“Apa yang kamu ketahui tentang Dev Aydin di Indonesia?”Kirei tak langsung menjawab. Sejujurnya, dia tak mengetahui apa pun tentang pria itu, sebelum mencari informasi dari situs bisnis di internet.“Kamu … um ….” Kirei terdiam sejenak, kemudian membalikkan badan. Ditatapnya sang suami, dengan sorot penuh arti.“Dev Aydin Bahran. Pengusaha yang berhasil meraih kesuksesan di usia muda. Direktur utama dari PT. Bahran Resources International, salah satu perusahaan tambang ternama di Indonesia. Direktur utama dari Hacienda Green World, perusahan property dan real estate yang juga diperhitungkan ….”“Aku juga merupakan ketua dari organisasi bernama La Lechuza yang berpu
Kirei tersenyum lembut, menanggapi ucapan Dev. “Aku akan mempersiapkan pernikahan kita. Secepatnya,” ucap Dev yakin.Kirei mengangguk setuju, lalu menyandarkan kepala di pundak Dev. Untuk pertama kali, dia dapat menikmati indahnya musim semi di Meksiko. Musim di mana bunga-bunga bermekaran, dan cuaca terasa hangat serta menyenangkan. Mungkinkah musim semi kali ini akan menjadi awal yang baik bagi Kirei dan Dev?……………“Maria Jose memiliki butik gaun pengantin. Hasil rancangannya dipakai oleh orang-orang ternama di kota ini,” terang Maitea, setelah mendengar rencana pernikahan Dev dan Kirei. “Begitukah?” Dev menatap aneh sang ibunda. “Ya.” Maitea tersenyum hangat. “Sebenarnya, ada beberapa perancang lain yang bagus. Aku merekomendasikan Maria Jose karena sudah mengenalnya sejak lama,” jelas wanita paruh baya itu, dengan gaya bicaranya teramat tenang. Dev mengalihkan perhatian kepada Kirei, yang tak memahami perbincangan tadi karena memakai Bahasa Spanyol. Pria itu tersenyum kalem.
“Apa mamaku sudah tahu tentang itu?”Abel menggeleng. “Aku mendapat kabar ini kemarin. Tadinya, aku akan langsung menemui Nyonya Maitea. Namun, kudengar kau ada di sini.”“Aku tidak tahu siapa Hernan Morales. Namanya baru kudengar kali ini,” ucap Dev, kemudian menyantap makanan dalam piringnya.Abel yang tengah mengunyah, segera menelan makanannya. Dia terdiam sejenak, sebelum menanggapi ucapan Dev. “Hernan Morales adalah pria berkebangsaan Argentina. Namun, kudengar kakeknya berasal dari Meksiko. Namanya memang tidak terlalu dikenal di negara ini. Akan tetapi, pria itu memiliki aset penting yang tersebar di beberapa kota besar negara kita,” terang Abel, lalu kembali menyantap makanannya.“Aset penting mac
“Apa?” Kirei menatap tak percaya.Maitea kembali tersenyum, meskipun melihat ekspresi Kirei yang menggambarkan keterkejutan luar biasa. “Jangan terlalu memikirkan hal itu,” ucapnya tenang. Kirei tak tahu harus berkata apa. Tiba-tiba, pikirannya jadi tak keruan. Setibanya di rumah, Kirei langsung pamit ke kamar. Dia berusaha terlihat biasa di depan Maitea.Sementara itu, Dev tengah mengasah kemampuan menembak sehingga tak tahu Kirei dan Maitea sudah kembali dari butik. Beberapa saat kemudian, Dev telah puas berlatih. Dia melihat arloji, lalu bergegas keluar dari ruangan itu. Pengusaha sekaligus ketua dari organisasi hitam La Lechuza tersebut langsung menuju kamar. Setelah masuk ke kamar, Dev mendapati Kirei tengah berdiri di dekat jendela. Dia langsung menghampiri, lalu memeluk dari belakang. “Bagaimana hari ini?” Kirei langsung tersadar dari lamunannya. Namun, dia tak segera menjawab pertanyaan Dev. “Ada apa?” Ragu, Kirei menoleh. Namun, hanya sekilas pandangannya kembali tertuj
Hernan langsung menoleh. Ditatapnya Kirei dari ujung rambut hingga ujung kaki.“Kembalilah,” suruh Dev, dengan sorot penuh isyarat. Dia heran karena Kirei yang memberitahukan itu, bukan pelayan.Kirei paham betul makna tatapan Dev. Dia berpamitan, lalu bergegas masuk. “Astaga,” gumamya pelan bernada keluhan, seraya berjalan kembali ke dalam.“Mari, Tuan Morales,” ajak Dev, seraya berdiri. Dia mempersilakan Hernan agar masuk bersamanya.Kedua pria berdarah Amerika Latin itu berjalan berdampingan. Kegagahan tampak jelas dari sikap tubuh, serta cara berkomunikasi yang sungguh enak dipandang.“Mamaku sedang menghadiri acara amal. Jadi, dia tidak bisa ikut menyambut
“Jangan marah. Aku hanya mencari kesibukan. Kita bisa membahas ini nant.” Kirei tersenyum, mengesankan seolah percakapan itu merupakan sesuatu yang romantis.Dev menatap sesaat, sebelum membalas senyuman itu, meskipun tidak sehangat seperti saat mereka tengah berdua. Tanpa banyak bicara, Kirei berlalu dari sana. Dia tahu Dev pasti akan menegur keras, atau bahkan memarahinya atas tindakan tadi. Embusan napas pelan bernada keluhan meluncur dari bibir Kirei. Sebenarnya, dia merasa cukup tertekan dengan sikap posesif Dev. Itu membuat Kirei tak nyaman. Jika sudah begitu, Kirei ingin melarikan diri sejauh mungkin dari sang ketua La Lechuza tersebut.“Diakah calon istri Anda?” tanya Hernan, seraya mencicipi makanan penutup yang Kirei sajikan tadi.“Ya,” jawab Dev singkat.“Wanita asli Indonesia,” gumam Hernan. “Apakah semua wanita Indonesia pandai memasak?” “Sama saja seperti wanita lain di belahan bumi ini. Sebagian dari mereka senang melakukan pekerjaan rumah tangga, sebagian lagi … And
“Kirei!” panggil Dev, seraya memeriksa ke kamar mandi dan ruangan lain dalam kamar. Namun, dia tak menemukan wanita itu di manapun.Dev terdiam sejenak, sambil berpikir. Sesaat kemudian, pria itu keluar kamar untuk mencari ke ruangan lain. Akan tetapi, Kirei tetap tak ada.“Kenapa, Nak?” tanya Maitea, yang baru kembali dari acara kegiatan sosial.“Apa Mama melihat Kirei?” Dev balik bertanya.Maitea menggeleng. “Aku baru datang dan tidak melihat Kirei. Memangnya, kenapa dia ….”Belum sempat Maitea melanjutkan kalimatnya, Dev lebih dulu berlalu meninggalkan sang ibunda. Dia bergegas keluar rumah dan langsung menuju kandang kuda. Entah mengapa, Dev me
Hernan terdiam sejenak. “Entahlah. Tiba-tiba, aku memikirkan banyak hal dan …. Bukankah itu yang Anda mau, Tuan Dev?” “Tentu saja. Aku dan mamaku menyambut baik keputusan Anda. Kami juga tidak akan terlalu penasaran dengan apa yang memengaruhi keputusan besar Anda. Terima kasih, Tuan Morales,” ucap Dev tenang, meskipun ada sesuatu yang membuatnya merasa terganggu. “Senang sekali bisa berbisnis dengan Anda, Tuan Morales. Aku pastikan gedung itu akan jadi investasi yang sangat bagus ke depannya. Jangan khawatir, kami akan membantu untuk mengurus satu dan dua hal, sekadar meringankan pekerjaan Anda,” timpal Maitea ramah. “Terima kasih banyak, Nyonya Maitea. Itulah yang jadi salah satu pertimbanganku,” balas Hernan. Perbincangan seputar proses jual-beli terus berlangsung, hingga mereka sepakat sepenuhnya. Beberapa saat kemudian, Dev dan Hernan keluar dari ruang kerja sedangkan Maitea menghubungi notaris. Dev dan Hernan berjalan berdampingan menyusuri koridor. Kedua pria itu terlihat
Dev mengerahkan seluruh anak buahnya untuk mencari Kirei ke seluruh penjuru kota. Dia menekankan kepada mereka agar tidak kembali ke markas, sebelum benar-benar yakin bahwa Kirei tidak ditemukan di manapun. Tiga hari pencarian besar-besaran dilakukan. Seakan tak ada rasa lelah, mereka memeriksa ke seluruh tempat. Namun, Kirei tak ada di mana-mana. Seperti sebelumnya, wanita itu sangat pandai menyembunyikan diri agar tak mudah ditemukan. “Kami sudah memeriksa setiap tempat dan …. Nona Kirei tidak ada di wilayah yang menjadi area pencarian kami,” lapor Mathias, yang bertugas memimpin kelompok 15. Rasa takut tersirat jelas dari parasnya, berhubung laporannya barusan pasti akan membuat Dev marah besar. “Kau yakin sudah mencari Kirei ke berbagai penjuru kota?” Dev menatap tajam Mathias yang berdiri dengan ekspresi cukup tegang.Mathias mengangguk tegas, berusaha menutupi ketakutan akan kemarahan sang tuan besar. “Aku membagi kelompok 15 jadi beberapa bagian, Tuan. Kami berpencar dan mel
“Nyonya!” Beto segera menghampiri Maitea. “Apa yang terjadi?” tanyanya sekali lagi, seraya menurunkan tubuh di sebelah ibunda Dev tersebut.“Ki-Kirei …. Di-dia … dia menyerangku …,” ucap Maitea terbata karena sambil menahan sakit di lengannya.“Ya, ampun. Tuan Dev pasti akan marah besar karena ini,” ujar Beto. “Apa Anda bisa bangun?”Maitea mengangguk. “Panggilkan Dokter Maldonado sekarang juga. Setelah itu, bawa rekan-rekanmu mencari Kirei,” titah Maitea.“Tuan Dev hanya menempatkan sepuluh orang di depan, dan sepuluh orang di belakang,” ucap Beto, seraya menghubungi Dokter Maldonado. Sesaat kemudian, panggilannya tersambung. Beto meminta sang dokter agar segera datang ke sana.“Dokter Maldonado akan segera kemari, Nyonya. Aku harus menghubungi Tuan Luis terlebih dulu.”Beto memanggil seorang pelayan, yang langsung membantu Maitea ke kamarnya. Setelah itu, dia bergegas menghubungi Luis sambil berjalan keluar rumah."Nyonya Maitea terluka. Nona Kirei menyerangnya, sebelum melarikan di
“Tidak, Nak! Apa yang kau lakukan?” Maitea berusaha meminta pisau yang Kirei pegang. “Berikan padaku,” bujuknya lembut, menyembunyikan rasa gugup dan khawatir yang tiba-tiba hadir. “Jika aku tidak bisa keluar dalam keadaan hidup, maka tak apa dalam kondisi tidak bernyawa. Hidupku sudah hancur. Semua angan indah tentang masa depan dan cita-cita, sirna seketika saat aku harus berurusan dengan Dev.”“Semua bisa dibicarakan baik-baik.”Kirei menggeleng kencang, membantah ucapan Maitea. “Dev memberikan kesempatan besar. Namun, dia telah memangkas habis kebebasanku. Lambat laun, napasku pun pasti harus sesuai dengan keinginannya.”“Tidak, Nak. Putraku pasti memiliki alasan kuat melakukan itu. Dia tidak pernah bertindak sembarangan tanpa perhitungan matang,” bantah Maitea.“Mama tidak tahu apa yang telah Dev lakukan. Dia kerap bersikap kasar dengan memberikan hukuman padaku,” tutur Kirei cukup tegas. “Aku pernah dihukum di ruang bawah tanah selama dua hari, dengan tiga ekor anjing buas yang
“Tidak ada hukuman lagi?”“Aku akan tetap memberikan hukuman, andai kau melanggar aturanku,” tegas Dev.“Kamu memberikan hukuman untuk kesalahan yang tidak jelas. Apakah itu adil?” Setelah lebih banyak memilih diam, Kirei akhirnya bersuara. “Aku sudah sering mengatakan ini padamu. Namun, kamu tetap egois dan hanya melihat dari satu sudut pandang, yaitu sudut pandangmu."Dev tidak menanggapi.“Apa yang bisa kulakukan, Dev? Apakah aku harus memasang papan di depan dada, yang bertuliskan ‘Dilarang menatapku’? Itu yang kamu mau?”“Aku hanya takut kehilanganmu.”“Pria yang menatapku, belum t
Kirei menoleh, menatap dengan sorot tak dapat diartikan. Namun, dia tak tahu harus berkata apa untuk menanggapi ucapan Dev. Akhirnya, dia lebih memilih diam, lalu memalingkan muka.Beberapa saat kemudian, mobil yang Dev dan Kirei tumpangi sudah tiba di halaman parkir belakang rumah perkebunan milik Maitea. Kedatangan mereka disambut senyum hangat ibunda Dev tersebut.Bahasa tubuh Maitea masih terlihat sama. Dia tidak menunjukkan kemarahan atau semacamnya, meskipun Kirei sudah melakukan kesalahan dengan melarikan dari sang putra. Entah kesalahan atau bukan yang Kirei lakukan. Namun, sepertinya Maitea berusaha memahami situasi yang dihadapi wanita muda itu.“Apa kabar, Nak? Selamat datang kembali di rumah ini,” sambut Maitea hangat dan penuh kasih. Dipeluk serta diciumnya kening Kirei, bagai seorang ibu te
Dev mengepalkan tangan mendengar ucapan Kirei. Tanpa banyak bicara, dia berlalu keluar kamar. Dev mengunci pintu, agar Kirei tidak bisa melarikan diri.Dengan langkah gagah penuh percaya diri, dia menuju kamar Luis.“Ada yang bisa kubantu, Tuan?” tanya Luis.Dev tidak segera menjawab. Dia menatap sang ajudan, dengan sorot tajam penuh makna. Namun, hanya lewat tatapan seperti itu, Luis sudah mengetahui apa yang akan Dev katakan.“Owen Wyatt,” ucap Dev dingin.Luis mengangguk. “Siap, Tuan.”“Ingat. Jangan meninggalkan jejak sedikit pun.”
Kirei terbelalak lebar, lalu mundur. Namun, Owen langsung pindah ke belakang sehingga dia tak bisa ke mana-mana. “Owen … kau ….” Suara Kirei begitu lirih. Bibirnya pun bergetar menahan kemarahan yang bisa dilampiaskan.“Luis akan memberikan bayaranmu,” ucap seseorang, yang tak lain adalah Dev. Pria tampan berkemeja putih itu tersenyum kalem, dengan sorot tak dapat diartikan yang terus tertuju kepada Kirei.“Terima kasih, Tuan Dev,” sahut Owen tanpa beban.“Ayo, pulang,” ajak Dev, seraya maju ke hadapan Kirei yang menatap ketakutan. “Kita akan kembali ke Meksiko.”Kirei menggeleng kencang, menolak keras ajakan Dev. Namun, dia tidak bisa melarikan diri, berhubung Owen menahannya dari bela
“New York?” Kirei menatap tajam Owen yang langsung mengangguk. “Kenapa? Kenapa kau ingin membawaku ke sana?” tanya Kirei penuh selidik.“Bukankah kau tidak ingin kembali pada Dev Aydin? Pria itu ada di kota ini. Jika kau juga masih di sini, bukan tak mungkin dia akan menemukanmu dalam waktu dekat,” jelas Owen.Namun, Kirei langsung menggeleng kencang. “Tidak!” tolaknya tegas, seraya berdiri dan menjauh dari Owen. “Aku tidak akan mengulangi kebodohan yang sama, dengan langsung percaya pada pria yang belum kukenal baik.”“Apa yang salah dariku? Aku tidak punya niat buruk padamu. Aku justru ….” Owen yang sudah beranjak dari duduk, berjalan ke hadapan Kirei. “Kau sangat menarik,” ucapnya, seraya menyentuh pipi wanita itu.“Jangan merayuku!” Kirei menepiskan kasar tangan Owen dari wajahnya. “Aku tidak mengenalmu dan tak tahu apa yang kau inginkan.”“Jika aku punya niat buruk, aku pasti sudah memberitahukan keberadaanmu sejak awal kepada Dev Aydin. Aku juga tidak akan mengakui telah ditugas
Kirei tersenyum lebar, diiringi gelengan tak percaya. “Kupikir, kau tidak selucu ini, Tuan Wyatt.”“Aku serius.”Perlahan, senyuman Kirei memudar. Raut wajahnya berubah aneh.“Kenapa?”“Seharusnya, aku yang bertanya kenapa.”Owen tidak menjawab. Dia berbalik, menghadapkan tubuh sepenuhnya kepada Kirei. Pria tampan berambut cokelat gelap itu makin mendekat. “Anggap saja sebagai salam pertemuan dan perpisahan.”“Maksudmu?” Kirei menatap tak mengerti.“Aku tak tahu apakah kita akan bertemu lagi atau tidak. Kau wanita yang sangat menarik, Helena.&rdqu