Kekhawatiran TaniaBu RT mendapat penjelasan dari Ema mengenai cara kerja Divisi keuangan dan segala hal yang bisa dipelajarinya mengenai produk yang dikeluarkan perusahaan ini. Produk yang penjualannya tertinggi, produk yang kurang diminati, produk yang menghasilkan pendapatan secara stabil dan lainnya.“Di mana Bram? apa dia ada tugas luar?” tanya Hanung.“Dia menjemput manager Kim,” ucap Satya.“Apa? manager Kim datang hari ini? kenapa tidak ada yang memberitahuku?” tanya Hanung pada Satya dan Angela.“Aku sudah berusaha menghubungimu, ponselmu sibuk, ya sudah aku hubungi Bram dan dia bersedia menjalankan tugasmu untuk menjemput manager Kim,” ucap Angela.Dia ingat, kemarin dia sibuk dengan Tania, juga pertengkarannya dengan Hesti, juga setelah itu dia kembali menghubungi Tania melalui panggilan telephone. Mungkin saat itu Angela berusaha menghubunginya, namun kesulitan.“A-aku memang sibuk dengan keluarga, lagipula itu hari libur,” ucap Hanung.“Ya, aku tahu, pak Hanung memang tid
Mendapat Informasi MenggelikanBu RT sudah selesai dengan pekerjaannya hari ini, dia akan pulang, namun sebelum itu ada sesuatu yang harus dilakukannya.“Bu RT terimakasih untuk hari ini,” ucap Maharani.“Hah,” ucap bu RT seraya menghembuskan nafas.“Sepertinya saya tidak bisa mencegah kalian memanggil saya dengan sebutan bu RT,” ucap bu RT.“Ya, saya dengar dari divisi keuangan, ada warga bu RT di sana dan menurut tim promosi itu bisa menjadi kunci yang bagus,” ucap Maharani.“Begitu rupanya, baiklah, tidak masalah, lagipula saya sudah terbiasa dengan panggilan itu,” ucap bu RT seraya tersenyum.“Oh iya, are you free? Are you available for some coffee?” tanya bu RT.“Of course, that’s would be nice,” ucap Maharani seraya tersenyum.“Ada stand coffee di kantin kantor, cukup enak,” lanjut Maharani.Bu RT dan Maharani terlihat duduk di kantin, mereka menikmati secangkir kopi yang merupakan minuman yang begitu disukai bu RT.“Bu RT menyukai kopi?” tanya Maharani.“Tentu, Coffee with a fr
Semuanya Tak Lagi SamaPagi hari Hesti terlihat mengerjakan semua tugasnya dalam diam, tidak ada yang bisa membuatnya bersuara, bahkan celoteh riuh kedua anaknya, dia melayani dengan mulut terkunci. Hatinya benar benar tidak lagi bisa menerima, namun dia harus tetap menahan diri demi semua hal yang bisa dia usahakan.Hesti menyiapkan makan pagi Hanung, di atas piring lengkap dengan sendok dan garpu. Sarapan berupa nasi goreng ayam yang tidak akan mungkin dia bawa ke kantor. Hanung sedari tadi terus melirik ke arah istrinya, dia tahu dan paham betul bahwa kemarahan istrinya tidak lagi bisa dibendung dan marah dalam diam adalah kasta tertinggi dalam mengekspresikan kekecewaan.“Di mana bekalku?” tanya Hanung. Hesti tidak menjawab itu, dia masih dengan telaten menyuapi anaknya.“Apa kamu tidak bisa mendengar? Aku bicara padamu Hesti,” ucap Hanung.Jantung Hesti berdegup dengan begitu kencang, Hanung yang dia kenal tidak akan mungkin memanggilnya dengan sebutan nama di depan anak anaknya.
Jurus Pengikat HatiSiang hari, Tania terlihat berada di dalam pantry, membuat dua cangkir coklat panas, minuman yang biasa dibuatnya untuk Hanung.Tania meletakkan secangkir coklat panas itu ke meja Hanung.“Te-terima kasih,” ucap Hanung.“Mau makan bersama? Aku sudah memesan makanan kesukaanmu lewat kurir pesan antar, aku tunggu di pantry ya,” ucap Tania yang tidak memberi kesempatan Hanung untuk menjawab, dia memaksakan satu jawaban, yaitu iya, tanpa penolakan.Tania berjalan ke arah pantry, lalu dia menyiapkan dua piring. Di atasnya sudah ada nasi dan ayam goreng lengkuas, salah satu makanan kesukaannya.Hanung terlihat meminum coklat panas yang diberikan Tania. Dia melirik ke arah Tania, lalu menghela nafas panjang. Dia segera berdiri dari posisi duduknya dan berjalan mendekat ke arah Tania.“Makanlah,” ucap Tania ketika melihat Hanung datang.“Te-terima kasih,” ucap Hanung yang kemudian duduk di depan Tania.“Kenapa tidak makan di kantin?” tanya Hanung.“Ya, karena aku tahu, mun
Misi PentingDi dalam rumah Hesti, bu Anna terlihat mengamati Hesti dengan pandangan mendalam, penuh arti, lalu dia memeluk Hesti dengan pelukan erat penuh makna.“Bu Hesti,” ucap bu Anna.Hesti terlihat menerima pelukan tulus itu, dia tahu, hati lembut bu Anna tentu tidak mampu menerima keadaan yang seperti dia alami, namun dalam kasus yang berbeda.“Saya tahu bu Hesti adalah wanita kuat, bu Hesti akan mampu menghadapi ini semua, saya yakin,” ucap bu Anna.“Iya bu, semoga saya bisa sekuat bu Anna,” ucap Hesti.Bu Anna terlihat melepaskan pelukannya, dia mengusap air mata yang mengalir dari mata Hesti.“Mata cantik bu Hesti jadi seperti panda, seharusnya bu Hesti tidak perlu menangis seperti ini,” ucap bu Anna.“Bagaimana saya bisa tidak menangis bu, ini sangat menyakitkan,” ucap Hesti.“Kita berdua akan membantu bu Hesti, kita temukan bukti nyata, lalu ambil langkah yang terbaik,” ucap bu RT.“Bagaimana caranya bu RT?” ucap Hesti yang seolah pasrah.“Mas Hanung terus mengelak, dia ti
Pencarian Dalam Misi GentingHesti terlihat gugup setelah turun dari mobil bu RT, dia mengelilingi parkiran apartemen Gold Star, apartemen yang tergolong mewah dan memiliki harga jual tinggi.Hesti terus berlari, mencari keberadaan mobil suaminya, dengan sangat teliti mencari, hingga akhirnya dia menemukan mobil suaminya di deretan paling ujung. Seketika Hesti lemas, iya, suaminya berada di apartemen itu. Hesti tidak mampu menahan air matanya, dia menjatuhkan diri, bersimpuh di lantai parkiran mobil.Tangisnya pecah, benar benar tangis yang begitu menyakitkan. Dia terlihat menarik nafas panjang, lalu bangkit, dia hapus air matanya, mengumpulkan kekuatan dan berdiri.“DI mana kamu mas,” ucapnya.Hesti segera masuk ke dalam gedung apartemen, berusaha mencari, walaupun di dalam gedung itu ada puluhan unit. Hesti mendatangi satpam apartemen, dengan gugup menanyakan unit yang ditinggali Tania.“Pak, di unit berapa Tania tinggal?” tanya Hesti gugup.“Si-siap bu?” tanya satpam yang terlihat
Hari Minggu Yang PahitHesti menyiapkan makanan, menyusunnya di atas meja. Hanung terlihat keluar dari kamar, baru terbangun dari tidurnya.“Dari mana kamu tadi malam mas?” tanya Hesti tanpa melihat ke arah suaminya.“Kamu sudah mau bicara padaku? syukurlah, rumah ini terasa seperti hutan, sangat sepi,” ucap Hanung.“Biasa, ke kedai, kamu mengabaikanku, aku bisa apa,” ucap Hanung. Mendengar hal itu, Hesti menatap wajah Hanung, dengan pandangan tajam, menusuk, benar benar membuat Hanung takut.“Satu minggu lagi Adam ulang tahun yang ke enam, setelah itu Bintang juga akan berusia satu tahun,” ucap Hesti.“Ya, terus?” tanya Hanung.“Apa kamu tidak akan membuat acara?” tanya Hesti.“Uruslah, aku sibuk akhir akhir ini, kamu ibunya, kamu pasti lebih tahu,” ucap Hanung yang kemudian segera berjalan menuju ke kamar mandi.Hesti terlihat menghela nafas panjang, menyembunyikan amarah dan rasa kecewanya.“Kamu sibuk berselingkuh mas, bahkan kamu tidak menyadari kesalahanmu sendiri,” gumam Hesti
Perasaan Yang SesungguhnyaHesti datang ke kantor Evan, kantor yang sedang tutup karena ini adalah hari minggu. Hesti sudah membuat janji dengan Evan, menemuinya di kantor di hari minggu siang. Hesti mengajak kedua anaknya, karena Hanung tidak mau membantunya menjaga salah satu anaknya.Di depan kantor yang tutup, Hesti terlihat menghela nafas panjang.“Aku harus bisa,” ucap Hesti.“Mamah, ini rumah uncle ya?” tanya Adam.“Iya sayang,” jawab Hesti.“Asik, ada Grace?” tanya Adam.“Tidak ada sayang, Grace tidak tinggal di sini,” ucap Hesti dan jawaban itu rupanya membuat Adam kecewa.“Besok Adam bisa bertemu Grace di sekolah,” ucap Hesti.“Iya mamah,” jawab Adam.Hesti menekan bell yang ada di depan pintu, menunggu beberapa saat, lalu terlihat Evan keluar dari gedung kantornya. Evan terlihat memakai kaos putih berkerah, terlihat santai yang dipadukan dengan celana jins warna biru muda.“Hesti, Adam, ayo masuk,” ucap Evan.“Bintang ikut mamah juga ya,” Evan terlihat melempar senyum pada