Setelah menghela napas panjang dia tidak tahan mengatakan apa yang membuat dadanya sumpek. “Tadi, aku bertemu Naysila dan Maminya di restoran?” ucap Alea yang sukses mengundang keterkejutan Ardhan. Dia sampai menyalakan lampu dengan remot. “Mereka tidak menyakitimu, kan?” Ardhan memperhatikan Alea dan berharap dua wanita itu tidak menyakitinya. “Tidak, mereka tidak mengenalku,” jawab