BUGH! Lucas baru saja menghajar anak buahnya yang gagal menjaga Lila. “Jika kau juga gagal menjaga anakku, aku akan membunuhmu!” “Untungnya kau berhasil menyelamatkan Leonard..” lirihnya. Rey memegangi perutnya. Mendengar kata anak membuatnya mendongak. Sedangkan anak buah yang selamat juga terkapar kelelahan juga nampak begitu kaget. “Anak…” lirih salah satu dari mereka. “Leonard adalah anak kandungku. Anak biologisku. Jadi aku ingin kalian juga menjaganya!” Mereka mengangguk mengerti. Mereka sudah berusaha semaksimal mungkin sampai bala bantuan dari anak buah Lucas yang lain datang. Namun, Sam ketua dari sistem penjagaan Lucas malah tidak sedang berada di dekat Mansion. Sam melakukan pekerjaan di daerah perbatasan dengan anak buah yang cukup banyak. Sehingga kedatangan mereka terlambat. Mereka datang setelah Mansion berantakan. Door! Lucas menembak bahu Sam. “Aku sungguh kecewa padamu!” lucas berkacak pinggang. Sam memegangi bahunya. “Ini kesalahan saya,
“Sir, Nona Isabel tidak ada di apartemennya. Semua cctv di sekitar apartemen tidak ada yang merekam jejaknya.” Dante memberikan penjelasan pada Lucas. Sial! Lucas menggebrak meja sampai berbunyi begitu keras. “Sudah dipastikan dia bekerja dengan Louis. Aku akan membunuh jalang itu..” Lucas mencengkram ponselnya. Ia tidak tahu bagaimana keadaan Lila saat ini. Tapi yang pasti ia akan membunuh semua orang yang terlibat dalam penyerangan ini. “Siapkan semuanya…” Lucas mengakhiri sambungan ponselnya. ~~ Terbangun karena guyuran air yang dingin. Lila membuka mata—tubuhnya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Meskipun sedikit menggigil. “Sudah tidurnya?” tanya Louis. Pria tua itu nampak menyeringai menatap Lila. “Mulai hari ini kau akan di sini. aku akan menggunakanmu sebagai jimat keberuntunganku.” Louis berdiri dari duduknya. “Jika kau bisa bekerja sama. aku tidak akan terlalu kejam padamu.” Louis menghisap rokoknya. “Tinggil di sini… makan tiga kali sehari. Tidak
“Sir, semua yang membocorkan rahasia tentang Mansion adalah nona Isabel. Gerak-gerik nona Isabel sangat mencurigakan. Setiap berada di mansion, Nona Isabel sering kali berjalan kemudian berpura-pura tersesat saat ditemukan oleh bodyguard.”Lucas megnangguk. Ia duduk di sofa dengan tangan yang mengapit rokok. “Tentang hubungan nona Isabel dengan Louis. Mereka sudah menjalin hubungan sebelum nona Isabel mengenal anda. Louis sempat menjalin hubungan dengan ibu nona Isabel…” “Sulit mencari tahu kebenaran dan bukti-bukti tentang nona Isabel yang menjalin hubungan dengan Louis. Tapi mereka terlihat bersama sebelum anda kecelakaan. Kemungkinan mereka menjalin hubungan serius sebelum itu.”“Tapi hubungan mereka berjalan sangat privat.” Lucas tertawa pelan. Kemudian berdecih. “Aku ditipu selama itu….” “Dasar jalang murahan…” umpat Lucas. “Bisa-bisanya aku mengira dia wanita baik-baik yang polos. Tidak tahunya malah menjalin hubungan dengan pria tua bangka itu.” “Dan tujuan Louis datang k
“Lepaskan aku…” lirih Lila. Tarikan itu membuatnya pusing. “aku bisa mati jika kau terus seperti ini…” imbuhnya. Akhirnya Isabel melepaskannya. “Tapi aku juga ingin membuatmu mati…” Isabel menunduk. “Katanya kau bisa membawa keberuntungan. Tapi hingga kini aku tidak melihat itu…” “aku sendiri juga tidak tahu.” “tidak usah menjawab.” Isabel melotot. “Kalau begitu kau hanya sampah yang tidak berguna.” “Bagaimana kalau aku menghabisimu saja?” tanya Isabel. Isabel mengambil satu pistol dari dalam sakunya. “Haruskah?” Isabel menekan ujung pistol itu di samping kepala Lila. “Haruskah aku membunuhmu sekarang?” Lila hanya pasrah. Tidak ada perlawanan. Tidak mungkin juga melawan wanita gila ini. “Tujuan kalian membawaku ke sini hanya untuk membunuhku?” tanya Lila. “Kalau begitu kenapa repot-repot membawaku. Kenapa tidak langsung menembakku saja di sana…” “Aku ingin melihat keberuntungan yang dimaksud kekasihku.” Louis datang dan mengambil duduk di samping Isabel. Me
Memasuki area timur. Semuanya terjadi begitu saja. Baku tembak tidak bisa dihindari. Anak buah Lucas membabi buta menyerang anak buah Louis. Rencana mereka adalah secepatnya membawa Lila pergi dari daerah timur. Jika terlalu lama, pasti teman-teman Louis akan membantu menyerang Lucas. Untuk itu—mereka menggunakan kecepatan penuh untuk segera menyerag bangunan tempat Louis menyekap Lila. Lucas berada di dalam mobilnya. Dari tempatnya ia bisa melihat gedung tua itu. Dari jendela kaca itu ia bisa melihat beberapa orang di dalamnya. Satu wanita yang sedang duduk di kursi dengan tubuh yang terikat. Wanita itu memunggungi jendela. Meski Lucas tidak bisa melihat secara utuh wanita itu, tapi Lucas tahu siapa. Itu Lila…. Lucas menatap tajam Isabel yang sedang mengarahkan sebuah senapan pada Lila. Senapan itu mengarah pada kepala Lila. Lucas tersenyum miring. “Serang.” Lucas keluar dari mobilnya dengan cepat. Sebelum Isabel melepaskan peluru pada senapan itu. Ia l
Door Door Suara tembakan itu bersautan. Lucas mendengar Sam yang sedang di luar. “Sir, kita kalah jumlah. Pasukan mereka datang. Mereka menyergap kita..” “Sulit untuk menyerang kembali. Apalagi stok peluru yang kita bawa menipis.” Lucas menatap Louis yang sedang tertawa mengejeknya. “Jangan terlalu gegabah anak muda.” Louis sengaja menggores leher Lila untuk memancing Lucas. Ia ingin tahu seberapa cinta dan sukanya Lucas dengan gadis buta itu. Louis tersenyum miring. “Bagaimana kalau menukar harta kekayaan yang kau sembunyikan di ruang bawah tanah itu dengan wanita ini?” tanya louis. “kau sangat mencintainya kan?” tanyanya. “Kalau tidak kau bisa pergi dari sini. aku tidak akan mengejarmu. Aku akan membiarkanmu hidup bebas seperti tidak terjadi apa-apa.” “Apa yang kau inginkan?” tanya Lucas. “Semua harta yang kau simpan. Berikan padaku..” Louis tertawa. “Semuanya…” Mengeratkan kungkungannya pada leher Lila. Lucas mengepalkan tangannya. “Jika tidak…” Louis tida
“Sir, saya meminta bantuan Derrick. Saya melakukannya untuk keselamatan kita dan terutama nona Lila.” Itu suara Sam yang memberitahunya.Lucas mencabut alat yang menancap di telinganya. “Waah berani juga ya…” Louis tersenyum miring. “Bajingan itu menghianati orang-orang di daerahnya…” Louis masih menyergap Lila. Ia menoleh ke bawah. Semua anak buahnya kalah jumlah. Louis berdecih pelan. “Jika kalian mendekat. aku akan menghabisi kalian.” Derrick yang baru saja sampai di lantai dua menatap Lila yang sedang disergap oleh louis. Rasanya sudah lama tidak melihat wanita itu. “Menyerahlah.” Derrick mengangkat senapannya. Derrick menoleh ke samping. tepatnya pada Lucas. Lucas menyipitkan mata sembari menatapnya kesal. Seolah sedang berkata, Pergi saja aku tidak butuh bantuanmu. Derrick berdecik kesal. Melotot pada Lucas. Lucas mengartikan arti pelototan itu sebagai kata-kata. Jangan sombong!Nyatanya meski mereka tidak saling berbicara, tapi mereka bisa memahami perasaan masing-
“Derrick..” lirih Lila lagi. “Akh..” suara Derrick yang menahan sakit di dadanya. Lucas membawa Lila mendekati Derrick. “Dasar bajingan. Jangan mati dulu!” Lucas menyentuh lengan Derrick. Lila menyentuh lengan kemeja Derrick. “Kita harus segera ke rumah sakit. Kau harus bertahan.” “Ayo Lucas. Ayo bawa Derrick ke rumah sakit,” ucap Lila dengan gemetar. Derrick menggeleng. ia memejamkan mata menahan rasa sakitnya itu. “Tidak. Aku tidak bisa bertahan..” lirihnya. “Di sini saja. tunggu sampai aku mati…” “Derrick, aku mohon jangan seperti ini. ayo kita ke rumah sakit. Aku akan menemanimu di rumah sakit. Jangan seperti ini…” Lila mengguncang lengan Derrick. “Aku tidak bisa bertahan. Aku mohon, tetaplah di sini sampai aku mati…” Suara Derrick melemah. Dua orang kepercayaan Derrick terduduk lemas di depan tubuh Derrick. Salah satu dari mereka menatap Lila. “Derrick sudah lama didiagnosa kanker otak stadium akhir. Keinginannya hanyalah melihatmu..” Lila memejamkan mata.
21++ “Katakan padaku sayang.” Ruby mendongak. “Aku bisa menjaga rahasia.” Leonard terdiam sebentar. “Kamu ingin tahu karena menghawatirkan Stormi?” Ruby mengangguk jujur. Ia takut kalau Diego tidak sebaik yang ia kira. Ia takut suatu saat Diego bisa menyakiti Stormi. Apalagi Stormi baru saja gagal menikah. diselingkuhi mantan kekasihnya. “Yang aku lihat hanya sekilas karena aku menahan diriku. Tapi kejadian itu tetap terlihat.” Leonard mengusap punggung Ruby. “Aku melihatnya banyak menembak orang…” lirih Leonard. Ruby mengerjap. “Sungguh?” Leonard mengangguk. “Seperti Papa dulu..” lanjutnya. “Dia banyak terlibat keributan. Hidupnya memang dipenuhi dengan bahaya.” Ruby melepaskan pelukannya. “Apa yang harus aku lakukan? Haruskah aku memberitahu Stormi?” “Jangan.” Leonard menggeleng. “Di antara banyaknya kejadian yang terlintas di kepalaku. Aku tidak melihatnya menyakiti wanita.” “Dan juga…” Leonard menyipitkan mata. Ruby menunggu ucapan suaminya. “Dan juga?”
Waktunya pulang…. Ruby dan Leonard sudah berada di pesawat. Dengan menggunakan pesawat pribadi seperti ini, mereka hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai ke kota. Ruby turun perlahan dibantu Leonard yang selalu menggenggam tangannya. “Perutku..” Ruby mengernyit. Lagi-lagi mual. “Aku sangat bosan…” Ruby mengernyit. “Aku selalu seperti ini setelah melakukan perjalanan.” Leonard menunduk. “Kita ke rumah sakit dulu.” Ruby menggeleng. “aku baik-baik saja. hanya sedikit mual. Tidak sampai ingin muntah.” Leonard mengusap punggung Ruby pelan. “Jangan menahannya.” Ruby mengangguk. mereka masuk ke dalam mobil. Perjalanan akan berlanjut sekitar 15 menit untuk sampai ke rumah kakek neneknya. Tapi tujuan mereka bukan rumah dahulu. Tapi… Mereka akhirnya sampai di sebuah pemakaman. Ruby membawa bunga yang ia beli saat perjalanan ke sini. Ia menggandeng tangan Leonard—sampai berada di depan makam kakek neneknya. Makam yang sangat sejuk. Tidak seperti kebanyaka
Berkeliling mansion… Berkeliling peternakan hewan yang ada di Mansion lebih tepatnya. Di belakang Mansion ada bangunan yang khusus digunakan sebagai ternak hewan. Mereka berempat sedang berjalan ke sana. bangunan yang mirip dengan kebun binatang. “Kenapa kau membangun kebun binatang di belakang rumahmu?” tanya Leonard yang begitu heran. Ia memeluk pinggang Ruby dari samping. Diego dan Stormi berjalan lebih dulu memimpin perjalanan mereka dari berkeliling ini. “Ini bukan kebun binatang,” balas Diego. “Ini Peternakan.” Mereka sampai peternakan buaya. Bentuknya seperti rawa. Namun mereka berdiri di ruangan yang dilapisi dengan dinding dan kaca. Sehingga mereka bisa memantau para buaya yang berada di depan mereka. “Buaya?” tanya Leonard. “Waah..” Stormi mendekat. “Ini menakjubkan.” Di depan sana—ada beberapa petugas yang sudah ahli memberi makan buaya dengan daging ayam. Ruby mengerjap—ia tidak pernah melihat buaya secara langsung. Tapi ini—sungguh membuatnya m
“Aku akan mengajakmu berkeliling. Tapi makan dulu.” Diego memundurkan kursi untuk Stormi. Stormi mengangguk. ia duduk di samping Diego. “Kenapa barang-barang di bawa orang? Mau pindah?” tanya Stormi. “Pembangunan Mansionku yang baru sudah selesai. aku akan segera pindah ke sana. dan ada barang-barang yang tidak bisa aku tinggalkan. Jadi aku membawanya.” “Lalu bagaimana dengan Mansion ini?” tanya Stormi. “Mansion ini akan dijadikan sebagai Markas sekaligus kantorku.” Stormi mengerti. “Ooh…” “Makanlah. Jangan banyak berpikir.” Diego mengambil satu roti. “Mau pakai apa?” “Cokelat saja.” Diego mengoleskan selai cokelat di roti yang sudah dipanggang. Dengan pelan-pelan dan teliti. “Kau seperti pangeran,” ucap Stormi memperhatikan tingkah perilaku Diego. “Tidak ada pangeran yang memiliki banyak tato sepertiku.” Diego menaruh roti itu di atas piring Stormi. Tidak tanggung-tanggun. Ia melakukannya pada lima lembar roti. “Hanya perilakumu..” Stormi menyipitkan mata. “Wajahmu juga
Diego menghela nafas. ia memejamkan mata sebentar. Sekali lagi ia harus menyadarkan diri. Stormi memiliki pemikiran yang berbeda dari kebanyakan wanita yang ia temui. “Bilang saja menyelamatkanku.” Stormi menoleh. “Mana bisa…” “Kenapa tidak bisa?” “Aku memberitahu ibuku kalau aku dan kekasihku batal menikah. lalu bagaimana jika aku bilang kalau aku terluka karena menyelamatkan seorang pria lain….” Stromi berhenti bicara. Ia menoleh pada Diego yang sedari tadi menyimak ucapannya. Bukankah ini terlalu awal untuk menceritakan bagaimana kisahnya pada pria ini. Tapi mulutnya memang tidak bisa dikondisikan. “Aku pasti sudah gila..” lirihnya. “Pria mana yang meninggalkanmu?” tanya Diego. “Pria mana yang menyia-nyiakan wanita secantik dirimu?” Tangan Diego terangkat mengusap pipi Stormi. “Dia memang brengsek. Aku menjalin hubungan dengannya 2 tahun. Tapi dia berselingkuh dengan teman kantorku. Kita sudah bertunangan dan berencana akan menikah di waktu dekat. Tapi dia
Stormi memejamkan mata. Ia membiarkan Diego yang berusaha melepaskan pakaiannya. Ciuman mereka semakin dalam. Stormi tidak menolak sentuhan Diego. sama sekali tidak menolak. Sentuhan pria itu sangat hati-hati dan lembut. Memperlakukannya dengan sangat hati-hati. Namun… “Akh!” Jari Diego tidak sengaja mengenai lukanya. “Kau baik-baik saja?” tanya Diego segera melepaskan Stormi. Stormi mengangguk. Namun, sesungguhnya masih sedikit nyeri. “Biar aku lihat.” Diego melepaskan kancing piyama Stormi lagi. Kali ini bukan karena nafsu. Tapi karena ia mencemaskan wanita itu. ia ingin melihat luka Stormi apakah terbuka dan semakin parah. “Tidak parah kan?” tanya Stormi. Ia sedikit malu. pakaiannya berantakan karena dibuka Diego. Ia menggigit bibirnya lagi. tapi untungnya pria itu tidak fokus pada tubuhnya dan hanya fokus pada lukanya. Diego melihat Luka Stormi yang mengeluarkan darah. “Lukamu harus diperiksa dokter,” ucap Diego. Pria itu hendak berdiri. Namun Stor
Diego tersenyum lagi. Kali ini tertawa kecil. “Bagaimana kalau aku bilang aku juga tertarik denganmu?” tanyanya. Stormi menggigit bibirnya. “Kenapa? Karena kasihan padaku? atau karena aku menyelamatkanmu?” Stormi menggeleng. “Jangan merasa bersalah. Aku baik-baik saja kalau kau tidak tertarik denganku. Jangan memaksa dirimu hanya karena merasa bersalah padaku.” “Aku tidak pernah merasa bersalah pada orang.” Diego mendekat. “Kau tahu aku akan? Aku bahkan bisa membunuh orang dengan mudah. Untuk apa membohongi perasaanku sendiri.” “Aku juga tertarik denganmu.” Stormi mengerjap—menunjuk dirinya. “Denganku?” Diego mengangguk. “Bukankah kau suka dengan Ruby? Kau terlihat menyukai Ruby?” tanya Stormi. “Pada awalnya aku hanya penasaran dengannya karena wajahnya tidak asing. Aku semakin penasaran karena melihat kekuatannya. Hanya sebatas itu.. ketertarikanku hanya sebatas itu..” “Aku juga merasa kita khanya cocok menjadi teman. Dia juga sudah bersuami. Meskipun aku kejam. Aku tidak
“Ruby pergi bersama suaminya.” Suara itu membuat Stormi menoleh. Di sanalah—di sofa. Diego sedang duduk sembari mengusap wajah sebentar. Apa pria itu menunggunya? “Aku takut…” lirih Stormi. Hanya ada dua lampu tidur yang menyala. Sehingga cahaya di kamar ini gelap. Diego berdiri dari duduknya. Menyalakan saklar lampu sehingga semuanya menjadi cerah. “Aku pikir mematikan lampunya agar kau bisa tidur dengan nyaman.” Stormi menatap Diego… Sedikit takut.Masih takut. “Apa yang membuatmu takut? aku membuatmu takut?” tanya Diego berjalan mendekat. Stormi menggangguk namun segera menggeleng lagi. “Ti-tidak. Aku tidak takut padamu.” Diego nampak lebih santai. tidak sepergi biasanya yang selalu menggunakan pakaian formal. Kali ini, pria itu hanya menggunakan celana pendek dan kaos hitam. Memang tidak pernah jauh-jauh dari warna hitam. Diego mengambil duduk di samping ranjang Stormi. Menatap Stormi lekat. Stormi mengerjap—kedua tangannya meremas selimut yang membungkus tubuhnya
Ruby mendongak. “Jika minta maaf lagi. aku tidak akan mau dicium!” Leonard mengerjap. “Mana bisa seperti itu..” leonard melepaskan pelukan mereka. “Maka dari itu berhentilah meminta maaf.” Ruby tersenyum. menyentuh rahang Leonard yang begitu tegas. Rahang Leonard yang dipenuhi dengan bulu-bulu halus. “Baiklah.” Leonard menatap bola mata Ruby. “Aku jadi tahu kenapa aku tidak bisa melihat kejadian yang kamu alami.” Jemarinya menyentuh kelopak mata Ruby. “Karena mata ini bukan mataku yang asli?” tanya Ruby. Leonard mengangguk. “Mata ini yang membawaku padamu.” “Setelah operasi, apa mata kamu pernah sakit?” tanya Leonard. Ruby menggeleng. “Tidak, sayang. Aku baik-baik saja.” Ruby mengecup rahang Leonard singkat. “Berhentilah kawatir.” Leonard mengangguk. mengecup punggung tangan Ruby. “Kamu yang tidak bisa berhenti membuatku kawatir. Datang ke tempat berbahaya sendiri. berurusan dengan mafia.” Ruby memejamkan mata—menutup telinganya dengan kedua tanganya. Leonard se