“Aku akan melindungimu.” Derick mengusap pelan punggung tangan Lila. “Aku bukan Derry,” lanjut Derrick. “Aku harus berterima kasih banyak padamu,” balas Lila merasa tidak enak. Berurusan dengan Lucas pasti taruhannya nyawa. Hal itu tidak bisa dibayar dengan apapun. Lila berjanji akan berusaha untuk membantu Derrick. “Aku lebih berterima kasih padamu. karenamu, aku masih bertahan sejauh ini.” Derick tersenyum. “Jika aku tidak ingin melihatmu. Aku pasti sudah menyerah.” “Jadi kau memang benar-benar menyukaiku…” lirih Lila. Derrick tertawa. “Hm. Benar.” “Bagaimana bisa? bukankah dulu kita masih anak-anak? Aku pasti masih jelek belum secantik sekarang. Apa yang kau sukai dariku?” tanya Lila. Ia sendiri juga bingung dengan Derrick yang menyukainya sejak dulu.Yang dilihat pria itu apa? dimanapun berada, ia selalu dibuang. Dihina dan diinjak sesuka hati. Bahkan keluarga dan teman satu sekolahnya. Lila tidak pernah punya teman yang benar-benar tulus. Derricklah satu-satunya tema
Lucas mengusap pelan pipi wanita itu. Senyum yang menggoda.. Wanita itu memang ahli memikat para lelaki. Ia mendekat dan baru saja berjinjit ingin mencium Lucas… Justru Lucas mundur. Lucas berkacak pinggang. “Sial..” lirihnya. “Kenapa?” tanya wanita itu. “aku bahkan belum mulai.” “pergilah.” Lucas memijit keningnya yang terasa pusing. “TA—” “Pergilah sebelum aku membunuhmu!” potong Lucas. Akhirnya wanita itu pergi. Dengan perasaan yang dongkol karena ditolak oleh Lucas begitu saja. Lucas mengambil duduk di salah satu sofa yang kosong. Kenapa ia tidak bisa menyentuh wanita tadi? Hanya sekedar ciuman pun tidak bisa. Karena bayangan Lila yang selalu berputar di otaknya. Wanita itu memang sengaja membuatnya seperti ini! lucas mengepalkan kedua tangannya. rasanya ingin membunuh semua orang yang ada di sini karena begitu kesal. “Aku akan mencarimu ke manapun kau pergi!” ~~ “Kita sudah memperketat semua penjagaan Sir,” ucap anak buah Derick. Derick mengangguk
“Kau masih belum menemukan apapun?” tanya Lucas sembari mengangkat gelasnya. Ia mengguncangnya pelan. Cairan yang berwarna cokelat itu bergerak hingga sedikit tumpah. Lucas mencengkram gelas itu sangat kencang. Kuku jemarinya memutih. “Aku sudah memberimu waktu seminggu untuk mencarinya, tapi kau—” lucas mengangkat kepalanya dan menatap tajam Dante. “Kau tidak menemukan apapun..” Lucas tersenyum miring. “Kau ingin berhenti bekerja?” Dante menggeleng dengan keras. “Tidak, Sir. Saya sudah berusaha untuk melacak di mana keberadaan nona. Tapi sistem saya tidak bisa menembusnya. Sepertinya Derick menggunakan Teknologi terbaru.” “Saya punya rencana untuk menggunakan cara manual. Dengan memata-matai anak usahanya…” Dante menunjukkan tabletnya pada Lucas. “Di sini letak usaha Derick. Tapi hal itu sangat berisiko.” Dante mengambil lagi tabletnya. “Itu bukan daerah anda…” Lucas menyandarkan tubuhnya di kursi. “Aku sekarang tidak peduli wilayah siapa. yang aku inginkan hanyalah me
Setelah Derrick menarik Lila. Mereka berada di kamar Lila untuk berbicara. “Aku tidak bisa mengirimmu pergi sendirian.” Derrick memandang lekat Lila. “Kau harus tetap di sampingku agar aku bisa memastikan keselamatanmu.” Lila tersenyum. hatinya menghangat mendapat perhatian dari Derrick. Namun keberadaannya di samping pria itu justru akan menjadi malapetaka. “Aku punya firasat buruk jika aku tetap di sini.” Tangan Lila terangkat—ia menyentuh lengan Derrick. “Tidak masalah di manapun aku berada. Yang penting aku bisa tetap aman jika Lucas tidak menemukanku. Jika situasi nanti memungkinkan, kau bisa mengunjungiku dan Leonard.” Derrick menatap tangan Lila yang berada di lengannya. Tangan mungil wanita itu yang masih menyentuh lengan kemejanya. “Mana bisa aku membiarkanmu pergi setelah sekian lama aku berusaha mendapatkanmu…” Derick memejamkan mata sebentar. “Tetap di sini. aku akan menjaga kalian. aku tidak akan membiarkan Lucas mendapatkanmu kembali.” Lila menggeleng
“Sir, keberadaan rumah Derrick sudah diketahui. Apakah kita langsung menyerang saja?” tanya Sam pada Lucas. Lucas yang awalnya sibuk melihat dokumen kini mendongak. “Apa kau yakin Lila ada di sana?” tanya Lucas. “Anak buah yang saya kirim ke tempat milik Derrick mengatakan, tidak menemukan Lila di sana. Kemungkinan besar nona Lila di rumah Derrick.” “Anak buah juga sudah melacak keberangkatan di bandara. Tidak menemukan jejak kepergian nona Lila di sana.” Sam mengatakannya dengan begitu yakin. Penyeledikian itu memakan waktu yang begitu lama. Lucas mengerahkan anak buahnya yang paling kompeten untuk mencari keberadaan Lila. “Kau ada rencana untuk ke sana?” tanya lucas. “Saya sudah merencanakannya, Sir.” Sam mengangguk. “Pertama, tempatkan anak buah kita di berbagai usaha Derrick.” “Lalu kita akan menyerang rumah bajingan itu.” “Kau yakin kita tidak kalah jumlah dengan mereka?” tanya Lucas. menyerang bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan senjata dan perso
Kamboja adalah negara yang akan didatangi Lila untuk bersembunyi. Di sanalah nanti, Derrick juga bisa memperluas usahanya. Lila berkemas… Hanya membawa barang-barang penting saja. Terutama keperluan Leonard. “Mamamama…” Lila meraba kasurnya sebelum duduk di samping Leonard. “Terima kasih sudah bertahan bersama mama..” Lila mengusap pelan kaki anaknya. Ia tersenyum. “Kita akan pergi. nanti…” Lila membayangkan di tempat baru. “Di sana, kita akan mulai hidup baru. Mama yakin kita bisa hidup bersama dengan damai di sana.” Lila sudah melihat tempat yang akan ia tempati. Tempatnya bagus dan tidak ada hal yang aneh. Untuk itu ia ingin segera ke sana saja. Lila mengangkat Leonard dan menggendong anaknya dengan nyaman. Tok tok “Aku sudah selesai!” teriak Lila. Akhirnya mereka berada di dalam mobil. Derrick berada di sampng Lila. Pria itu tidak berhenti menatap Lila dari samping. ‘aku puas-puaskan melihatnya. Setelah ini aku tidak bisa melihatnya lagi..’ Derrick meli
“Sekarang, Sir.” Sam memberi aba-aba pada Lucas. Lucas sudah memasuki mobil untuk menuju kediaman Derrick yang terletak di derah timur. Membutuhkan waktu hampir 2 jam untuk ke sana. Mereka hampir sampai. Rombongan Lucas begitu banyak. Ada belasan mobil hitam yang terisi dengan anak buah. Mereka siap menggunakan senjata masing-masing. Tidak tanggung-tanggung ketika berada di sana. Mereka langsung adu senjata. DOOR! DOOR! Suara pistol tidak terelakkan lagi. Semua anak buah Derrick yang berjaga di depan langsung tumbang. Lucas duduk manis di dalam mobil sedangkan anak buahnya yang menyelesaikan. Setelah menghabisi anak buah Derrick—mobil kembali berjalan sampai di rumah yang tidak begitu besar. Lucas berdecih—rumah itu hanya cukup untuk menampung hewan peliharaan Lucas seperti serigala. Lucas keluar dari mobil. Ia melihat satu dari mereka yang familiar di ingatannya. Si rambut merah. Pria itu menodongkan senjata ke arahnya. “Kau si red velvet ya kan?” Lucas ter
Derrick mengarahkan pistolnya pada Lucas. “Kau kalah.” Lucas tersenyum miring. “Anak buahmu akan mati di sini…” Derrick membawa Lila ke belakangnya. “Kau melanggar peraturan.” Derrick berdecih. “Tidak seharusnya kau berada di sini.” Derrick menatap tajam Lucas. “Kau yang akan mati. Kau yang kalah.” Lucas mengedikkan bahu. “Sayangnya mulai sekarang setengah dari bagian timur adalah wilayahku. Kau tidak tahu? Aku baru saja membeli bandara ini.” “Membeli beberapa tanah dan bangunan di sini…” lanjut Lucas dengan senyum smirk. Derrick menatap anak buahnya yang kalah jumlah. Ada begitu banyak anak buah Lucas. Jumlahnya dua kali lipat dari jumlah anak buahnya yang ada di sini. Anak buah Lucas menyergap anak buahnya hingga tidak bisa bergerak.Banyak anak buahnya di rumah untuk melindungi rumah serta markas utamanya. Ia tidak mengira kalau Lucas secepat itu membeli bandara. Sebelum membeli tiket—ia sudah memastikan jika bandara ini sangat aman dari Lucas. Pria ini memang benar-ben
21++ Diego mengusap puncak kepala Stormi. “Aku harus pulang.” Stormi mendongak. “Ibuku menghawatirkanku.” “Bagaimana lukanya?” “Tidak masalah. Aku akan menjelaskannya pelan-pelan.” Stormi tersenyum. “Haruskah aku ikut? Aku yang menyebabkanmu tertembak.” Stormi terkekeh pelan. “Tidak perlu.” Akan jadi bencana kalau Diego ikut bersamanya. “Bagaimana dengan hubungan kita?” tanya Stormi. “apakah akan berakhir saat aku pergi?” “Menurutmu bagaimana?” tanya Diego kembali. “Apa kau pikir aku bisa melepaskanmu dengan mudah?” Diego mengusap pipi Stormi pelan. “Kau sudah membuatku gila. tapi tiba-tiba ingin pergi. kau pikir aku bisa membiarkan hal itu terjadi?” Jemarinya menyentuh bibir Stormi. “Sudah aku bilang. Jangan menggigit bibirmu, biarkan aku yang menggigitnya.” Stormi berjinjit—memulai langkah lebih dulu. Mencium bibir Diego dengan tangan yang mengalun di leher pria itu. Diego menyambutnya dengan senang hati. Ia mengusap tengkuk Stormi dan memperdalam ciuman m
“Mau membohongi ibu? Kenapa tidak kunjung pulang? kau pikir ibu tidak kawatir? Ibu tahu kau sudah keluar dari kantor tapi kenapa belum juga sampai? Ke mana kamu? tidak memberi ibu kabar sama sekali?” Stormi menjauhkan ponselnya dari telinganya. “Dari mana ibu tahu aku sudah keluar dari kantor?” tanya Stormi. “Coba pikir sendiri. kenapa ibu sampai tahu.” Stormi mengernyit kebingungan. “Dari mana…” Stormi menutup mulutnya. “kamu mendadak tidak bisa dihubungi. Ibu menyuruh adik kamu mencari tahu apa yang terjadi dengan kamu. kata adik kamu, kamu pergi jalan-jalan. tapi kenapa tidak kunjung kembali dan menghubungi ibu.” Stormi mendesah pelan. Benar, adiknya kan memang bisa mencaritahunya lewat sosial media. Salahnya juga kenapa update. Stormi mengetuk kepalanya. ia hanya ingin menunjukkan pada dunia bahwa ia baik-baik saja setelah keluar dari kantor dan batal menikah. “Ibu, dengarkan aku..” Stormi berbicara pelan-pelan. “Saat ini aku sedang berlibur. Aku baik-baik sa
“Dia sibuk ke sana ke mari dengan lukisannya.” Leonard menatap langit-langit kamar ini. “Dia sama sekali tidak mau mengurus perusahaan. jadi semuanya dilimpahkan padaku.” Leonard menoleh. Ruby tertawa mendengarnya. “Kamu kakak yang baik ternyata. Kamu membiarkan Luna melakukan apa yang dia inginkan.” “Jika dikekang dia bisa memberontak.” Leonard memeluk Ruby semakit erat. “Kekuatannya juga menyebalkan. Dia pembawa keberuntungan seperti mama. Dia juga bisa melihat masa depan dan masa lalu dari sebuah tempat.” “Jika kita pergi bersama. Kekuatan mereka seakan sedang bersatu. Restoran yang kita datangi akan penuh dengan orang-orang. Kekuatan mereka itu seperti magnet keberuntungan bagi sebuah tempat yang didatangi.” Ruby mendongak. “sepertinya seru.” “Seru juga…” Leonard mengangguk. “Hanya saja sedikit melelahkan. Keluargaku beragam jenis. Untungnya Papa tidak memiliki kekuatan seperti itu.” “Tapi dia bisa membunuh orang dengan mudah,” lanjut leonard. Pertama kalinya Leo
“Ini rumah lama keluargaku.” Ruby dan leonard sampai di sebuah rumah. Rumah tua yang masih terawat. “Sudah lama. Tapi masih terawat.” Leonard mengamati rumah di hadapannya ini. “Ada orang yang membersihkannya setiap seminggu sekali. walaupun penghasilanku tidak banyak, tapi aku menyisihkan uangku untuk tetap merawat rumah ini.” Ruby menarik Leonard masuk ke dalam rumahnya. Semuanya masih begitu bersih. Meskipun memang terlihat tua. Ruby menunjuk beberapa foto di dinding. “Itu fotoku.” Ruby menunjuk foto masa kecilnya. Leonard menatap potret bocah kecil yang sedang tersenyum. gigi bocah perempuan itu ada yang hilang. “Matamu cokelat…” lirih Leonard. Ruby memeluk Lengan Leonard. menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. “Sekarang bisa melihatku?” tanya Ruby. Leonard memejamkan mata. “Kamu begitu aktif saat masih kecil…” Leonard membuka mata. “kamu juga pernah tercebur di danau.” Ruby tertawa. “Itu sudah sangat lama. Aku sering bermain di sana dengan kakakku.
21++ “Katakan padaku sayang.” Ruby mendongak. “Aku bisa menjaga rahasia.” Leonard terdiam sebentar. “Kamu ingin tahu karena menghawatirkan Stormi?” Ruby mengangguk jujur. Ia takut kalau Diego tidak sebaik yang ia kira. Ia takut suatu saat Diego bisa menyakiti Stormi. Apalagi Stormi baru saja gagal menikah. diselingkuhi mantan kekasihnya. “Yang aku lihat hanya sekilas karena aku menahan diriku. Tapi kejadian itu tetap terlihat.” Leonard mengusap punggung Ruby. “Aku melihatnya banyak menembak orang…” lirih Leonard. Ruby mengerjap. “Sungguh?” Leonard mengangguk. “Seperti Papa dulu..” lanjutnya. “Dia banyak terlibat keributan. Hidupnya memang dipenuhi dengan bahaya.” Ruby melepaskan pelukannya. “Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku memberitahu Stormi?” “Jangan.” Leonard menggeleng. “Di antara banyaknya kejadian yang terlintas di kepalaku. Aku tidak melihatnya menyakiti wanita.” “Dan juga…” Leonard menyipitkan mata. Ruby menunggu ucapan suaminya. “Dan juga?”
Waktunya pulang…. Ruby dan Leonard sudah berada di pesawat. Dengan menggunakan pesawat pribadi seperti ini, mereka hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai ke kota. Ruby turun perlahan dibantu Leonard yang selalu menggenggam tangannya. “Perutku..” Ruby mengernyit. Lagi-lagi mual. “Aku sangat bosan…” Ruby mengernyit. “Aku selalu seperti ini setelah melakukan perjalanan.” Leonard menunduk. “Kita ke rumah sakit dulu.” Ruby menggeleng. “aku baik-baik saja. hanya sedikit mual. Tidak sampai ingin muntah.” Leonard mengusap punggung Ruby pelan. “Jangan menahannya.” Ruby mengangguk. mereka masuk ke dalam mobil. Perjalanan akan berlanjut sekitar 15 menit untuk sampai ke rumah kakek neneknya. Tapi tujuan mereka bukan rumah dahulu. Tapi… Mereka akhirnya sampai di sebuah pemakaman. Ruby membawa bunga yang ia beli saat perjalanan ke sini. Ia menggandeng tangan Leonard—sampai berada di depan makam kakek neneknya. Makam yang sangat sejuk. Tidak seperti kebanyaka
Berkeliling mansion… Berkeliling peternakan hewan yang ada di Mansion lebih tepatnya. Di belakang Mansion ada bangunan yang khusus digunakan sebagai ternak hewan. Mereka berempat sedang berjalan ke sana. bangunan yang mirip dengan kebun binatang. “Kenapa kau membangun kebun binatang di belakang rumahmu?” tanya Leonard yang begitu heran. Ia memeluk pinggang Ruby dari samping. Diego dan Stormi berjalan lebih dulu memimpin perjalanan mereka dari berkeliling ini. “Ini bukan kebun binatang,” balas Diego. “Ini Peternakan.” Mereka sampai peternakan buaya. Bentuknya seperti rawa. Namun mereka berdiri di ruangan yang dilapisi dengan dinding dan kaca. Sehingga mereka bisa memantau para buaya yang berada di depan mereka. “Buaya?” tanya Leonard. “Waah..” Stormi mendekat. “Ini menakjubkan.” Di depan sana—ada beberapa petugas yang sudah ahli memberi makan buaya dengan daging ayam. Ruby mengerjap—ia tidak pernah melihat buaya secara langsung. Tapi ini—sungguh membuatnya m
“Aku akan mengajakmu berkeliling. Tapi makan dulu.” Diego memundurkan kursi untuk Stormi. Stormi mengangguk. ia duduk di samping Diego. “Kenapa barang-barang di bawa orang? Mau pindah?” tanya Stormi. “Pembangunan Mansionku yang baru sudah selesai. aku akan segera pindah ke sana. dan ada barang-barang yang tidak bisa aku tinggalkan. Jadi aku membawanya.” “Lalu bagaimana dengan Mansion ini?” tanya Stormi. “Mansion ini akan dijadikan sebagai Markas sekaligus kantorku.” Stormi mengerti. “Ooh…” “Makanlah. Jangan banyak berpikir.” Diego mengambil satu roti. “Mau pakai apa?” “Cokelat saja.” Diego mengoleskan selai cokelat di roti yang sudah dipanggang. Dengan pelan-pelan dan teliti. “Kau seperti pangeran,” ucap Stormi memperhatikan tingkah perilaku Diego. “Tidak ada pangeran yang memiliki banyak tato sepertiku.” Diego menaruh roti itu di atas piring Stormi. Tidak tanggung-tanggun. Ia melakukannya pada lima lembar roti. “Hanya perilakumu..” Stormi menyipitkan mata. “Wajahmu juga
Diego menghela nafas. ia memejamkan mata sebentar. Sekali lagi ia harus menyadarkan diri. Stormi memiliki pemikiran yang berbeda dari kebanyakan wanita yang ia temui. “Bilang saja menyelamatkanku.” Stormi menoleh. “Mana bisa…” “Kenapa tidak bisa?” “Aku memberitahu ibuku kalau aku dan kekasihku batal menikah. lalu bagaimana jika aku bilang kalau aku terluka karena menyelamatkan seorang pria lain….” Stromi berhenti bicara. Ia menoleh pada Diego yang sedari tadi menyimak ucapannya. Bukankah ini terlalu awal untuk menceritakan bagaimana kisahnya pada pria ini. Tapi mulutnya memang tidak bisa dikondisikan. “Aku pasti sudah gila..” lirihnya. “Pria mana yang meninggalkanmu?” tanya Diego. “Pria mana yang menyia-nyiakan wanita secantik dirimu?” Tangan Diego terangkat mengusap pipi Stormi. “Dia memang brengsek. Aku menjalin hubungan dengannya 2 tahun. Tapi dia berselingkuh dengan teman kantorku. Kita sudah bertunangan dan berencana akan menikah di waktu dekat. Tapi dia