“EH!”Seketika Alea berjingkat setelah menoleh dan melihat Ardhan lah yang ada di sana. Bukan Neni.“Kenapa Kau di sini?” tukas Alea menyilangkan kedua tangannya menutupi bagian tubuh depannya yang terbuka.“Jangan cemaskan aku, Sayang! Aku tidak capek kok walau tadi ada meeting seharian di kantor Papa. Jadi kalau aku ke sini, itu karena aku merindukan istri dan anakku!”Ardhan menjawab panjang lebar, mumpung Alea mau bicara padanya. Dia rindu berdebat ringan dengan gadis bawelnya itu. Sungguh dia tidak mau Alea membungkam mulutnya lagi. hidupnya terasa sepi dan hampa kalau tidak mendengarnya berceloteh.Oh, mungkin ini karma. Dulu dia begitu membenci mamanya yang cerewet itu. Sekarang dia malah jatuh cinta pada gadis bawelnya ini.“Mpok Nenii…!” panggil Alea agar Neni datang dan membantunya membuat pria ini keluar dari kamarnya.“Neni di jemput suaminya tadi.”
Alea menolak ketika Ardhan mencoba menciumnya lagi. Setelah mulai mengendurkan kemarahannya bukan berarti dia sudah melupakan bahwa mereka sedang bertengkar. Ardhan sepertinya harus banyak bersabar dulu karena melunakan hati sang istri tidak semudah membalikan telapak tangannya.“Kak Alea...!”Seperti suara Arya?Alea bangkit dan menoleh ke arah pintu. Apa Arya datang sepagi ini?“Itu memang Arya!” Ardhan merangkul pundak Alea dan menuntunnya ke depan.“Happy birth day to you....!”Lagu ucapan ulang tahun itu terlantunkan ketika Alea membuka pintu lebar dan melihat di depan sana sudah berjejer banyak orang menyambutnya. Dua anak kecil, Arya dan Laila yang membawakan kue ulang tahun berdiri di barisan paling depan. Di belakang mereka sudah berdiri sambil bertepuk tangan, kedua mertua tercintanya, Ayah dan Mama Wulannya, juga Kamila dan Razik. Alea benar-benar terkejut dan terharu atas kejutan sederhana ini. “Ya ampun...” Alea tidak bisa berkata-kata dan hanya tersenyum sambil menangis
Alea menatap Ardhan, berusaha menahan dan menguasai dirinya. Seminggu ini dia banyak merenung dan sudah mengikhlaskan beberapa hal yang membuatnya terluka. Tapi bukan berarti dia akan begitu saja kembali bersikap sama seperti dulu. Alea ingin memberi sedikit hukuman pada pria yang terus menyakiti hatinya itu.“Untuk apa aku harus tinggal di rumah Valen hanya demi bisa leluasa bertemu dengan Devano? Aku bisa leluasa bertemu dengannya di manapun kalau aku mau!” ucap Alea tenang. Dia tidak ingin menjadi serapuh sebelumnya yang akan segera meminta maaf lalu menuruti semua perintah jika merasa sudah membuat suaminya itu tidak suka dengan sikapnya.“Sayang, jangan memulai pertengkaran kita ya?” Ardhan mulai cemas kalau mereka bertengkar kembali.“Tidak, Kok! Kan Kakak yang mulai duluan, aku baik-baik saja!” Alea berjalan mencari jilbab selendangnya karena mereka akan pergi ke makam ibunya. Sikapnya terkesan abai pada Ardhan.Benar-benar ingin membalas dendam! Ah, bukan balas dendam. Dia ha
Baru juga datang ketika seseorang memberitahunya bahwa Ardhan sedang menunggunya di ruang kerja, membuat suasana hati Naysila menjadi begitu baik. Dia merapikan penampilannya dulu, menambal lipstik di bibirnya, dan menggerai rambutnya. Berlenggak lenggok di depan kaca memastikan penampilannya sudah sempurnya, Naysila menegakan tubuhnya dan berjalan anggun ke ruangan Ardhan. “Sepagi ini kau sudah merindukanku?” sapa Naysila setelah menutup pintu ruangan Ardhan. Melihat pria itu berdiri tegap dengan penuh kekuasaan membuat Naysila semakin terkesima dengannya. Sejak kapan dia merasa Ardhan sesempurna itu? Sejak dulu dia memang sudah tahu kalau mantan kekasihnya itu ganteng dan gagah. Namun saat ini Naysila menyesal baru menyadari bahwa Ardhan lebih dari itu. Dia benar-benar mendekati sempurna. Mungkin kalimat itu benar adanya, seseorang kalau sudah menjadi mantan akan terlihat lebih mengesankan. “Yah, aku merindukanmu!” ucap Ardhan memberi tanda agar wanita itu mendekatinya. “Yah, a
Begitu masuk ke ruangan Ardhan Alea langsung menarik tangannya dari genggaman suaminya itu dengan kasar. Dia juga bisa marah dengan sikap pria ini yang seenak sendiri. Apa Ardhan pernah kasar pada Naysila seperti ini?Meski Devano hanyalah sahabatnya, tapi melihatnya tidak suka dirinya diperlakukan buruk oleh Ardhan membuat Alea tentu membandingkan sikap Ardhan dan Devano.“Jangan berlebihan dengan menganggapku kasar. Aku sudah memperkirakan sikapku akan melukaimu atau tidak?” tukas Ardhan mendahului pemikiran Alea, Seolah bisa membaca apa yang ada dibenak istrinya itu. Alea pasti membandingkan sikapnya dengan Devano.“Apa-apan sih, Kak!” Protes Alea tidak suka.“Kamu yang apa-apaan! Kurang ya aku ngebolehin kamu tinggal di rumah temanmu itu? Masih juga pergi bersama pria itu!” Ardhan balik protes pada Alea.“Devano kebetulan di sana, apa salah kalau kita berangkat bareng?!” Sanggah Alea.
Suara air dari kran mengalir membuat orang di sebalah menoleh heran. Sejak tadi wanita itu mencuci tangannya namun pikirannya seolah melamun. Membiarkan keran air itu terus megalirkan air dengan sia-sia. Tidakkah dia tahu, di musim kemarau yang panjang ini, air sangat berharga. Tidak seharusnya di buang-buang dengan boros.“Mbak, jangan boros. Airnya mengalir terus!” ucap seseorang itu pada Naysila.“Oh!” Naysila baru menutup keran air itu dan berlalu begitu saja.Suasana hatinya jadi sangat berantakan dan dia tidak tahan ingin sekali melarikan diri ke bar untuk bersenang-senang. Dia punya teman yang bisa diajak minum-minum. Akhirnya Naysila tidak tahan menghubunginya.Ketika Devano megantar Alea ke rumah Valen setelah mengajaknya jalan-jalan, dia buru-buru masuk ke dalam mobil dan melihat ponselnya berkedip. Melihat sebuah nama dia hanya melengos dan merijectnya saja.Panggilan tidak berhenti ketika Devano sudah di jalan. M
Tangannya bergetar dan napasnya naik turun menahan amarah setelah beradu mulut dengan wanita itu. Devano bingung dan cemas, bagaimana kalau Naysila benar-benar membuka aibnya. Dia tidak peduli dengan kemarahan Ardhan dan serentetan ancaman padanya. Devano masih bisa mengatasinya. Yang ditakutkan adalah, Alea mengetahui bahwa dirinyalah dalang dari kisruh rumah tangganya. Pasti Alea tidak akan bisa memaafkannya. “Tidak bisa! Aku harus bertindak dengan cepat!” gumam Devano gelisah. Dia memikirkan apa yang harus dilakukan. Dicobanya menghubungi seseorang yang begitu lama tidak mengangkat panggilannya. Devano menjadi murka dan melempar ponsel itu ke lantai. Suara ketukan pintu terdengar. Devano berteriak meminta seseorang itu segera masuk. Dia sudah menunggunya sejak tadi. “Bagaimana Jared?” Devano tidak tahan untuk mendengar kabar dari pria yang dipanggil Jared itu. “Bos, Mario aman di tempatnya. Sepertinya tidak ada pergerakan mengincar pria itu!” tukas Jared merasa tugasnya berjala
Ponselnya berkedip ketika Alea masih memperhatikan Ardhan dari tirai kamar. Pesan dari Valen. Untuk apa dia mengirim pesan kalau kamarnya ada di samping? [Aku tahu kamu juga tidak bisa tidur, mending temui suamimu dan pulanglah!] Alea baru saja hendak membalas pesan Valen, namun sudah keduluan Valen mengirim pesan lagi padanya. [Seandainya aku diperkenankan memerintahkan seseorang untuk bersujud kepada orang lain, maka pasti aku akan perintahkan para wanita untuk bersujud kepada suaminya, dikarenakan Allah SWT telah menjadikan bagi mereka memiliki hak lebih terhadapnya--HR. Abu Daud] Alea melotot terperangah membaca pesan Valen. Sejak kapan dia suka berceramah seperti ini? Alea ingat, ayah Valen seorang kristiani. Bahkan Alea tidak berani menanyakan agama sahabatnya itu karena sejak SMA bingung sendiri mau ikut agama sang ibu atau ayahnya. Melihatnya sekarang mengirimkan potongan hadis itu, Alea membuat dugaan bahwa sahabatnya itu sudah mantap memilih islam sebagai pedoman hidupny