“Aku pelanggan di toko ini, harusnya kau memberikan pelayanan yang terbaik!” Naysila melotot melihat kasir toko yang tadi begitu lama melayani pria tua hanya untuk membeli minyak oles, sementara dirinya sedang terburu-buru.
“Maaf, Mbak. Kami sudah berusaha cepat tadi, mohon dimaklumi.” Kasir itu menangkupkan kedua tangannya di dada sebagai permintaan maaf.
“Ya sudah, buruan!”
Naysila masih tampak ketus. Ketika sang kasir yang berusaha cepat memasukan barang ke dalam plastik belanja, tidak sengaja dia menyenggol belanjaan Naysila yang lain hingga terjatuh. Hal itu membuat Naysila bertambah geram.
“Tuuuh…. Apalagi sekarang?! Apaan sih kamu! Kasir baru ya? Mana majikanmu, aku mau complain!”
Naysila ngomel-ngomel sambil menggebrak meja kasir. Keributan itu membuat Valen dan Alea yang ada di ruang samping terusik. Mereka jadi penasaran ada apa? Karenanya keduanya keluar melihat keadaan.
Saat
Alea sungguh terganggu dengan pertemuannya bersama Naysila tadi. Kata-kata wanita itu kini jadi onak yang tertancap dalam daging. Dicabut sakit, dibiarkan pun sakit.Dia sungguh gelisah dan sedih. Tidak pernah dia sampai memiliki masalah dan harus bertengkar seperti tadi. Alea orang yang suka mengalah setiap kali ada hal yang tidak disukainya untuk ribut. Namun saat ini dia tidak bisa begitu saja mengalah tentang suaminya itu. Bagaimanapun dia harus bisa menjaga rumah tangganya dari perempuan seperti Naysila. Karenanya hal ini membuat hatinya resah sekali.“Sayang?” panggil Ardhan yang sontak membuat Alea yang melamun jadi terkejut. “Astaga, Sayang. Ada apa kok sampai terkejut begitu?”Ardhan mendekati istrinya yang termenung dan tampak lemas itu. Dia baru datang tadi dan mencari-cari keberadaan istrinya. Ternyata Alea ada di dapur dan sedang melamun di meja bar kecil di sana.“Kakak sudah lama pulangnya?&rd
Ponsel Ardhan bergetar saat dia sedang membicarakan hal yang penting dengan Leon dan beberapa menajernya. Dia melirik layar benda pipih itu dan melihat nomor yang sama, membuat Ardhan kurang fokus pada pembicaraan di meeting.“Siapa sih? Angkat dulu siapa tahu penting!” ucap Leon menasehati Ardhan.“Baiklah, aku sudah menyampaikan semua yang harus kita kerjakan dalam beberapa bulan ini, tolong segera di planning secepatnya. Takutnya aku harus segera mengurusi perusahaan keluargaku dalam waktu dekat,” ujar Ardhan merijek ponselnya agar dia bisa mengclearkan pembahasan.“Jangan langsung dilepas begitu saja. kita masih butuh dukunganmu!” Delon berbicara.“Pasti, tapi tentu tidak bisa seratus persen selalu ada untuk kalian. Dalam waktu dekat kita diskusikan tentang pengganti saya.”“Leon sangat berkompeten dalam bisnis.” Delon mengusulkan pengganti Ardhan.“Jangan langsung begitu, Bro. Semua ada prosedurnya. Kita harus mengundang para investor dan pemegang saham untu merapatkan hal ini,”
Alea membutuhkan waktu sedikit lama dari biasanya untuk membersihkan dirinya di kamar mandi. Dia ingin tampak lebih cantik di hadapan suaminya itu. Serangkaian perawatan baru saja dilakukannya. Dari membaluri kulitnya dengan lulur, menggenakan masker wajah, bibir, dan juga menghias kuku-kukunya dengan kutek. Rambut panjangnya pun tak luput dari treatmen ala dirinya sendiri. Dia orang yang malas ke salon dan lebih suka merawat dirinya sendiri di rumah. Hanya saat diajak mertuanya saja Alea biasanya akan ke salon.“Berpenampilan baik di depan suami itu wajib hukumnya,” begitu yang diingat kala Hera selalu memberinya nasehat tentang pernikahan.Alea beruntung karena memiliki mertua yang baik seperti Hera. Hera bahkan lebih dari sekedar mertua. Dia sudah seperti ibu kandung yang selalu mengingatkan dan menasihati putrinya sendiri. Padahal di luar sana, Alea sering melihat dan mendengar bahwa banyak hubungan ibu mertua dan menantu perempuan yang kurang harmonis. Tapi Itu tidak berlaku bag
“Valen ayo angkat panggilanku!” Alea mondar-mandir menguping ponselnya menunggu sambutan dari Valen.Di panggilan berikutnya Valen sudah tersambung.“Ada apa, Al?” Valen bertanya.“Sudah buka pesanku belum?” tanya Alea mendesak.“Pesan?” Valen belum membuka pesan yang dikirim Alea. Dia pun menjeda panggilan dan melihat pesan bergambar sahabatnya itu. “Ada apa dengan gambar tas yang kamu lingkari?” tanya Valen yang tidak mengerti.“Tolong lihatkan CCTVmu, apa wanita itu memakai tas yang sama dengan yang ada di gambar itu?” lagi Alea tampak memburu. Dia harus tahu sebelum Ardhan balik ke rumah.“Baiklah, tapi aku harus menutup panggilanmu dulu untuk mengechek CCTV tokoku,” ucap Valen pada Alea.Alea mengerti dan dia pun menutup panggilannya. Sebentar dia ingat belum melaksanakan sholat maghrib. Dia bergegas ke kamar untuk mengambil wudhu dan sholat
“Kakak kelihatan capek, aku pijitin ya?” ujar Alea menawarkan diri. Dia melepas kancing kemeja Ardhan bahkan sebelum Ardhan mengiyakan tawarannya.Keintiman yang setiap kali tercipta sebelumnya membuatnya akhir-akhir ini jadi terus merindukannya. Alea tampak malu-malu kucing saat menawarkan hal itu. Ardhan hanya tersenyum melihatnya.“Boleh, kenapa tidak?”Ardhan berbaring dan merentangkan kedua tangannya di tempat tidur. Membiarkan sang istri melucuti bajunya sambil becanda, “Pasti seru dipijit wanita seksi sepertimu, Nyonya!”“Ish, Kakak ngebayangin dipijit wanita lain ya?”“Tidak!”“Otak pria bukannya seperti itu, sedang di rumah bersama istrinya tapi pikirannya malah memikirkan sosok lain.”“Bukan!” jawab Ardhan lagi menepis dugaan sang istri. Dia harus awas dan terhindar dari jebakan betmen. “Mau mijit atau introgasi, Mbak?&rdq
Di rumah seorang diri dan tidak melakukan apapun membuat Alea jenuh. Dia jadi ingin pergi ke toko Valen. Tapi agak siangan saja, karena ini jam-jam sibuk Valen. Dia tidak ingin terus menganggu pekerjaan temannya itu, meskipun Valen tampak tidak terganggu jika Alea datang di jam berapapun. Karena itu adalah tokonya sendiri. Dia tidak perlu minta ijin pada siapapun untuk mengobrol. Alea jadi teringat Devano. Dia juga sangat santai dalam pekerjaannya. Bisa sewaktu-waktu pergi saat dia inginkan. Beberapa kali dia mencandai Devano, apakah restoran tempatnya bekerja adalah milik orangtuanya sehingga dia bisa seenaknya dalam bekerja? Devano pernah mengatakan bahwa restoran itu memang milik keluarganya. Untuk beberapa saat Alea hanya terkekeh mengingatnya dan menganggap sahabatnya itu sedang bercanda. Namun beberapa detik kemudian senyumnya menghilang kemudian dia berpikir, bisa jadi Devano adalah pemilik restoran itu. Alea masih ingat tatatapan hormat pelayan restoran padanya, dia juga in
Suara gelak tawa itu terdengar begitu mengerikan kala sang supir misterius menoleh ke arah Alea yang tegang itu. Sejenak Alea memicingkan matanya karena seolah mengenal suara tawa itu. Wajah tegangnya mengendur dan seketika berubah menjadi sebal ketika sang supir misterius membuka masker dan kaca matanya. “Astaga, Devan!” Alea reflek memukul pundak Devano yang masih tergelak itu. Dia pikir ini lucu apa becanda sampai seperti ini? Batin Alea pada temannya yang usil itu. Dia jadi ingat masa SMA mereka yang selalu saling mengerjai namun jika salah satu dikerjain orang lain, tidak akan pernah terima dan akan membalas sampai orang tersebut meminta maaf. Itu Devano. “Maaflah, aku hanya butuh sedikit hiburan. Udah lama gak becanda sama kamu!” Devano berujar dengan sisa-sisa tawa yang masih membekas di wajahnya. “Kurang ajar sekali, bagaimana kalau aku jantungan!” Alea protes. “Enggaklah, aku sudah kalkulasi kadar becandaanku. Aman buat jantung kamu!” “Sok tahu kamu!” “Buktinya kamu mas
Melihat wanita yang di sayanginya terbaring lemas di atas ranjang rumah sakit, Ardhan segera menghampiri dan memeluknya. Tadi saat mendapat kabar bahwa Alea mengalami kecalakaan, Ardhan mengendarai mobilnya menuju rumah sakit dengan kecepatan tinggi. Dia tidak peduli lagi jika setelah ini akan ada surat tilang yang ditujukan padanya. Ardhan sangat menghawatirkan Alea.“Ada apa?” tanya Ardhan lembut membelai Alea yang masih tampak pucat itu.Alea berusaha duduk dan ingin memeluk Ardhan. Ardhan membantunya.“Tadi mobil Devan menghindari pemotor dan banting ke trotoar nabrak tiang!” Alea menyampaikan apa yang diingatnya sebelum dia tidak sadar.“Bukannya kau bilang naik taxi?” Ardhan tidak sampai hati harus marah mendengar Alea bersama Devano, dia hanya bertanya sedikit demi sedikit dengan lembut.“Iya, aku memesan taxi, tapi Devan yang ternyata jadi supirnya. Dia jahil sekali bukan?” ucap Alea lag