Semuanya Tak Lagi SamaPagi hari Hesti terlihat mengerjakan semua tugasnya dalam diam, tidak ada yang bisa membuatnya bersuara, bahkan celoteh riuh kedua anaknya, dia melayani dengan mulut terkunci. Hatinya benar benar tidak lagi bisa menerima, namun dia harus tetap menahan diri demi semua hal yang bisa dia usahakan.Hesti menyiapkan makan pagi Hanung, di atas piring lengkap dengan sendok dan garpu. Sarapan berupa nasi goreng ayam yang tidak akan mungkin dia bawa ke kantor. Hanung sedari tadi terus melirik ke arah istrinya, dia tahu dan paham betul bahwa kemarahan istrinya tidak lagi bisa dibendung dan marah dalam diam adalah kasta tertinggi dalam mengekspresikan kekecewaan.“Di mana bekalku?” tanya Hanung. Hesti tidak menjawab itu, dia masih dengan telaten menyuapi anaknya.“Apa kamu tidak bisa mendengar? Aku bicara padamu Hesti,” ucap Hanung.Jantung Hesti berdegup dengan begitu kencang, Hanung yang dia kenal tidak akan mungkin memanggilnya dengan sebutan nama di depan anak anaknya.
Jurus Pengikat HatiSiang hari, Tania terlihat berada di dalam pantry, membuat dua cangkir coklat panas, minuman yang biasa dibuatnya untuk Hanung.Tania meletakkan secangkir coklat panas itu ke meja Hanung.“Te-terima kasih,” ucap Hanung.“Mau makan bersama? Aku sudah memesan makanan kesukaanmu lewat kurir pesan antar, aku tunggu di pantry ya,” ucap Tania yang tidak memberi kesempatan Hanung untuk menjawab, dia memaksakan satu jawaban, yaitu iya, tanpa penolakan.Tania berjalan ke arah pantry, lalu dia menyiapkan dua piring. Di atasnya sudah ada nasi dan ayam goreng lengkuas, salah satu makanan kesukaannya.Hanung terlihat meminum coklat panas yang diberikan Tania. Dia melirik ke arah Tania, lalu menghela nafas panjang. Dia segera berdiri dari posisi duduknya dan berjalan mendekat ke arah Tania.“Makanlah,” ucap Tania ketika melihat Hanung datang.“Te-terima kasih,” ucap Hanung yang kemudian duduk di depan Tania.“Kenapa tidak makan di kantin?” tanya Hanung.“Ya, karena aku tahu, mun
Misi PentingDi dalam rumah Hesti, bu Anna terlihat mengamati Hesti dengan pandangan mendalam, penuh arti, lalu dia memeluk Hesti dengan pelukan erat penuh makna.“Bu Hesti,” ucap bu Anna.Hesti terlihat menerima pelukan tulus itu, dia tahu, hati lembut bu Anna tentu tidak mampu menerima keadaan yang seperti dia alami, namun dalam kasus yang berbeda.“Saya tahu bu Hesti adalah wanita kuat, bu Hesti akan mampu menghadapi ini semua, saya yakin,” ucap bu Anna.“Iya bu, semoga saya bisa sekuat bu Anna,” ucap Hesti.Bu Anna terlihat melepaskan pelukannya, dia mengusap air mata yang mengalir dari mata Hesti.“Mata cantik bu Hesti jadi seperti panda, seharusnya bu Hesti tidak perlu menangis seperti ini,” ucap bu Anna.“Bagaimana saya bisa tidak menangis bu, ini sangat menyakitkan,” ucap Hesti.“Kita berdua akan membantu bu Hesti, kita temukan bukti nyata, lalu ambil langkah yang terbaik,” ucap bu RT.“Bagaimana caranya bu RT?” ucap Hesti yang seolah pasrah.“Mas Hanung terus mengelak, dia ti
Pencarian Dalam Misi GentingHesti terlihat gugup setelah turun dari mobil bu RT, dia mengelilingi parkiran apartemen Gold Star, apartemen yang tergolong mewah dan memiliki harga jual tinggi.Hesti terus berlari, mencari keberadaan mobil suaminya, dengan sangat teliti mencari, hingga akhirnya dia menemukan mobil suaminya di deretan paling ujung. Seketika Hesti lemas, iya, suaminya berada di apartemen itu. Hesti tidak mampu menahan air matanya, dia menjatuhkan diri, bersimpuh di lantai parkiran mobil.Tangisnya pecah, benar benar tangis yang begitu menyakitkan. Dia terlihat menarik nafas panjang, lalu bangkit, dia hapus air matanya, mengumpulkan kekuatan dan berdiri.“DI mana kamu mas,” ucapnya.Hesti segera masuk ke dalam gedung apartemen, berusaha mencari, walaupun di dalam gedung itu ada puluhan unit. Hesti mendatangi satpam apartemen, dengan gugup menanyakan unit yang ditinggali Tania.“Pak, di unit berapa Tania tinggal?” tanya Hesti gugup.“Si-siap bu?” tanya satpam yang terlihat
Hari Minggu Yang PahitHesti menyiapkan makanan, menyusunnya di atas meja. Hanung terlihat keluar dari kamar, baru terbangun dari tidurnya.“Dari mana kamu tadi malam mas?” tanya Hesti tanpa melihat ke arah suaminya.“Kamu sudah mau bicara padaku? syukurlah, rumah ini terasa seperti hutan, sangat sepi,” ucap Hanung.“Biasa, ke kedai, kamu mengabaikanku, aku bisa apa,” ucap Hanung. Mendengar hal itu, Hesti menatap wajah Hanung, dengan pandangan tajam, menusuk, benar benar membuat Hanung takut.“Satu minggu lagi Adam ulang tahun yang ke enam, setelah itu Bintang juga akan berusia satu tahun,” ucap Hesti.“Ya, terus?” tanya Hanung.“Apa kamu tidak akan membuat acara?” tanya Hesti.“Uruslah, aku sibuk akhir akhir ini, kamu ibunya, kamu pasti lebih tahu,” ucap Hanung yang kemudian segera berjalan menuju ke kamar mandi.Hesti terlihat menghela nafas panjang, menyembunyikan amarah dan rasa kecewanya.“Kamu sibuk berselingkuh mas, bahkan kamu tidak menyadari kesalahanmu sendiri,” gumam Hesti
Perasaan Yang SesungguhnyaHesti datang ke kantor Evan, kantor yang sedang tutup karena ini adalah hari minggu. Hesti sudah membuat janji dengan Evan, menemuinya di kantor di hari minggu siang. Hesti mengajak kedua anaknya, karena Hanung tidak mau membantunya menjaga salah satu anaknya.Di depan kantor yang tutup, Hesti terlihat menghela nafas panjang.“Aku harus bisa,” ucap Hesti.“Mamah, ini rumah uncle ya?” tanya Adam.“Iya sayang,” jawab Hesti.“Asik, ada Grace?” tanya Adam.“Tidak ada sayang, Grace tidak tinggal di sini,” ucap Hesti dan jawaban itu rupanya membuat Adam kecewa.“Besok Adam bisa bertemu Grace di sekolah,” ucap Hesti.“Iya mamah,” jawab Adam.Hesti menekan bell yang ada di depan pintu, menunggu beberapa saat, lalu terlihat Evan keluar dari gedung kantornya. Evan terlihat memakai kaos putih berkerah, terlihat santai yang dipadukan dengan celana jins warna biru muda.“Hesti, Adam, ayo masuk,” ucap Evan.“Bintang ikut mamah juga ya,” Evan terlihat melempar senyum pada
Keputusan Penting“Hesti, terimakasih, untuk makanannya yang sangat luar biasa,” ucap Evan yang mendekati Hesti dan kedua anaknya di area bermain mini, tempat yang dibuat Evan untuk anak anak Hesti.“Bukan masalah besar, apa kita sudah bisa bicara?” tanya Hesti.“Tentu saja, ayo kita duduk di sana,” ucap Evan.“Baiklah,” ucap Hesti seraya menggendong Bintang yang sepertinya sudah mengantuk.“Hesti, kamu tidurkan saja Bintang di kamar itu, ada kasur di sana, atau di kantor juga ada tempat tidur, seperti yang kamu lihat beberapa hari lalu,” ucap Evan.“Tidak apa apa?” tanya Hesti.“Tentu saja, kasihan jika tidur di gendongan, pasti kurang nyaman,” ucap Evan.“Baiklah, terima kasih,” ucap Hesti yang kemudian membawa Bintang masuk ke dalam kamar yang biasa digunakan Evan untuk tidur.Hesti menidurkan Bintang, menepuk nepuk tubuhnya supaya Bintang benar benar terlelap dengan nyama.“Anak hebat,” ucap Hesti.Setelah Bintang tidur, Hesti melihat lihat ke sekeliling kama. Cukup luas, nyaman d
Menyelesaikan Satu Persatu“Mah, kenapa kita pulang? Adam masih mau main sama uncle,” ucap Adam yang berjalan disebelah Hesti.“Kita pulang dulu ya, adik Bintang sudah lapar, harus makan siang,” ucap Hesti.“Setelah itu boleh ke tempat uncle lagi?” tanya Adam.“Lain kali kita ke sana lagi, ok?” ucap Hesti pada Bintang.Hesti, Adam dan Bintang terlihat berjalan kembali ke rumahnya. Dari jauh terlihat bu RT yang berdiri di depan rumah Hesti. Bu RT melambaikan tangan ke arah Hesti. Melihat itu, Hesti juga melambaikan tangan.“Adam, ada bu RT,” ucap Hesti.“Iya mah, apa ada Cinta juga?” tanya Adam menanyakan keberadaan putri semata wayang bu RT.“Mungkin Cinta sedang bersama papahnya, jadi tidak bisa ikut datang sayang,” ucap Hesti pada putranya.Hesti terlihat berjalan sedikit cepat, menuju ke rumahnya.“Bu RT, sudah lama?” tanya Hesti.“Tidak, saya baru saja datang, saya mau menengok keadaan bu Hesti, saya khawatir,” ucap bu RT.“Saya sudah tidak apa apa bu RT, ayo bu masuk,” ucap Hesti