Happy Reading!
Ardhan hanya menatap Naysila yang tertawa bahagia itu menyanyikan sebuah lagu sambil sesekali bergoyang mengikuti irama musik. Mereka sedang di tempat karaoke sekarang, namun pikiran Ardhan entah kemana.“Sayang kok melamun mlulu, ayo nyanyi bareng!” Naysila menyodorkan microphone pada Ardhan namun ditolaknya. Sedang lelah katanya. “Hhg, ya udah deh. Aku pesankan makanan lain ya?” Naysila masih belum berhenti membujuk Ardhan.“Tidak usah, aku tadi sudah makan.” Tolak Ardhan sekali lagi.“Ish, itu mukanya senyum sedikit dong!” Naysila mencubit pipit Ardhan agar mau tersenyum. Dia meletakan microphonenya dan bilang harus ke toilet sebentar.Di toilet Naysila memperbaiki riasannya, menambal lipstik dan merapikan rambutnya. Baru itu dia balik badan dan hendak kembali ke ruang karaokenya tadi. Saat itu dia berpapasan dengan seseorang.“Kau di sini?” sapa Naysila terkejut.“Kenapa? Aku sudah menyelesaikan tugas akhirku dan bisa pulang kampung lebih awal. Kau tahu sendiri kan, aku jadi gembe
“Kau dari mana saja? Semalam tidur di mana?” Hera tidak tahan mengomeli putranya itu yang baru nampak sejak semalam.“Tidur di rumahlah, Ma,” jawab Ardhan enteng.Alea dan Hera saling berpandangan seolah tidak mempercayai apa yang dikatakan Ardhan. Namun melihat Ardhan yang melepas jaket hoodinya, hanya memakai celana pendek dan sepatu olahraga, mereka menyimpulkan Ardhan barusan habis lari-lari pagi di luar.“Jam berapa pulangnya?” Hera masih mengejar.“Ya ampun, Ma. Pulang kok semalam. Memangnya kemana lagi kalau enggak pulang. Beli apartemen juga gak boleh kan?” ujar Ardhan mengingatkan mamanya yang sangat tidak suka kalau Ardhan punya apartemen. Menurutnya punya apartemen itu hanya membuat jauh dari keluarga. Untungnya Ardhan masih boleh punya rumah sendiri hanya karena alasan kantornya jauh dari rumah keluarga mereka.“Ya udah, cepat mandi dan sarapan. Mama mau bicara sama kamu!”Ardhan hanya mengangguk dan berlalu ke dalam kamar. Hera merasa kali ini Ardhan sudah balik lagi sepe
Alea merasa tubuhnya kedinginan dan dia cepat-cepat mengganti bajunya yang basah dengan baju yang lebih hangat. Kepalanya malah bertambah pusing dan hidungnya jadi pengar. Secangkir teh jahe hangat dicampur madu seperti resep mertuanya mungkin bisa membantu. Dia melangkah ke dapur untuk membuatnya meski tubuhnya terasa sangat lemas. Dia bahkan sampai berpegangan dinding saat merasa pusing.“Kau kenapa?” Ardhan melihatnya tampak lemas dan segera membantunya.“Kakak tidak ke kantor?” tanya Alea heran karena ini sudah siang dan Ardhan tidak biasanya masih di rumah.Ardhan sudah berpakaian rapi dan bersiap hendak ke kantor. Namun melihat Alea yang keluar kamar dengan memegangi kepalanya dia jadi cemas. Pasti itu gara-gara flunya. Apalagi barusan gadis ini malah main air. Sedikit sesal karena tadi dia malah menyemprotkan air ke Alea.“Tambeng sih kamu, malah mainan air!” gerutu Ardhan sambil membuatkan teh jahe hangat untuk Alea.Alea tidak punya tenaga bahkan untuk menyahuti ucapan Ardhan
“Nay? Kenapa kamu?”Suara barang-barang dilempar itu mengganggu keasyikan Lidia yang sedang mengunggah status berlian barunya di medsos. Tidak mendapat sahutan, Lidia mencoba membuka pintu kamar Naysila dan terperanjat melihat kamar berserakan barang-barang yang tercecer.“Ya Tuhan, kamu ngapain?” Lidia jadi kesal dan menghampiri Naysila yang duduk dilantai dengan sedih. “Bisa mikir enggak sih kamu, udah tua kamu kelakuannya masih kayak anak kecil. S2 lho kamu. Jauh-jauh kuliah di luar negri bukannya malah dewasa tapi justru kayak anak kecil!” Lidia tidak berhenti mengomel.“Kenapa Mami selalu nyangkut-nyangkutin kuliah?” Naysila tidak terima, dia menatap wanita itu dengan tatapan penuh amarah. Merasa wanita itu juga harus bertanggung jawab jika Ardhan sampai memutuskannya.“Ya kenapa emang? Mami udah pernah bilang ngapain masih lanjut kuliah, cari kerja sana dapat uang. Kuliah mah cuma habisin u
Ardhan berjalan terburu di depan Naysila agar wanita itu tidak lagi sok bergelanyut manja di lengannya. Namun Naysila berhasil mengejarnya dengan langkah panjang dan menyabukan lengannya di tangan Ardhan. Dia masih berharap semuanya bisa diperbaiki. Dia yakin Ardhan sangat mencintainya dan bisa mendengar penjelasannya.“Aku sudah membantumu, sekarang pulanglah!” ucap Ardhan menarik tangannya dari Naysila.“Terima kasih, Sayang. Aku heran masih ada pemuda yang mengurusi urusan orang lain,” gumam Naysila mengerutui Devano. Dia senang masalahnya sudah selesai dan tidak harus berurusan lagi dengan polisi. Itu sangat meribetkan sekali.Teringat begitu mudah pria ini bisa menyelesaikan setiap masalahnya, Naysila semakin tidak rela jika Ardhan harus memutuskan hubungan mereka. Dia pasti tidak bisa hidup dengan baik tanpa Ardhan.Tiba-tiba melihat Ardhan pergi tanpa menunggunya, Naysila mengejar. “Sayang, kok aku ditinggal?”
Saat terbangun Alea sudah tidak di sampingnya. Padahal semalam dia memeluk gadis itu dan menemukan sedikit kedamaian sementara hatinya resah dan kecewa atas kenyataan cintanya. Mungkin terdengar sedikit egois. Alea hanya tempat berlabuh kegalauannya ketika dalam masalah.‘Jam berapa ini?’ gumamnya sambil mengusap matanya yang masih berat itu. Dia baru pulang jam 03.00 dini hari dan menyempatkan sholat tahajud. Inginnya menunggu subuh tapi masih kelamaan. Akhirnya matanya yang penat itu pun memilih untuk terlelap di samping Alea.Suara alat-alat masak terdengar sebagai tanda ada kegiatan di sana. Ardhan menghampiri Alea yang tampak rajin membuat sarapan sepagi ini.“Kakak sudah bangun?” sapa Alea pada Ardhan.“Rajin amat sih, Al? Sepagi ini udah bikin sarapan. Ini perut juga masih eneg kalau dimasukin makanan,” tandas Ardhan duduk di meja samping dapur sambil berpangku tangan.“Aku ada kelas masak pagi ini,
Devano melihat pria yang merupakan suami Alea duduk di bangku pinggir jalan samping mobilnya. Hari yang sudah beranjak siang membuat tempat yang dia duduki tersinar penuh cahaya matahari. Devano heran kenapa pria itu duduk di sana?“Suamimu kenapa?” tanya Devano saat penjual kue puthu itu menyodorkan dua kotak kue pesanan Alea.“Janganlah pakai bilang suami, aku jadi gak enak juga kan di dengar orang,” gumam Alea yang mengundang tawa Devano. “Bukan apa-apa, aku di sini bersama kamu sementara dia disana menungguku, apa yang dipikirkan abang kue kalau tahu aku sudah bersuami.”Devano masih juga terkekeh. Dia paham apa yang dimaksud Alea. Penjual kue itu tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi diantara mereka. “Lagian tidak biasanya dia duduk di sana macam tukang parkir saja, lagi gabut dia?”“Iya tuh, aneh banget. Pake bilang mau nungguin segala!” Alea membuka satu kotak kue puthu dan menyodorka
Dita--sekretaris Ardhan melirik gadis yang bersama bosnya itu dan masih penasaran sebenarnya apa status gadis itu?Beberapa kali dia bertemu Alea di kantor tapi belum tahu siapa sebenarnya dia. Sebagai sekretaris yang baru beberapa bulan bekerja tentu Dita belum mengenal banyak orang.Tentu gadis itu Bukanlah kekasih Ardhan. Karena Leon pernah menyampaikan bahwa wanita yang sedang menunggunya di luar sekaranglah kekasih Ardhan. Dan bisa jadi mereka ada masalah hingga Ardhan menolak untuk menemuinya.“Kau bisa pergi Dita, jangan lupa tutup pintunya.” Ardhan mengingatkan pada sekretarisnya itu yang masih berdiri terpaku.“Aku akan menunggunya!” ucap Naysila pada sekretaris yang baru keluar dari ruang kerja Ardhan dan mengatakan sang bos tidak bisa diganggu karena ada repot.“Silahkan menunggu di lobby saja, saya juga sedang repot,” ucap Dita pada Naysila. Meski tahu bahwa wanita ini adalah kekasih sang bos, beberap