Ardhan membaca kabar berita dari ponselnya dan sedikit terganggu melihat Alea yang berjalan dengan langkah berbeda. Keningnya berkerut mencemaskannya.“Kenapa begitu jalannya?” tanyanya.“Ugh, gimana dong?” Alea malah bertanya balik dengan sebal meski sedikit terlihat malu karena kegiatan mereka yang membara semalam.Ardhan baru sadar bahwa Alea seperti itu karena kelakuannya semalam. Dia pun bangkit dan mendudukan Alea.“Mau apa, Kak?” Alea heran.“Yang mana yang sakit? Aku periksa ya?” Ardhan terlihat serius dan membuka kedua paha Alea.“Jangan ah, Kak!” Alea menolak dan merapatkan kembali kedua kakinya.“Jangan begitu, kalau memang sakit kita periksa saja ke dokter”Alea tentu tidak ingin pergi ke dokter karena hal ini. Mau di taruh mana mukanya kalau harus diperiksa di bagian sana. Apalagi itu karena kelakuan suaminya sendiri. Tadi dia sudah tanya-tanya di web tanyadokter online, dan jawabanya itu normal. Akan membaik dengan sendirinya. Hanya perlu pelemasan otot-otot saja.“Yakin
Riak terbentuk ketika Devan mendayung sampan di sungai yang tidak terlalu dalam itu. Valen duduk menatap bunga-bunga yang mulai bermekaran di tepinya. Di ujung sana sepasang kekasih duduk di kursi dan saling mengobrol dengan menatap romantis. Anak-anak berlarian mengejar kupu-kupu. Suasana yang damai sekali.Kenapa baru sekarang dia menemukan tempat ini untuk sekedar bersantai.“Woy, enak banget dirimu!” Devan mencipratkan air pada Valen yang tampak santai menikmati suasana sementara dirinya mendayung sampan.“Astaga, gak ikhlas banget kalau kamu lihat aku santai”“Pegal ini tangan!” Devan menyodorkan dayung pada Valen. “Lagian, ngapain juga ngajak ke tempat ini. Minta naik perahu lagi, sok keromantisan jadi orang!”“Ya udah, biar aku yang dayung. Dasar malas! Udah diboncengin sekarang giliran dayung sebentar saja, ngeluh!” Valen merebut dayung itu dari Devan sambil menggerutu.Tida
Baju Alea sudah terlepas dan dia baru menyadari bahwa tidak ada sehelai benangpun yang tertanggal di kulitnya sementara baju Ardhan masih sangat rapi. Sedikit tidak terima Alea pun melepas kancing kemeja Ardhan. Dia juga ingin melihat dan menyentuh tubuh suaminya yang terpahat indah. Setiap pagi Alea sering melihatnya berolahraga dan menampakan tubuh atletisnya. Dada bidang dan otot perut yang seperti roti sobek. Siapa sangka, sekarang Alea bisa menyentuh dan membelainya.Mengetahui Alea melepas kemejanya, Ardhan menjadi lebih bersemangat. Dia membantu melepas celananya lalu menarik tangan Alea untuk menelusupkan di dalam sana. Ada benda yang sungguh ingin dibelai dan di elus-elus oleh tangan lembut itu.“Geli, ah, Kak!” Alea menarik tangannya dari dalam sana, namun Ardhan tidak mengijinkannya. Dibenamkan kembali tangan itu di sana kembali. Melihat tatapan Ardhan yang sayu dan seperti hendak menelannya bulat-bulat, Alea jadi takut. Kalau sudah begini, tatap
Hera tertawa terpingkal-pingkal kala Kamila menceritakan apa yang dilihat Laila saat berkunjung ke rumah Ardhan waktu itu.Tadinya dia kasihan pada Alea yang nampak setengah mati menahan malu, karnanya Kamila tidak ingin menceritakannya. Namun, ketika ada kesempatan mengunjungi Hera, Kamila keceplosan juga menceritakannya.“Sudah lama itu?” Hera masih menahan tawanya. Dia justru terlihat sangat bahagia mendengarnya.“Sebulanan lah”“Alhamdulillah, Kamila. Akhirnya…” Hera merasa bersyukur akhirnya putra semata wayangnya itu bisa juga menerima dan memperlakukan Alea selayaknya seorang istri. Dia jadi penasaran apakah Ardhan sudah memutuskan kekasihnya itu?Hera memang sering menelpon Alea sekedar menanyakan apa semua baik-baik saja. Dan Alea tentu menjawab, semuanya baik. Hera sebenarnya kurang yakin atas jawaban menantunya itu mengingat karakternya yang penurut. Jangan-jangan Ardhan mengancamnya untuk selal
Naysila ada janji ketemuan dengan seseorang di tempat yang sama. Dia ingin membicarakan tentang lamaran pekerjaan mengingat dia di-skorsing oleh pihak universitas terkait tersebarnya video asusilanya yang menjadikan masalah internal rektorat. Tidak dinyana bertemu dengan Ardhan bersama seorang wanita.Naysila tahu, mereka sudah berpisah dan Ardhan punya hak untuk bersama wanita lain. Tapi rasa penasaran Naysila terbit, tentang siapa yang begitu cepat menggantikan posisinya. Jadilah dia dengan cuek menghampiri mereka. Sekedar ingin tahu, apakah wanita yang bersama Ardhan lebih baik darinya?Namun setelah melihat wanita yang bersama Ardhan adalah wanita yang sama dengan yang ditemuinya di rumah Ardhan waktu itu, Naysila terkejut. Bukankah wanita itu pembantu Ardhan?Memang dia terlihat anggun saat ini, namun kesan pertama saat Naysila melihatnya waktu itu membuatnya jadi tidak bisa menghapusnya bahwa wanita itu hanyalah seorang pembantu. Timbullah keinginan Naysil
Devano juga ada janji di tempat yang sama. Melihat Ardhan keluar bersama Alea tadi, sebenarnya niatnya menghindar. Devano masih belum bisa menguasai dirinya jika harus bertemu dengan Ardhan. Rasa kesalnya masih ketara terlebih teringat perkelahian waktu itu.Ketika Ardhan meninggalkan Alea untuk balik lagi, Devano melihat gadis yang dicintainya itu berdiri seorang diri. Dia ingin menggunakan kesempatan itu untuk meminta maaf.“Kau hanya sendiri?” tanya Devano, sekedar basa-basi.“Oh, tidak. Kak Ardhan barusan balik untuk ambil ponselnya,” tukas Alea.Keduanya terdiam sesaat lalu Devano mengutarakan maksudnya.“Maaf, Al. Aku bersikap buruk padamu akhir-akhir ini.”Alea menatap Devano. Pria ini teman baiknya. Selalu ada untuk menolongnya. Tentu saja dia akan memaafkannya. Alea tahu, Devano juga merasa tidak nyaman dengan keadaan ini.“Aku tidak masalah, kok. Aku hanya sedih jika kita malah diem-
Naysila tampak gelisah karena seseorang yang ditunggunya tidak muncul juga. Dia bahkan sudah menghabiskan milk shake yang sudah dipesannya. Dia sangat tidak sabaran, terlihat begitu marah karena janjiannya molor.Nampak seorang wanita sedikit tergesa tidak sengaja menyenggolnya. Sontak membuat Naysila marah-marah pada wanita itu.“Apa kau buta?” teriaknya bangkit melotot pada wanita itu. Tangannya berkacak pinggang terlihat menantang wanita yang sudah menyenggolnya tadi.“Oh, maaf. Tadi aku sedikit ceroboh sampai menyenggolmu,” ucap wanita itu meminta maaf.“Kau pikir semua orang bisa memaklumi kecerobohanmu? Bagaimana kalau aku tidak terima!”Naysila yang dilanda bad mood karena bertemu Ardhan yang sudah menggandeng wanita lain, diperparah dengan janjiannya yang molor, sekarang nampak tidak terima hanya karena ada seorang ibu-ibu menyenggol dirinya.“Sudah, Mbak. Kasihan ibunya tidak sengaja!”
Alea terlihat masih menguping benda pipih ditelinga sambil berbicara menyahuti obrolan, saat dirinya masuk menghampiri Ardhan di ruang kerjanya. Dia sedang menerima panggilan dari Hera yang meminta mereka datang ke rumah keluarga. Karenanya, Alea menyerahkan ponsel itu pada Ardhan agar bisa berbicara sendiri.“Ya, Mama? Ada apa?” tanya Ardhan pada Hera.“Besok ajak istrimu datang ke rumah. Sejak kalian pindah kalian belum pernah berkunjung ke rumah kan?” Hera berujar.“Besok?”Ardhan mengingat-ingat, apa ada scedhule penting yang masih harus dilakukannya. Dia menghechek schedhulnya sejenak dan nampak lega karena tidak ada hal penting. Lantas balik dalam obrolan dengan Hera dan berkata, “Oke, Insyaallah, Ma.”“Alhamdulillah, Mama seneng dengarnya. Besok Pak Nadhim juga kita undang biar ramai sekalian.” Hera sudah merancang makan malam besok.“Iya, terserah Mama.”P