21++ “Katakan padaku sayang.” Ruby mendongak. “Aku bisa menjaga rahasia.” Leonard terdiam sebentar. “Kamu ingin tahu karena menghawatirkan Stormi?” Ruby mengangguk jujur. Ia takut kalau Diego tidak sebaik yang ia kira. Ia takut suatu saat Diego bisa menyakiti Stormi. Apalagi Stormi baru saja gagal menikah. diselingkuhi mantan kekasihnya. “Yang aku lihat hanya sekilas karena aku menahan diriku. Tapi kejadian itu tetap terlihat.” Leonard mengusap punggung Ruby. “Aku melihatnya banyak menembak orang…” lirih Leonard. Ruby mengerjap. “Sungguh?” Leonard mengangguk. “Seperti Papa dulu..” lanjutnya. “Dia banyak terlibat keributan. Hidupnya memang dipenuhi dengan bahaya.” Ruby melepaskan pelukannya. “Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku memberitahu Stormi?” “Jangan.” Leonard menggeleng. “Di antara banyaknya kejadian yang terlintas di kepalaku. Aku tidak melihatnya menyakiti wanita.” “Dan juga…” Leonard menyipitkan mata. Ruby menunggu ucapan suaminya. “Dan juga?”
“Ini rumah lama keluargaku.” Ruby dan leonard sampai di sebuah rumah. Rumah tua yang masih terawat. “Sudah lama. Tapi masih terawat.” Leonard mengamati rumah di hadapannya ini. “Ada orang yang membersihkannya setiap seminggu sekali. walaupun penghasilanku tidak banyak, tapi aku menyisihkan uangku untuk tetap merawat rumah ini.” Ruby menarik Leonard masuk ke dalam rumahnya. Semuanya masih begitu bersih. Meskipun memang terlihat tua. Ruby menunjuk beberapa foto di dinding. “Itu fotoku.” Ruby menunjuk foto masa kecilnya. Leonard menatap potret bocah kecil yang sedang tersenyum. gigi bocah perempuan itu ada yang hilang. “Matamu cokelat…” lirih Leonard. Ruby memeluk Lengan Leonard. menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. “Sekarang bisa melihatku?” tanya Ruby. Leonard memejamkan mata. “Kamu begitu aktif saat masih kecil…” Leonard membuka mata. “kamu juga pernah tercebur di danau.” Ruby tertawa. “Itu sudah sangat lama. Aku sering bermain di sana dengan kakakku.
“Dia sibuk ke sana ke mari dengan lukisannya.” Leonard menatap langit-langit kamar ini. “Dia sama sekali tidak mau mengurus perusahaan. jadi semuanya dilimpahkan padaku.” Leonard menoleh. Ruby tertawa mendengarnya. “Kamu kakak yang baik ternyata. Kamu membiarkan Luna melakukan apa yang dia inginkan.” “Jika dikekang dia bisa memberontak.” Leonard memeluk Ruby semakit erat. “Kekuatannya juga menyebalkan. Dia pembawa keberuntungan seperti mama. Dia juga bisa melihat masa depan dan masa lalu dari sebuah tempat.” “Jika kita pergi bersama. Kekuatan mereka seakan sedang bersatu. Restoran yang kita datangi akan penuh dengan orang-orang. Kekuatan mereka itu seperti magnet keberuntungan bagi sebuah tempat yang didatangi.” Ruby mendongak. “sepertinya seru.” “Seru juga…” Leonard mengangguk. “Hanya saja sedikit melelahkan. Keluargaku beragam jenis. Untungnya Papa tidak memiliki kekuatan seperti itu.” “Tapi dia bisa membunuh orang dengan mudah,” lanjut leonard. Pertama kalinya Leo
“Mau membohongi ibu? Kenapa tidak kunjung pulang? kau pikir ibu tidak kawatir? Ibu tahu kau sudah keluar dari kantor tapi kenapa belum juga sampai? Ke mana kamu? tidak memberi ibu kabar sama sekali?” Stormi menjauhkan ponselnya dari telinganya. “Dari mana ibu tahu aku sudah keluar dari kantor?” tanya Stormi. “Coba pikir sendiri. kenapa ibu sampai tahu.” Stormi mengernyit kebingungan. “Dari mana…” Stormi menutup mulutnya. “kamu mendadak tidak bisa dihubungi. Ibu menyuruh adik kamu mencari tahu apa yang terjadi dengan kamu. kata adik kamu, kamu pergi jalan-jalan. tapi kenapa tidak kunjung kembali dan menghubungi ibu.” Stormi mendesah pelan. Benar, adiknya kan memang bisa mencaritahunya lewat sosial media. Salahnya juga kenapa update. Stormi mengetuk kepalanya. ia hanya ingin menunjukkan pada dunia bahwa ia baik-baik saja setelah keluar dari kantor dan batal menikah. “Ibu, dengarkan aku..” Stormi berbicara pelan-pelan. “Saat ini aku sedang berlibur. Aku baik-baik sa
21++ Diego mengusap puncak kepala Stormi. “Aku harus pulang.” Stormi mendongak. “Ibuku menghawatirkanku.” “Bagaimana lukanya?” “Tidak masalah. Aku akan menjelaskannya pelan-pelan.” Stormi tersenyum. “Haruskah aku ikut? Aku yang menyebabkanmu tertembak.” Stormi terkekeh pelan. “Tidak perlu.” Akan jadi bencana kalau Diego ikut bersamanya. “Bagaimana dengan hubungan kita?” tanya Stormi. “apakah akan berakhir saat aku pergi?” “Menurutmu bagaimana?” tanya Diego kembali. “Apa kau pikir aku bisa melepaskanmu dengan mudah?” Diego mengusap pipi Stormi pelan. “Kau sudah membuatku gila. tapi tiba-tiba ingin pergi. kau pikir aku bisa membiarkan hal itu terjadi?” Jemarinya menyentuh bibir Stormi. “Sudah aku bilang. Jangan menggigit bibirmu, biarkan aku yang menggigitnya.” Stormi berjinjit—memulai langkah lebih dulu. Mencium bibir Diego dengan tangan yang mengalun di leher pria itu. Diego menyambutnya dengan senang hati. Ia mengusap tengkuk Stormi dan memperdalam ciuman m
Di sebuah tempat yang penuh dengan orang-orang yang menghamburkan uang. Suasana yang ramai.. Permainan kartu yang melibatkan uang itu terjadi begitu saja. Ada beberapa wanita yang menemani tuannya bermain permainan yang disebut dengan judi. Namun, di sisi lain… Ada seorang gadis buta yang duduk di ujung bar… Perempuan yang bernampilan tertutup dengan rambut panjang berwarna keemasan. Mempunyai mata sebening air laut yang begitu terang. Namanya… “Lila…” “Kenapa kau memanggilku?” tanya perempuan itu. Pegawai itu terkekeh pelan. “Kau tidak bosan duduk di sini?” tanyanya. Lila menggeleng. “Ini kan sudah menjadi pekerjaanku.” Pegawai itu bertopang dagu menatap Lila yang tidak memandangnya. Cantik, meski tidak bisa melihat. Memiliki mata indah meski mata itu tidak berfungsi. “Aku iri denganmu.” Pegawai itu berdecak pelan. “Aku juga ingin memiliki keberuntungan sepertimu.”Lila memejamkan mata. Seperti mendapatkan sebuah petunjuk. “Beritahu Paman, tempat ini berantakan. Seper
Berusaha melupakan kejadian buruk yang menimpanya beberapa minggu yang lalu. Lila bahkan tidak datang ke tempat usaha pamannya. Ia ingin menghindar sampai kejadian itu samar di pikirannya. Jemarinya menyentuh jendela… Hangat terpaan angit membuatnya memejamkan mata. Sebentar lagi ia menikah dengan pria yang dijodohkan oleh orang tuanya. Lila Luciana… Hanyalah anak perempuan yang dibuang oleh ayahnya sendiri karena dianggap sebagai pembawa sial. Ayahnya menyalahkannya atas kematian ibunya yang meninggal karena melahirkannya. Terlahir saat kejadian alam bernama supernova yang terjadi 100 tahun sekali. Yang katanya akan memiliki banyak keberuntungan, tapi—sayangnya ayahnya sendiri tidak mempercayai hal itu. Dan malah membuangnya layaknya anak pembawa sial. Jika semuanya lancar… Lila akan menikah dengan pria dari anak walikota. Katanya, pernikahannya untuk memperlancar rencana ayahnya yang ingin mencalonkan sebagai pemimpin wilayah provinsi. Lila hanya sekali bertemu dengan p
Sore itu—Lila menguatkan tekadnya. Setelah berpikir ratusan kali. Ia akan mengatakan keadaan yang sebenarnya pada ayahnya. Malam ini ayahnya akan pulang setelah berkampanye di sebuah daerah. Ia akan memberitahukan hubungan adik tirinya dengan calon suaminya. Ia juga akan bilang bahwa ia sedang hamil.Lila berjalan pelan memasuki rumahnya. “Habis dari mana kamu?” itu suara ibu tirinya. Wanita itu berada di hadapan Lila. Menghadang Lila yang hendak masuk. “Aku tidak ke mana-mana. Aku hanya duduk di taman,” balas Lila dengan keadaan yang sebenarnya. Ia tidak pergi ke manapun. Pertanyaan yang konyol sekali dari ibu tirinya itu. “Tidak pergi ke tempat tukang kebun itu?” tanya ibu tirinya. “Kenapa kamu tidak pergi ke sana lagi dan menjadi jalang di sana?” tanyanya. Lila menggeleng. “Tidak.” Dari mana ibu tirinya tahu ia sering pergi ke tempat pamannya. Ia kira pergi dengan hati-hati saat orang lain sudah tidur.. “Aku tetap diam karena adikmu sering mengambil uang yang kau hasilkan
21++ Diego mengusap puncak kepala Stormi. “Aku harus pulang.” Stormi mendongak. “Ibuku menghawatirkanku.” “Bagaimana lukanya?” “Tidak masalah. Aku akan menjelaskannya pelan-pelan.” Stormi tersenyum. “Haruskah aku ikut? Aku yang menyebabkanmu tertembak.” Stormi terkekeh pelan. “Tidak perlu.” Akan jadi bencana kalau Diego ikut bersamanya. “Bagaimana dengan hubungan kita?” tanya Stormi. “apakah akan berakhir saat aku pergi?” “Menurutmu bagaimana?” tanya Diego kembali. “Apa kau pikir aku bisa melepaskanmu dengan mudah?” Diego mengusap pipi Stormi pelan. “Kau sudah membuatku gila. tapi tiba-tiba ingin pergi. kau pikir aku bisa membiarkan hal itu terjadi?” Jemarinya menyentuh bibir Stormi. “Sudah aku bilang. Jangan menggigit bibirmu, biarkan aku yang menggigitnya.” Stormi berjinjit—memulai langkah lebih dulu. Mencium bibir Diego dengan tangan yang mengalun di leher pria itu. Diego menyambutnya dengan senang hati. Ia mengusap tengkuk Stormi dan memperdalam ciuman m
“Mau membohongi ibu? Kenapa tidak kunjung pulang? kau pikir ibu tidak kawatir? Ibu tahu kau sudah keluar dari kantor tapi kenapa belum juga sampai? Ke mana kamu? tidak memberi ibu kabar sama sekali?” Stormi menjauhkan ponselnya dari telinganya. “Dari mana ibu tahu aku sudah keluar dari kantor?” tanya Stormi. “Coba pikir sendiri. kenapa ibu sampai tahu.” Stormi mengernyit kebingungan. “Dari mana…” Stormi menutup mulutnya. “kamu mendadak tidak bisa dihubungi. Ibu menyuruh adik kamu mencari tahu apa yang terjadi dengan kamu. kata adik kamu, kamu pergi jalan-jalan. tapi kenapa tidak kunjung kembali dan menghubungi ibu.” Stormi mendesah pelan. Benar, adiknya kan memang bisa mencaritahunya lewat sosial media. Salahnya juga kenapa update. Stormi mengetuk kepalanya. ia hanya ingin menunjukkan pada dunia bahwa ia baik-baik saja setelah keluar dari kantor dan batal menikah. “Ibu, dengarkan aku..” Stormi berbicara pelan-pelan. “Saat ini aku sedang berlibur. Aku baik-baik sa
“Dia sibuk ke sana ke mari dengan lukisannya.” Leonard menatap langit-langit kamar ini. “Dia sama sekali tidak mau mengurus perusahaan. jadi semuanya dilimpahkan padaku.” Leonard menoleh. Ruby tertawa mendengarnya. “Kamu kakak yang baik ternyata. Kamu membiarkan Luna melakukan apa yang dia inginkan.” “Jika dikekang dia bisa memberontak.” Leonard memeluk Ruby semakit erat. “Kekuatannya juga menyebalkan. Dia pembawa keberuntungan seperti mama. Dia juga bisa melihat masa depan dan masa lalu dari sebuah tempat.” “Jika kita pergi bersama. Kekuatan mereka seakan sedang bersatu. Restoran yang kita datangi akan penuh dengan orang-orang. Kekuatan mereka itu seperti magnet keberuntungan bagi sebuah tempat yang didatangi.” Ruby mendongak. “sepertinya seru.” “Seru juga…” Leonard mengangguk. “Hanya saja sedikit melelahkan. Keluargaku beragam jenis. Untungnya Papa tidak memiliki kekuatan seperti itu.” “Tapi dia bisa membunuh orang dengan mudah,” lanjut leonard. Pertama kalinya Leo
“Ini rumah lama keluargaku.” Ruby dan leonard sampai di sebuah rumah. Rumah tua yang masih terawat. “Sudah lama. Tapi masih terawat.” Leonard mengamati rumah di hadapannya ini. “Ada orang yang membersihkannya setiap seminggu sekali. walaupun penghasilanku tidak banyak, tapi aku menyisihkan uangku untuk tetap merawat rumah ini.” Ruby menarik Leonard masuk ke dalam rumahnya. Semuanya masih begitu bersih. Meskipun memang terlihat tua. Ruby menunjuk beberapa foto di dinding. “Itu fotoku.” Ruby menunjuk foto masa kecilnya. Leonard menatap potret bocah kecil yang sedang tersenyum. gigi bocah perempuan itu ada yang hilang. “Matamu cokelat…” lirih Leonard. Ruby memeluk Lengan Leonard. menyandarkan kepalanya di bahu pria itu. “Sekarang bisa melihatku?” tanya Ruby. Leonard memejamkan mata. “Kamu begitu aktif saat masih kecil…” Leonard membuka mata. “kamu juga pernah tercebur di danau.” Ruby tertawa. “Itu sudah sangat lama. Aku sering bermain di sana dengan kakakku.
21++ “Katakan padaku sayang.” Ruby mendongak. “Aku bisa menjaga rahasia.” Leonard terdiam sebentar. “Kamu ingin tahu karena menghawatirkan Stormi?” Ruby mengangguk jujur. Ia takut kalau Diego tidak sebaik yang ia kira. Ia takut suatu saat Diego bisa menyakiti Stormi. Apalagi Stormi baru saja gagal menikah. diselingkuhi mantan kekasihnya. “Yang aku lihat hanya sekilas karena aku menahan diriku. Tapi kejadian itu tetap terlihat.” Leonard mengusap punggung Ruby. “Aku melihatnya banyak menembak orang…” lirih Leonard. Ruby mengerjap. “Sungguh?” Leonard mengangguk. “Seperti Papa dulu..” lanjutnya. “Dia banyak terlibat keributan. Hidupnya memang dipenuhi dengan bahaya.” Ruby melepaskan pelukannya. “Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku memberitahu Stormi?” “Jangan.” Leonard menggeleng. “Di antara banyaknya kejadian yang terlintas di kepalaku. Aku tidak melihatnya menyakiti wanita.” “Dan juga…” Leonard menyipitkan mata. Ruby menunggu ucapan suaminya. “Dan juga?”
Waktunya pulang…. Ruby dan Leonard sudah berada di pesawat. Dengan menggunakan pesawat pribadi seperti ini, mereka hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai ke kota. Ruby turun perlahan dibantu Leonard yang selalu menggenggam tangannya. “Perutku..” Ruby mengernyit. Lagi-lagi mual. “Aku sangat bosan…” Ruby mengernyit. “Aku selalu seperti ini setelah melakukan perjalanan.” Leonard menunduk. “Kita ke rumah sakit dulu.” Ruby menggeleng. “aku baik-baik saja. hanya sedikit mual. Tidak sampai ingin muntah.” Leonard mengusap punggung Ruby pelan. “Jangan menahannya.” Ruby mengangguk. mereka masuk ke dalam mobil. Perjalanan akan berlanjut sekitar 15 menit untuk sampai ke rumah kakek neneknya. Tapi tujuan mereka bukan rumah dahulu. Tapi… Mereka akhirnya sampai di sebuah pemakaman. Ruby membawa bunga yang ia beli saat perjalanan ke sini. Ia menggandeng tangan Leonard—sampai berada di depan makam kakek neneknya. Makam yang sangat sejuk. Tidak seperti kebanyaka
Berkeliling mansion… Berkeliling peternakan hewan yang ada di Mansion lebih tepatnya. Di belakang Mansion ada bangunan yang khusus digunakan sebagai ternak hewan. Mereka berempat sedang berjalan ke sana. bangunan yang mirip dengan kebun binatang. “Kenapa kau membangun kebun binatang di belakang rumahmu?” tanya Leonard yang begitu heran. Ia memeluk pinggang Ruby dari samping. Diego dan Stormi berjalan lebih dulu memimpin perjalanan mereka dari berkeliling ini. “Ini bukan kebun binatang,” balas Diego. “Ini Peternakan.” Mereka sampai peternakan buaya. Bentuknya seperti rawa. Namun mereka berdiri di ruangan yang dilapisi dengan dinding dan kaca. Sehingga mereka bisa memantau para buaya yang berada di depan mereka. “Buaya?” tanya Leonard. “Waah..” Stormi mendekat. “Ini menakjubkan.” Di depan sana—ada beberapa petugas yang sudah ahli memberi makan buaya dengan daging ayam. Ruby mengerjap—ia tidak pernah melihat buaya secara langsung. Tapi ini—sungguh membuatnya m
“Aku akan mengajakmu berkeliling. Tapi makan dulu.” Diego memundurkan kursi untuk Stormi. Stormi mengangguk. ia duduk di samping Diego. “Kenapa barang-barang di bawa orang? Mau pindah?” tanya Stormi. “Pembangunan Mansionku yang baru sudah selesai. aku akan segera pindah ke sana. dan ada barang-barang yang tidak bisa aku tinggalkan. Jadi aku membawanya.” “Lalu bagaimana dengan Mansion ini?” tanya Stormi. “Mansion ini akan dijadikan sebagai Markas sekaligus kantorku.” Stormi mengerti. “Ooh…” “Makanlah. Jangan banyak berpikir.” Diego mengambil satu roti. “Mau pakai apa?” “Cokelat saja.” Diego mengoleskan selai cokelat di roti yang sudah dipanggang. Dengan pelan-pelan dan teliti. “Kau seperti pangeran,” ucap Stormi memperhatikan tingkah perilaku Diego. “Tidak ada pangeran yang memiliki banyak tato sepertiku.” Diego menaruh roti itu di atas piring Stormi. Tidak tanggung-tanggun. Ia melakukannya pada lima lembar roti. “Hanya perilakumu..” Stormi menyipitkan mata. “Wajahmu juga
Diego menghela nafas. ia memejamkan mata sebentar. Sekali lagi ia harus menyadarkan diri. Stormi memiliki pemikiran yang berbeda dari kebanyakan wanita yang ia temui. “Bilang saja menyelamatkanku.” Stormi menoleh. “Mana bisa…” “Kenapa tidak bisa?” “Aku memberitahu ibuku kalau aku dan kekasihku batal menikah. lalu bagaimana jika aku bilang kalau aku terluka karena menyelamatkan seorang pria lain….” Stromi berhenti bicara. Ia menoleh pada Diego yang sedari tadi menyimak ucapannya. Bukankah ini terlalu awal untuk menceritakan bagaimana kisahnya pada pria ini. Tapi mulutnya memang tidak bisa dikondisikan. “Aku pasti sudah gila..” lirihnya. “Pria mana yang meninggalkanmu?” tanya Diego. “Pria mana yang menyia-nyiakan wanita secantik dirimu?” Tangan Diego terangkat mengusap pipi Stormi. “Dia memang brengsek. Aku menjalin hubungan dengannya 2 tahun. Tapi dia berselingkuh dengan teman kantorku. Kita sudah bertunangan dan berencana akan menikah di waktu dekat. Tapi dia