Berusaha melupakan kejadian buruk yang menimpanya beberapa minggu yang lalu.
Lila bahkan tidak datang ke tempat usaha pamannya. Ia ingin menghindar sampai kejadian itu samar di pikirannya. Jemarinya menyentuh jendela… Hangat terpaan angit membuatnya memejamkan mata. Sebentar lagi ia menikah dengan pria yang dijodohkan oleh orang tuanya. Lila Luciana… Hanyalah anak perempuan yang dibuang oleh ayahnya sendiri karena dianggap sebagai pembawa sial. Ayahnya menyalahkannya atas kematian ibunya yang meninggal karena melahirkannya. Terlahir saat kejadian alam bernama supernova yang terjadi 100 tahun sekali. Yang katanya akan memiliki banyak keberuntungan, tapi—sayangnya ayahnya sendiri tidak mempercayai hal itu. Dan malah membuangnya layaknya anak pembawa sial. Jika semuanya lancar… Lila akan menikah dengan pria dari anak walikota. Katanya, pernikahannya untuk memperlancar rencana ayahnya yang ingin mencalonkan sebagai pemimpin wilayah provinsi. Lila hanya sekali bertemu dengan pria itu. Pria itu baik dan memperlakukannya sangat sopan. Lila tersenyum, mungkin dengan menikah ia bisa bebas dari rumah mengerikan ini. “Huek!” Lila memegang perutnya sendiri. Berjalan pelan menuju kamar mandi. Kemudian memuntahkan isi perutnya di sana… “Huek! Huek!” Tubuhnya terasa lemas…. Pusing dan mual selama beberapa hari ini. Lila bersandar pada wastafel. “Nona apa yang terjadi?” seorang maid yang datang melihatnya. Maid itu membantu Lila untuk berjalan sampai duduk di tepi ranjang. “Nona terlihat sakit…” Lila mengangguk. “Aku mual, pusing dan tubuhku lemas..” Maid itu menyentuh bahu Lila. “Gejala nona..” “Apa nona sudah datang bulan?” tanya Maid itu. Deg! Perasaan Lila terasa mengganjal. “Belum.” Lila teringat jika dirinya sudah dua bulan tidak datang bulan. Ia kira hal itu terjadi karena dirinya terlalu banyak pikiran. “Nona…” Maid itu mengusa pelan tangan Lila. “Apa nona tidur dengan calon suami nona?” Lila meremas tangannya sendiri. Bagaimana jika ia bilang tidak. Bagaimana jika dia bilang bahwa ia tidur dengan pria asing yang tidak ia ketahui. Melihat Lila yang terdiam tanpa jawaban Maid itu bangkit. “Nona, bibi akan beli alat tespeck. Kita harus mengetahui keadaan nona.” “Tolong jangan beritahu siapapun…” lirih Lila sangat pelan. Maid mengusap pelan punggung tangan Lila. “Bibi akan merahasiakan ini.” ~~ Tubuh Lila terasa begitu gemetar setelah maid menjelaskan hasilnya. Ia duduk termenung di atas ranjangnya. Perlahan tangannya memegang perutnya yang masih datar. Hasilnya positif….. Benih pria itu berada di dalam perutnya… Pria asing yang tidak tahu siapa nama ataupun asalnya. Lila mengusap keningnya yang berkeringat… Tubuhnya terasa lebih baik setelah meminum obat yang dibeli oleh maid. Lila berjalan keluar dari kamarnya… Ia hanya ingin berjalan-jalan sekedar menjernihkan pikirannya. Berjalan perlahan—kakinya melangkah dengan hati-hati. Samar-samar ia mendengar adik tirinya yang melakukan panggilan suara dengan seseorang. Meski ia hanya satu kali bertemu dengan calon suaminya, ia sangat mengenal suaranya. Meski hanya sekali mendengarkan suara calon suaminya. Lila tahu bahwa yang sedang melakukan panggilan telepon dengan adik tirinya itu adalah calon suaminya. Lila meraba dinding—mendekat untuk mendengarkan dengan jelas percakapan mereka. “Sebentar lagi kau menikah dengan kakakku yang buta itu,” itu suara adik tirinya. “Jadi hubungan kita akan berakhir sampai di sini…” [Aku tidak peduli. Dari awal yang aku inginkan kau. Bukan dia. Lagipula dia tidak bisa melihat. Aku bahkan bisa membawamu ke kamarku… kita bisa menjalin hubungan dengan bebas.] Adik tirinya itu tertawa pelan. “Apa kau yakin? bagaimana kalau dia tahu kita diam-diam menjalin hubungan?” [Apa yang bisa dilakukan wanita buta itu? Aku hanya akan menjadikannya pembantu di rumah.] Terdengar tawa dari pria itu. [hahahah supaya lebih berguna kan?] Lila meremas tangannya sendiri. Pria yang kira ia baik, ternyata sama saja. Suka merendahkannya dari belakang. Lila tersenyum—hanya dengan perlakukan sopan pria itu. hatinya langsung luluh begitu saja… Hampir saja memberikan seluruh hatinya pada pria itu. “Kau harus berjanji, sampai kapanpun kau jangan meninggalkanku… meskipun kau sudah menikah ataupun memiliki anak darinya..” [Aku bahkan tidak sudi mempunyai anak dari gadis buta sepertinya!] Deg! Lila mengusap air matanya yang berjatuhan.Sore itu—Lila menguatkan tekadnya. Setelah berpikir ratusan kali. Ia akan mengatakan keadaan yang sebenarnya pada ayahnya. Malam ini ayahnya akan pulang setelah berkampanye di sebuah daerah. Ia akan memberitahukan hubungan adik tirinya dengan calon suaminya. Ia juga akan bilang bahwa ia sedang hamil.Lila berjalan pelan memasuki rumahnya. “Habis dari mana kamu?” itu suara ibu tirinya. Wanita itu berada di hadapan Lila. Menghadang Lila yang hendak masuk. “Aku tidak ke mana-mana. Aku hanya duduk di taman,” balas Lila dengan keadaan yang sebenarnya. Ia tidak pergi ke manapun. Pertanyaan yang konyol sekali dari ibu tirinya itu. “Tidak pergi ke tempat tukang kebun itu?” tanya ibu tirinya. “Kenapa kamu tidak pergi ke sana lagi dan menjadi jalang di sana?” tanyanya. Lila menggeleng. “Tidak.” Dari mana ibu tirinya tahu ia sering pergi ke tempat pamannya. Ia kira pergi dengan hati-hati saat orang lain sudah tidur.. “Aku tetap diam karena adikmu sering mengambil uang yang kau hasilkan
Lila berada di dalam kamarnya. Cara satu-satunya untuk mempertahankan bayi di dalam perutnya adalah dengan cara kabur dari rumah ini. Lila telah mengumpulkan banyak uang dari paman. Ia akan menggunakan uang itu untuk kabur. Kenapa Lila bersikeras mempertahankan bayi di dalam perutnya? Padahal tidak tahu siapa ayah dari janin itu. Karena Lila tidak ingin anaknya merasakan apa yang dirasakannya. Disingkirkan padahal tidak tahu apapun. Tidak dianggap padahal ada, dan bukan salahnya sama sekali. Lila merogoh lemarinya. Ada sebuah tas yang ia gunakan untuk menyimpan uangnya. Tas itu berada di paling bawah. Sedangkan uang yang sering dicuri oleh adik tirinya berada di atas lemari. Ia memang sengaja menaruhnya di sana agar adik tirinya itu tidak merogoh tasnya yang lain. Tapi—ketika ia mengambil tasnya—terasa sangat ringan. Ketika ia membukanya—meraba isi dalam tas itu… Ia tidak menemukan apapun. Padahal uangnya itu memenuhi seluruh tasnya. Deg!“Siapa yang mencuri uangku?” Lil
Kalimat pertama yang terlintas di otak Lila adalah… “Nikahi aku!” ucap Lila dengan lantang. Pria berumur 34 tahun itu mengernyit. Wajah tampannya menatap seorang perempuan buta itu dengan senyum miring. Meskipun buta, ternyata perempuan itu memiliki bola mata yang begitu indah. Bola mata yang berwarna biru terang. Seperti laut cerah..Rambut kuning keemasan yang tergerai… Juga kulit tubuhnya yang seputih susu dan pasti sehalus sutra…“Apa kau bilang?” tanya Lucas begitu dingin. Langkahnya membawa tubuhnya kian dekat dengan perempuan itu. Ada yang bilang, putri keluarga Bennedict sangat cantik namun cacat. Baru kali ini ia melihatnya secara langsung. Benar, memang cantik. Namun cacat. Pria itu melambaikan tangannya di depan Lila. Lila sama sekali tidak berkedip. Artinya, wanita itu memang buta. Lucas memandang Lila… Bagaimana bisa bola mata yang begitu cantik itu—tidak bisa melihat apapun.“Menikahlah denganku. Maka aku akan memberikanmu keberuntungan,” ucap Lila lagi. Ia y
Di sebuah gereja yang indah…Pemandangan yang langsung mengarah pada sebuah pegunungan. Seluruh ruangan yang dihias dengan bunga berwarna putih. Namun sayang, yang hadir dalam pernikahan ini hanya beberapa orang saja. Meskipun seperti itu… Sang pengatin wanita dirias begitu cantik. Menggunakan gaun panjang berwarna putih yang sangat pas ditubuhnya. Lila berjalan pelan menuju altar. Dengan pandangan lurus ke depan… Membawa bunga yang berada di tangannya. sampai Lila berhenti dengan ragu. Sampai ada tangan yang menarik tangannya pelan. membawanya berjalan sedikit lagi dan berhenti. Sehingga janji pernikahanpun dimulai. “Sekarang kalian resmi menjadi suami istri.” Suara pendeta. Lila terkesiap ketika pinggangnya ditarik. Kemudian ia merasakan deru nafas Lucas yang mengenai wajahnya. “Tutup matamu,” lirih Lucas. “Tidak ada bedanya jika aku menutup mataku.” Lucas tersenyum miring. Jemarinya mengusap pipi Lila. “Kita harus mengambil foto yang bagus..” Jemarinya menelusuri l
Berada di dalam mobil dan menuju rumah orang tua Lila. Tadi… Lila tidak sempat menyentuh bibir pria itu. Ia mengalihkan tangannya—hingga menyentuh rahang Lucas. Lila hanya memuji kecil Lucas dengan berkata. “Rahangmu bagus.” Tapi sepertinya Lucas sangat senang. Mestinya, kepercayaan diri pria itu semakin tinggi. Lila duduk seperti patung berada di samping Lucas. Tidak ada pembicaraan lain di antara mereka.Tidak menunggu waktu yang lama. Mereka sampai. Lucas turun lebih dahulu. Mengamati sebuah rumah tinggi nan luas bergaya eropa. Semuanya serba putih. Lila masih menggunakan pakaian pernikahannya. Sama seperti Lucas yang masih menggunakan setelan jas dan kemeja rapi. Lucas memeluk pinggang Lila dari samping tanpa aba-aba. “Bukankah kau terlalu kaku untuk sekelas istriku?” tanya Lucas. Lila berdehem pelan. “Aku akan berusaha.” Duduk berhadapan dengan dua orang yang menatapnya tajam. Tentu saja Lucas tidak akan takut. Ia malah tersenyum… Semakin mesra memeluk pinggang Lil
“Kau tadi memberi mereka uang?” tanya Lila. Lucas mengangguk. mengamati Lila dari samping. “Hm.” “Berapa banyak?” “Tidak banyak.” “Berapa?” tanya Lila mendesak. “Yang pastinya cukup untuk digunakan biaya kampanye.” Mobil berhenti di sebuah rumah. Rumah modern yang bertingkat dengan taman depan. Lila menyentuh lengan Lucas. Menghentikan pergerakan pria itu yang akan keluar. “Aku akan menggantinya.” Lucas terdiam—mengamati tangan mungil Lila yang masih memegang jasnya. Anehnya, ia tidak keberatan. Padahal ia tidak suka disentuh oleh sembarang orang. Tapi ia membiarkan wanita ini begitu saja. “Dengan apa kau menggantinya?” tanya Lucas. Lila tersadar dan melepaskan tangannya. “Aku akan membuat usahamu semakin maju.” Lucas memandang Lila. Sebenarnya, mengenai keberuntungan yang dimaksud Lila. Lucas tidak terlalu percaya. Maksudnya, sulit mempercayai hal seperti itu. Tapi Lila tidak terlihat sedang berbohong. Apalagi wanita itu mengatakannya dengan sangat percaya diri.“Bag
Door!Door!Lucas yang sedang fokus menembak sebuah apel yang berada di atas kepala anak buahnya. Door! Sebuah pelurunya tidak ada yang melesat. Lucas menurunkan pistolnya. Semuanya anak buahnya yang bertugas membawa apel di kepala itu bernafas dengan lega. Mereka terduduk lemas dengan dengkul yang bergetar. “Jangan melakukan kesahalan lagi!” teriak Lucas. “Kalia ini aku mengampuni kalian!” Anak buahnya berdiri itu melakukan kesalahan pada pekerjaan mereka. Hingga, Lucas sedikit menghukum mereka dengan pukulan dan adrenalin. Lucas melepaskan kacamata hitamnya. “Sudah?” tanya wanita yang menggunakan dress seksi itu memeluk Lucas dari belakang. Lucas mengusap pelan tangan lentik yang memeluk perutnya. “Sudah.” Kemudian memutar tubuhnya menatap wanita yang mempunyai tinggi sebatas lehernya. “Apa yang kau lakukan akhir-akhir ini?” tanya Lucas. Isabel tersenyum. Wanita cantik dengan tubuh semampai. Menggunakan dress seksi berwarna hitam. Rambutnya bergelombang dengan make up d
Lila tidak pernah merasa sebebas ini sebelumnya. Semuanya terasa nyata. Udara di sekitarnya terasa lebih segar. Ia merebahkan dirinya di atas ranjang. Kemudian tangannya mengusap perutnya perlahan. “Mom akan menjaga kamu dengan baik. Mom akan memberitahu ayah kamu jika waktunya tepat.” Lila mengusap perutnya yang terasa membesar. Tok tok “Nona, ini susunya.” Mendekat—kemudian menaruh susu itu di atas meja. Lila tidak bergerak dari posisinya. Rasanya sangat sulit mempercayai orang lain. Ia sudah percaya dengan maid di rumahnya. Maid itu sudah bekerja dengannya hampir lima tahun. Ia pikir, ia bisa percaya. Tapi tidak. Kepercayaannya hancur begitu saja. uangnya diambil. Kehamilannya pun dibocorkan pada ibu tirinya. “Nona,” panggil maid itu. “Nona sedari tadi hanya diam.” Lila menarik tangannya yang disentuh oleh maid itu. “Bibi tidak masalah kalau nona tidak ingin bicara dengan bibi. Tapi nona kalau memerlukan apa-apa bilang saja ya.” Maid itu memandang Lila yang masih di
Derrick mengarahkan pistolnya pada Lucas. “Kau kalah.” Lucas tersenyum miring. “Anak buahmu akan mati di sini…” Derrick membawa Lila ke belakangnya. “Kau melanggar peraturan.” Derrick berdecih. “Tidak seharusnya kau berada di sini.” Derrick menatap tajam Lucas. “Kau yang akan mati. Kau yang kalah.” Lucas mengedikkan bahu. “Sayangnya mulai sekarang setengah dari bagian timur adalah wilayahku. Kau tidak tahu? Aku baru saja membeli bandara ini.” “Membeli beberapa tanah dan bangunan di sini…” lanjut Lucas dengan senyum smirk. Derrick menatap anak buahnya yang kalah jumlah. Ada begitu banyak anak buah Lucas. Jumlahnya dua kali lipat dari jumlah anak buahnya yang ada di sini. Anak buah Lucas menyergap anak buahnya hingga tidak bisa bergerak.Banyak anak buahnya di rumah untuk melindungi rumah serta markas utamanya. Ia tidak mengira kalau Lucas secepat itu membeli bandara. Sebelum membeli tiket—ia sudah memastikan jika bandara ini sangat aman dari Lucas. Pria ini memang benar-ben
“Sekarang, Sir.” Sam memberi aba-aba pada Lucas. Lucas sudah memasuki mobil untuk menuju kediaman Derrick yang terletak di derah timur. Membutuhkan waktu hampir 2 jam untuk ke sana. Mereka hampir sampai. Rombongan Lucas begitu banyak. Ada belasan mobil hitam yang terisi dengan anak buah. Mereka siap menggunakan senjata masing-masing. Tidak tanggung-tanggung ketika berada di sana. Mereka langsung adu senjata. DOOR! DOOR! Suara pistol tidak terelakkan lagi. Semua anak buah Derrick yang berjaga di depan langsung tumbang. Lucas duduk manis di dalam mobil sedangkan anak buahnya yang menyelesaikan. Setelah menghabisi anak buah Derrick—mobil kembali berjalan sampai di rumah yang tidak begitu besar. Lucas berdecih—rumah itu hanya cukup untuk menampung hewan peliharaan Lucas seperti serigala. Lucas keluar dari mobil. Ia melihat satu dari mereka yang familiar di ingatannya. Si rambut merah. Pria itu menodongkan senjata ke arahnya. “Kau si red velvet ya kan?” Lucas ter
Kamboja adalah negara yang akan didatangi Lila untuk bersembunyi. Di sanalah nanti, Derrick juga bisa memperluas usahanya. Lila berkemas… Hanya membawa barang-barang penting saja. Terutama keperluan Leonard. “Mamamama…” Lila meraba kasurnya sebelum duduk di samping Leonard. “Terima kasih sudah bertahan bersama mama..” Lila mengusap pelan kaki anaknya. Ia tersenyum. “Kita akan pergi. nanti…” Lila membayangkan di tempat baru. “Di sana, kita akan mulai hidup baru. Mama yakin kita bisa hidup bersama dengan damai di sana.” Lila sudah melihat tempat yang akan ia tempati. Tempatnya bagus dan tidak ada hal yang aneh. Untuk itu ia ingin segera ke sana saja. Lila mengangkat Leonard dan menggendong anaknya dengan nyaman. Tok tok “Aku sudah selesai!” teriak Lila. Akhirnya mereka berada di dalam mobil. Derrick berada di sampng Lila. Pria itu tidak berhenti menatap Lila dari samping. ‘aku puas-puaskan melihatnya. Setelah ini aku tidak bisa melihatnya lagi..’ Derrick meli
“Sir, keberadaan rumah Derrick sudah diketahui. Apakah kita langsung menyerang saja?” tanya Sam pada Lucas. Lucas yang awalnya sibuk melihat dokumen kini mendongak. “Apa kau yakin Lila ada di sana?” tanya Lucas. “Anak buah yang saya kirim ke tempat milik Derrick mengatakan, tidak menemukan Lila di sana. Kemungkinan besar nona Lila di rumah Derrick.” “Anak buah juga sudah melacak keberangkatan di bandara. Tidak menemukan jejak kepergian nona Lila di sana.” Sam mengatakannya dengan begitu yakin. Penyeledikian itu memakan waktu yang begitu lama. Lucas mengerahkan anak buahnya yang paling kompeten untuk mencari keberadaan Lila. “Kau ada rencana untuk ke sana?” tanya lucas. “Saya sudah merencanakannya, Sir.” Sam mengangguk. “Pertama, tempatkan anak buah kita di berbagai usaha Derrick.” “Lalu kita akan menyerang rumah bajingan itu.” “Kau yakin kita tidak kalah jumlah dengan mereka?” tanya Lucas. menyerang bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan senjata dan perso
Setelah Derrick menarik Lila. Mereka berada di kamar Lila untuk berbicara. “Aku tidak bisa mengirimmu pergi sendirian.” Derrick memandang lekat Lila. “Kau harus tetap di sampingku agar aku bisa memastikan keselamatanmu.” Lila tersenyum. hatinya menghangat mendapat perhatian dari Derrick. Namun keberadaannya di samping pria itu justru akan menjadi malapetaka. “Aku punya firasat buruk jika aku tetap di sini.” Tangan Lila terangkat—ia menyentuh lengan Derrick. “Tidak masalah di manapun aku berada. Yang penting aku bisa tetap aman jika Lucas tidak menemukanku. Jika situasi nanti memungkinkan, kau bisa mengunjungiku dan Leonard.” Derrick menatap tangan Lila yang berada di lengannya. Tangan mungil wanita itu yang masih menyentuh lengan kemejanya. “Mana bisa aku membiarkanmu pergi setelah sekian lama aku berusaha mendapatkanmu…” Derick memejamkan mata sebentar. “Tetap di sini. aku akan menjaga kalian. aku tidak akan membiarkan Lucas mendapatkanmu kembali.” Lila menggeleng
“Kau masih belum menemukan apapun?” tanya Lucas sembari mengangkat gelasnya. Ia mengguncangnya pelan. Cairan yang berwarna cokelat itu bergerak hingga sedikit tumpah. Lucas mencengkram gelas itu sangat kencang. Kuku jemarinya memutih. “Aku sudah memberimu waktu seminggu untuk mencarinya, tapi kau—” lucas mengangkat kepalanya dan menatap tajam Dante. “Kau tidak menemukan apapun..” Lucas tersenyum miring. “Kau ingin berhenti bekerja?” Dante menggeleng dengan keras. “Tidak, Sir. Saya sudah berusaha untuk melacak di mana keberadaan nona. Tapi sistem saya tidak bisa menembusnya. Sepertinya Derick menggunakan Teknologi terbaru.” “Saya punya rencana untuk menggunakan cara manual. Dengan memata-matai anak usahanya…” Dante menunjukkan tabletnya pada Lucas. “Di sini letak usaha Derick. Tapi hal itu sangat berisiko.” Dante mengambil lagi tabletnya. “Itu bukan daerah anda…” Lucas menyandarkan tubuhnya di kursi. “Aku sekarang tidak peduli wilayah siapa. yang aku inginkan hanyalah me
Lucas mengusap pelan pipi wanita itu. Senyum yang menggoda.. Wanita itu memang ahli memikat para lelaki. Ia mendekat dan baru saja berjinjit ingin mencium Lucas… Justru Lucas mundur. Lucas berkacak pinggang. “Sial..” lirihnya. “Kenapa?” tanya wanita itu. “aku bahkan belum mulai.” “pergilah.” Lucas memijit keningnya yang terasa pusing. “TA—” “Pergilah sebelum aku membunuhmu!” potong Lucas. Akhirnya wanita itu pergi. Dengan perasaan yang dongkol karena ditolak oleh Lucas begitu saja. Lucas mengambil duduk di salah satu sofa yang kosong. Kenapa ia tidak bisa menyentuh wanita tadi? Hanya sekedar ciuman pun tidak bisa. Karena bayangan Lila yang selalu berputar di otaknya. Wanita itu memang sengaja membuatnya seperti ini! lucas mengepalkan kedua tangannya. rasanya ingin membunuh semua orang yang ada di sini karena begitu kesal. “Aku akan mencarimu ke manapun kau pergi!” ~~ “Kita sudah memperketat semua penjagaan Sir,” ucap anak buah Derick. Derick mengangguk
“Aku akan melindungimu.” Derick mengusap pelan punggung tangan Lila. “Aku bukan Derry,” lanjut Derrick. “Aku harus berterima kasih banyak padamu,” balas Lila merasa tidak enak. Berurusan dengan Lucas pasti taruhannya nyawa. Hal itu tidak bisa dibayar dengan apapun. Lila berjanji akan berusaha untuk membantu Derrick. “Aku lebih berterima kasih padamu. karenamu, aku masih bertahan sejauh ini.” Derick tersenyum. “Jika aku tidak ingin melihatmu. Aku pasti sudah menyerah.” “Jadi kau memang benar-benar menyukaiku…” lirih Lila. Derrick tertawa. “Hm. Benar.” “Bagaimana bisa? bukankah dulu kita masih anak-anak? Aku pasti masih jelek belum secantik sekarang. Apa yang kau sukai dariku?” tanya Lila. Ia sendiri juga bingung dengan Derrick yang menyukainya sejak dulu.Yang dilihat pria itu apa? dimanapun berada, ia selalu dibuang. Dihina dan diinjak sesuka hati. Bahkan keluarga dan teman satu sekolahnya. Lila tidak pernah punya teman yang benar-benar tulus. Derricklah satu-satunya tema
Derick tersenyum sembari menuntun tangan Lila memegang pistol. Hari ini ia mengajak Lila berlatih tembak di belakang rumah. sebuah erea khusus untuk berlatih menembak. Derick berada di belakang Lila. Menuntun tangan Lila memegang pistol dengan benar. DOOR DOOR DOOR “Biarkan aku mencobanya sendiri,” ujar Lila. Derick mengusap pelan puncak rambut Lila sebelum mundur. Ia memperhatikan Lila dari samping. “Tunggu sebentar.” Ia mendekat dan membenarkan kacamata transparan yang digunakan Lila. Ia mengernyit ketika melihat Lila yang memejamkan mata. “Aku akan mulai. Menjauhlah.” Lila yang memerintah Derick seperti seorang ahli tembak. DOOR Derick melihat tembakan yang mengenai papan. Meski tidak pada titik tengah yang berada di papan. Tapi tembakan Lila tidak melesat jauh. “Bagus,” Derick tersenyum bangga. “Kau sebenarnya punya bakat.” “Jangan meledekku,” balas Lila sembari menggeleng. “Tetap saja aku tidak bisa melihat.” Lila meraba meja—mengambil satu botol di sa