Perang Dunia Ke Seribu“Apa yang kamu lakukan dengan mantan kekasihmu itu!” teriak Hanung pada istrinya yang sedang menggendong anak balita.“Aku tidurkan Bintang dulu, baru kita bicara,” ucap Hesti yang berusaha mengendalikan emosinya. Hesti berdiri dari tempat duduknya, berjalan ke arah kamar anak anaknya.Di luar kamar, Hanung terlihat begitu marah, kesal, emosi ketika melihat Evan keluar dari rumahnya, meninggalkan rumahnya seolah seperti rumahnya sendiri. Ada rasa marah, begitu besar, mungkin bisa diidentifikasi sebagai perasaan cemburu yang berusaha disembunyikan, dia ubah menjadi perasaan marah untuk menutupi gengsinya.Sekitar lima belas menit, Hesti keluar dari kamar anak anak, memastikan pintu tertutup rapat, lalu mendekat ke arah Hanung.“Ayo kita bicara,” ucap Hesti yang kemudian duduk di ruang tengah“Apa kamu berselingkuh dengannya?” tanya Hanung dengan suara yang cukup tinggi.“Pelankan suaramu, anak anak sedang tidur,” ucap Hesti.“Pelankan? apa kamu masih bisa memikir
Sesak PerihAku tidak menyangka kamu mengatakannya mas, apa selama ini kamu memendam semua perasaan itu. Kamu begitu bersyukur dengan keberadaanku, yang lihai mengurus rumah dan anak anak, namun kamu menyimpan bara yang sebentar lagi menjadi api.Apa aku harus memasak dengan make up lengkap? Bulu mata cetar anti badai, juga mata yang warna warni. Apa harus mencuci baju dengan pakaian mewah seperti hendak kondangan? apa begitu yang ingin kamu lihat? aku berusaha selalu bersih mas, bahkan aku mandi di pagi buta, juga sebelum kamu pulang, tapi aku tidak bisa mengontrol anak anak yang kadang bertindak semaunya. Mereka merengek memintaku begini dan begitu, minta dibuatkan ini dan itu. Mereka hanya punya aku mas, ibunya, dengan siapa lagi mereka meluapkan perasaan dan keinginan jika tidak denganku, karena papahnya saja terlalu sibuk bekerja dan sibuk dengan ponselnya ketika libur kerja.Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa seorang laki laki yang sudah memiliki dua orang anak tega mengataka
Serangan Dari Bu RT Di kantor Hanung, semua orang sudah berkumpul di aula, mereka akan mengadakan rapat mengenai rencana promosi yang akan dijalankan untuk satu tahun ke depan, juga pengenalan brand ambassador yang baru. Semua orang sudah duduk di kursi masing masing, di aula yang ditata seperti sebuah panggung kecil dengan kursi penonton.Maharani terlihat naik ke atas podium, dia adalah kepala tim promosi yang juga bertanggung jawab atas pemilihan brand ambassador yang baru."Selamat pagi, Terimakasih kalian sudah bersedia berkumpul di pagi ini. Sesuai jadwal, saya selaku kepala bagian promosi akan memberikan jadwal agenda yang akan kita lakukan dalam usaha untuk meningkatkan kinerja juga penjualan dari produk kita. Berkas sudah saya email ke akun masing masing," ucap Maharani yang terlihat begitu anggun berdiri di atas podium.Usianya sudah tidak muda, mungkin sekitar empat puluh lima tahun, dia luwes, supel dan sangan dinamis."Saya juga akan mengenalkan seseorang yang cukup pen
Kekhawatiran TaniaBu RT mendapat penjelasan dari Ema mengenai cara kerja Divisi keuangan dan segala hal yang bisa dipelajarinya mengenai produk yang dikeluarkan perusahaan ini. Produk yang penjualannya tertinggi, produk yang kurang diminati, produk yang menghasilkan pendapatan secara stabil dan lainnya.“Di mana Bram? apa dia ada tugas luar?” tanya Hanung.“Dia menjemput manager Kim,” ucap Satya.“Apa? manager Kim datang hari ini? kenapa tidak ada yang memberitahuku?” tanya Hanung pada Satya dan Angela.“Aku sudah berusaha menghubungimu, ponselmu sibuk, ya sudah aku hubungi Bram dan dia bersedia menjalankan tugasmu untuk menjemput manager Kim,” ucap Angela.Dia ingat, kemarin dia sibuk dengan Tania, juga pertengkarannya dengan Hesti, juga setelah itu dia kembali menghubungi Tania melalui panggilan telephone. Mungkin saat itu Angela berusaha menghubunginya, namun kesulitan.“A-aku memang sibuk dengan keluarga, lagipula itu hari libur,” ucap Hanung.“Ya, aku tahu, pak Hanung memang tid
Mendapat Informasi MenggelikanBu RT sudah selesai dengan pekerjaannya hari ini, dia akan pulang, namun sebelum itu ada sesuatu yang harus dilakukannya.“Bu RT terimakasih untuk hari ini,” ucap Maharani.“Hah,” ucap bu RT seraya menghembuskan nafas.“Sepertinya saya tidak bisa mencegah kalian memanggil saya dengan sebutan bu RT,” ucap bu RT.“Ya, saya dengar dari divisi keuangan, ada warga bu RT di sana dan menurut tim promosi itu bisa menjadi kunci yang bagus,” ucap Maharani.“Begitu rupanya, baiklah, tidak masalah, lagipula saya sudah terbiasa dengan panggilan itu,” ucap bu RT seraya tersenyum.“Oh iya, are you free? Are you available for some coffee?” tanya bu RT.“Of course, that’s would be nice,” ucap Maharani seraya tersenyum.“Ada stand coffee di kantin kantor, cukup enak,” lanjut Maharani.Bu RT dan Maharani terlihat duduk di kantin, mereka menikmati secangkir kopi yang merupakan minuman yang begitu disukai bu RT.“Bu RT menyukai kopi?” tanya Maharani.“Tentu, Coffee with a fr
Semuanya Tak Lagi SamaPagi hari Hesti terlihat mengerjakan semua tugasnya dalam diam, tidak ada yang bisa membuatnya bersuara, bahkan celoteh riuh kedua anaknya, dia melayani dengan mulut terkunci. Hatinya benar benar tidak lagi bisa menerima, namun dia harus tetap menahan diri demi semua hal yang bisa dia usahakan.Hesti menyiapkan makan pagi Hanung, di atas piring lengkap dengan sendok dan garpu. Sarapan berupa nasi goreng ayam yang tidak akan mungkin dia bawa ke kantor. Hanung sedari tadi terus melirik ke arah istrinya, dia tahu dan paham betul bahwa kemarahan istrinya tidak lagi bisa dibendung dan marah dalam diam adalah kasta tertinggi dalam mengekspresikan kekecewaan.“Di mana bekalku?” tanya Hanung. Hesti tidak menjawab itu, dia masih dengan telaten menyuapi anaknya.“Apa kamu tidak bisa mendengar? Aku bicara padamu Hesti,” ucap Hanung.Jantung Hesti berdegup dengan begitu kencang, Hanung yang dia kenal tidak akan mungkin memanggilnya dengan sebutan nama di depan anak anaknya.
Jurus Pengikat HatiSiang hari, Tania terlihat berada di dalam pantry, membuat dua cangkir coklat panas, minuman yang biasa dibuatnya untuk Hanung.Tania meletakkan secangkir coklat panas itu ke meja Hanung.“Te-terima kasih,” ucap Hanung.“Mau makan bersama? Aku sudah memesan makanan kesukaanmu lewat kurir pesan antar, aku tunggu di pantry ya,” ucap Tania yang tidak memberi kesempatan Hanung untuk menjawab, dia memaksakan satu jawaban, yaitu iya, tanpa penolakan.Tania berjalan ke arah pantry, lalu dia menyiapkan dua piring. Di atasnya sudah ada nasi dan ayam goreng lengkuas, salah satu makanan kesukaannya.Hanung terlihat meminum coklat panas yang diberikan Tania. Dia melirik ke arah Tania, lalu menghela nafas panjang. Dia segera berdiri dari posisi duduknya dan berjalan mendekat ke arah Tania.“Makanlah,” ucap Tania ketika melihat Hanung datang.“Te-terima kasih,” ucap Hanung yang kemudian duduk di depan Tania.“Kenapa tidak makan di kantin?” tanya Hanung.“Ya, karena aku tahu, mun
Misi PentingDi dalam rumah Hesti, bu Anna terlihat mengamati Hesti dengan pandangan mendalam, penuh arti, lalu dia memeluk Hesti dengan pelukan erat penuh makna.“Bu Hesti,” ucap bu Anna.Hesti terlihat menerima pelukan tulus itu, dia tahu, hati lembut bu Anna tentu tidak mampu menerima keadaan yang seperti dia alami, namun dalam kasus yang berbeda.“Saya tahu bu Hesti adalah wanita kuat, bu Hesti akan mampu menghadapi ini semua, saya yakin,” ucap bu Anna.“Iya bu, semoga saya bisa sekuat bu Anna,” ucap Hesti.Bu Anna terlihat melepaskan pelukannya, dia mengusap air mata yang mengalir dari mata Hesti.“Mata cantik bu Hesti jadi seperti panda, seharusnya bu Hesti tidak perlu menangis seperti ini,” ucap bu Anna.“Bagaimana saya bisa tidak menangis bu, ini sangat menyakitkan,” ucap Hesti.“Kita berdua akan membantu bu Hesti, kita temukan bukti nyata, lalu ambil langkah yang terbaik,” ucap bu RT.“Bagaimana caranya bu RT?” ucap Hesti yang seolah pasrah.“Mas Hanung terus mengelak, dia ti