Harga Diri“Apa mas yang membutamu menentang keinginanku untuk bekerja?” tanya Hesti.“Apa kamu takut anak anak akan terlantar? Aku tidak akan meninggalkan kewajibanku, semua akan tetap sama, aku janji,” lanjut Hesti.“Atau, kamu takut jika aku bekerja, aku akan menyayangimu, membuat harga dirimu tercoreng? Atau semacam itu,” ucap Hesti dengan mata tajam.“Jaga ucapanmu, aku masih sanggup membiayai keluarga ini,” ucap Hanung.“Bagaimana jika akhirnya kamu meninggalkanku?” tanya Hesti dengan suara parau.“A-apa maksudmu,” ucap Hanung.“Mungkin saat ini aku tidak memiliki bukti apapun, tentang kemungkinan perselingkuhan yang kamu lakukan, tapi bukan berarti itu tidak terjadi,” ucap Hesti.“Apa maksudmu? Kamu cari saja, tidak akan menemukan apapun,” ucap Hanung kesal, lalu dia menarik guling dan memeluknya.Hesti hanya bisa melihat ke arah Hanung, laki laki itu kembali menghindari pembicaraan, tidak pernah tuntas hingga melegakan hati.***DI kantor, Hanung terlihat mencium pipi Tania, d
Masa Lalu Yang Berkesan“Kakak apa dia Hesti?” tanya Ivanka.“Ya, wanita yang ingin kamu nikahi jika suatu saat dia terlahir sebagai laki laki,” ucap Evan.Mendengar hal itu Ivanka tersenyum, lalu pikirannya melayang ke saat itu.Dulu sewaktu kuliah, Ivanka adalah orang yang sangat mendukung hubungan Evan dan Hesti, begitu juga dengan Hesti, dia seperti menjadi kakak perempuan bagi Ivanka. Hesti sangat menyayangi Ivanka seperti adik kandungnya sendiri. Mampu menjadi kakak, sahabat dan seseorang yang selalu ada ketika dia dalam keadaan apapun, senang, bahkan sedih. Ivanka bahkan pernah mengatakan, jika Hesti terlahir sebagai laki laki, dia ingin Hesti menjadi kekasih dan juga suaminya. Hesti adalah sosok manusia yang sempurna, memiliki hati baik, lembut, penuh perhatian dan sangat peka.Ivanka adalah orang pertama yang patah hati ketika mendengar kabar bahwa Evan dan Hesti berpisah.“Kakak, di mana Hesti sekarang? Aku benar benar ingin menemuinya. Kakak tidak pernah membiarkanku menemu
Tidak Bisa Menolak LagiHesti membawa secangkir teh jahe untuk Hanung yang duduk di sofa depan televisi, ini hari sabtu, biasanya Hanung akan menghabiskan waktu menonton berita malam, bahkan hingga tertidur di depan televisi.“Ini, minumlah,” ucap Hesti.“Ya, terima kasih,” ucap Hanung.“Mas, apa sudah kamu pikirkan? apa kamu mengizinkan aku bekerja?” tanya Hesti.“Kamu membahas ini lagi? aku tidak mengizinkanmu bekerja, tidak ada kelanjutan pembahasan ini,” ucap Hanung kesal seraya menyingkirkan pandangannya.“Apa karena di kantor Evan? yang merupakan mantan kekasihku? apa kamu khawatir dia akan merebutku darimu?” tanya Hesti.“Apa? merebutmu? kamu yang harus tahu diri, dia tidak mungkin suka wanita yang sudah memiliki dua anak, itu tidak mungkin,” ucap Hanung kesal.“ya, jadi apa yang perlu dikhawatirkan,” ucap Hesti.“Apa yang akan orang katakan? Istriku bekerja dengan mantan kekasihnya, tidak bisa aku bayangkan,” ucap Hanung.“Kenapa harus mempedulikan omongan orang lain, lagipula
Desakan PentingHesti membuka gorden kamar, membuat sinar matahari segera menelusup masuk dan memenuhi ruangan. Hanung terlihat membuka mata, masih berusaha karena mata itu sepertinya kesulitan untuk di buka.“Selamat siang mas, apa kamu akan tidur hingga sore?” tanya Hesti yang sebenarnya cukup kesal itu.“Biarkan aku tidur sebentar lagi, aku masih mengantuk,” ucap Hanung.“Apa aku kurang memberimu waktu?” tanya Hesti.“Ini sudah hampir jam sepuluh mas,” lanjut Hesti kesal.“Apa? jam sepuluh,” ucap Hanung yang kemudian segera mengangkat tubuhnya.“Anak anak sudah bangun?” tanya Hanung.“Tentu saja, empat jam yang lalu,” ucap Hesti.“Mas, apa kamu sudah memikirkannya? dimana aku akan bekerja?” tanya Hesti.“Kamu ini, suamimu baru bangun, apa kamu sudah harus menembakiku dengan pertanyaan itu? tidak bisa aku percaya,” ucap Hanung kesal.“Baiklah, jika kamu masih kebingungan, aku akan segera menghubungi Ivanka dan memberitahunya bahwa aku siap bekerja,” ucap Hesti kesal.“Mana bisa begi
Tidak Semudah Itu“Mas, apa bisa mengantarku ke supermarket? Semua kebutuhan rumah sudah hampir habis dan Adam kehabisan selai strawberrynya,” ucap Heesti, setelah pembicaraan serius dengan Hanung.“Pergilah sendiri, bukankah kamu ingin menjadi wanita mandiri,” ucap Hanung.“Ya, aku memang ingin bekerja, membantumu, tapi aku juga masih membutuhkanmu mas dan akan selalu membutuhkanmu,” ucap Hesti.“Seharusnya jika kamu membutuhkanku, kamu tidak akan bekerja,” ucap Hanung.“Apa bisa menjamin kamu tidak akan menganggapku si buruk rupa jika aku selalu dirumah?” tanya Hesti. Mendengar hal itu, Hanung melihat ke arah Hesti dengan pandangan mendalam.“Kamu ini, sudah aku jelaskan itu hanyalah emosi sesaat, aku tidak bermaksud seperti itu, lagipula aku sudah menggantinya seperti semula,” ucap Hanung.“Ya sudah, antar aku ke supermarket,” ucap Hesti.“Pergilah sendiri, ada yang harus aku kerjakan,” ucap Hanung.“Ya sudah, aku pakai mobilmu,” ucap Hesti.“Apa? mobilku? jangan, aku akan memakainy
Suami Hebat Luar Biasa“Hesti,” sapa seseorang yang sepertinya tidak asing.“Hah, oh,” ucap Hesti gugup, rupanya yang menyapanya adalah Evan.“Uncle,” teriak Adam.“Adam sayang, anak hebat,” ucap Evan seraya memeluk Adam yang mulai berdiri di dalam keranjang.“Awas nanti jatuh,” ucap Evan yang kemudian menurunkan Adam dari dalam keranjang.“Kamu sendirian? di mana Hanung?” tanya Evan.“Dia tidak bisa mengantarku,”“Oh begitu, apa banyak yang akan kamu beli?” tanya Evan.“Ya, begitulah,” ucap Hesti.“Baiklah, aku akan mengajak Adam dan Bintang di tempat bermain, belanjalah, satu jam,” ucap Evan.“Ta-tapi, itu pasti sangat merepotkan, bukankah kamu juga akan belanja?” tanya Hesti.“Ya, yang akan aku beli hanya sedikit, aku hanya tinggal sendiri,” ucap Evan yang kemudian mengangkat Bintang dari tempat duduk yang ada di keranjang.“Sudahlah, sana,” ucap Evan.“A-Adam tidak apa apa bersama uncle Evan?” tanya Hesti.“Iya mah, mau,” ucap Adam polos.“Ba-baiklah terima kasih,” ucap Hesti.“Ak
Bukti BaruEvan, Hesti dan kedua anak laki laki itu sudah berada di sebuah restoran, restoran yang menyediakan olahan daging.“Maaf, malah merepotkan,” ucap Hesti.“Adam lapar, makan dulu, setelah itu pulang, aku juga sudah memesankan bubur daging, disini menyediakan makanan pendamping asi, luar biasa,” ucap Evan.“Benarkah?” tanya Hesti kaget.“Tentu saja, mereka sangat memikirkan pelanggan yang membawa bayi atau balita yang membutuhkan MPASI,” ucap Evan.“Iya, luar biasa sekali, pantas saja banyak pelanggan yang membawa anak balita,” ucap Hesti yang mengarahkan matanya berkeliling.“Aku tahu tempat ini dari kakakku, dulu mereka sering mengajak Grace ke sini,” ucap Evan.“Oh iya, bagaimana kabar kakakmu, apa mereka menetap di Amerika?” tanya Hesti.“Ya, ayah tidak mengizinkan cucunya ikut ke sana, jadi mereka yang harus pulang selama sebulan sekali,” ucap Evan.“Wah, hebat sekali,” ucap Hesti.“Tidak juga, mereka benar benar sudah menguasai pasar di sini dan mencoba pengalaman baru,
Perang Dunia Ke Seribu“Apa yang kamu lakukan dengan mantan kekasihmu itu!” teriak Hanung pada istrinya yang sedang menggendong anak balita.“Aku tidurkan Bintang dulu, baru kita bicara,” ucap Hesti yang berusaha mengendalikan emosinya. Hesti berdiri dari tempat duduknya, berjalan ke arah kamar anak anaknya.Di luar kamar, Hanung terlihat begitu marah, kesal, emosi ketika melihat Evan keluar dari rumahnya, meninggalkan rumahnya seolah seperti rumahnya sendiri. Ada rasa marah, begitu besar, mungkin bisa diidentifikasi sebagai perasaan cemburu yang berusaha disembunyikan, dia ubah menjadi perasaan marah untuk menutupi gengsinya.Sekitar lima belas menit, Hesti keluar dari kamar anak anak, memastikan pintu tertutup rapat, lalu mendekat ke arah Hanung.“Ayo kita bicara,” ucap Hesti yang kemudian duduk di ruang tengah“Apa kamu berselingkuh dengannya?” tanya Hanung dengan suara yang cukup tinggi.“Pelankan suaramu, anak anak sedang tidur,” ucap Hesti.“Pelankan? apa kamu masih bisa memikir