Desakan PentingHesti membuka gorden kamar, membuat sinar matahari segera menelusup masuk dan memenuhi ruangan. Hanung terlihat membuka mata, masih berusaha karena mata itu sepertinya kesulitan untuk di buka.“Selamat siang mas, apa kamu akan tidur hingga sore?” tanya Hesti yang sebenarnya cukup kesal itu.“Biarkan aku tidur sebentar lagi, aku masih mengantuk,” ucap Hanung.“Apa aku kurang memberimu waktu?” tanya Hesti.“Ini sudah hampir jam sepuluh mas,” lanjut Hesti kesal.“Apa? jam sepuluh,” ucap Hanung yang kemudian segera mengangkat tubuhnya.“Anak anak sudah bangun?” tanya Hanung.“Tentu saja, empat jam yang lalu,” ucap Hesti.“Mas, apa kamu sudah memikirkannya? dimana aku akan bekerja?” tanya Hesti.“Kamu ini, suamimu baru bangun, apa kamu sudah harus menembakiku dengan pertanyaan itu? tidak bisa aku percaya,” ucap Hanung kesal.“Baiklah, jika kamu masih kebingungan, aku akan segera menghubungi Ivanka dan memberitahunya bahwa aku siap bekerja,” ucap Hesti kesal.“Mana bisa begi
Tidak Semudah Itu“Mas, apa bisa mengantarku ke supermarket? Semua kebutuhan rumah sudah hampir habis dan Adam kehabisan selai strawberrynya,” ucap Heesti, setelah pembicaraan serius dengan Hanung.“Pergilah sendiri, bukankah kamu ingin menjadi wanita mandiri,” ucap Hanung.“Ya, aku memang ingin bekerja, membantumu, tapi aku juga masih membutuhkanmu mas dan akan selalu membutuhkanmu,” ucap Hesti.“Seharusnya jika kamu membutuhkanku, kamu tidak akan bekerja,” ucap Hanung.“Apa bisa menjamin kamu tidak akan menganggapku si buruk rupa jika aku selalu dirumah?” tanya Hesti. Mendengar hal itu, Hanung melihat ke arah Hesti dengan pandangan mendalam.“Kamu ini, sudah aku jelaskan itu hanyalah emosi sesaat, aku tidak bermaksud seperti itu, lagipula aku sudah menggantinya seperti semula,” ucap Hanung.“Ya sudah, antar aku ke supermarket,” ucap Hesti.“Pergilah sendiri, ada yang harus aku kerjakan,” ucap Hanung.“Ya sudah, aku pakai mobilmu,” ucap Hesti.“Apa? mobilku? jangan, aku akan memakainy
Suami Hebat Luar Biasa“Hesti,” sapa seseorang yang sepertinya tidak asing.“Hah, oh,” ucap Hesti gugup, rupanya yang menyapanya adalah Evan.“Uncle,” teriak Adam.“Adam sayang, anak hebat,” ucap Evan seraya memeluk Adam yang mulai berdiri di dalam keranjang.“Awas nanti jatuh,” ucap Evan yang kemudian menurunkan Adam dari dalam keranjang.“Kamu sendirian? di mana Hanung?” tanya Evan.“Dia tidak bisa mengantarku,”“Oh begitu, apa banyak yang akan kamu beli?” tanya Evan.“Ya, begitulah,” ucap Hesti.“Baiklah, aku akan mengajak Adam dan Bintang di tempat bermain, belanjalah, satu jam,” ucap Evan.“Ta-tapi, itu pasti sangat merepotkan, bukankah kamu juga akan belanja?” tanya Hesti.“Ya, yang akan aku beli hanya sedikit, aku hanya tinggal sendiri,” ucap Evan yang kemudian mengangkat Bintang dari tempat duduk yang ada di keranjang.“Sudahlah, sana,” ucap Evan.“A-Adam tidak apa apa bersama uncle Evan?” tanya Hesti.“Iya mah, mau,” ucap Adam polos.“Ba-baiklah terima kasih,” ucap Hesti.“Ak
Bukti BaruEvan, Hesti dan kedua anak laki laki itu sudah berada di sebuah restoran, restoran yang menyediakan olahan daging.“Maaf, malah merepotkan,” ucap Hesti.“Adam lapar, makan dulu, setelah itu pulang, aku juga sudah memesankan bubur daging, disini menyediakan makanan pendamping asi, luar biasa,” ucap Evan.“Benarkah?” tanya Hesti kaget.“Tentu saja, mereka sangat memikirkan pelanggan yang membawa bayi atau balita yang membutuhkan MPASI,” ucap Evan.“Iya, luar biasa sekali, pantas saja banyak pelanggan yang membawa anak balita,” ucap Hesti yang mengarahkan matanya berkeliling.“Aku tahu tempat ini dari kakakku, dulu mereka sering mengajak Grace ke sini,” ucap Evan.“Oh iya, bagaimana kabar kakakmu, apa mereka menetap di Amerika?” tanya Hesti.“Ya, ayah tidak mengizinkan cucunya ikut ke sana, jadi mereka yang harus pulang selama sebulan sekali,” ucap Evan.“Wah, hebat sekali,” ucap Hesti.“Tidak juga, mereka benar benar sudah menguasai pasar di sini dan mencoba pengalaman baru,
Perang Dunia Ke Seribu“Apa yang kamu lakukan dengan mantan kekasihmu itu!” teriak Hanung pada istrinya yang sedang menggendong anak balita.“Aku tidurkan Bintang dulu, baru kita bicara,” ucap Hesti yang berusaha mengendalikan emosinya. Hesti berdiri dari tempat duduknya, berjalan ke arah kamar anak anaknya.Di luar kamar, Hanung terlihat begitu marah, kesal, emosi ketika melihat Evan keluar dari rumahnya, meninggalkan rumahnya seolah seperti rumahnya sendiri. Ada rasa marah, begitu besar, mungkin bisa diidentifikasi sebagai perasaan cemburu yang berusaha disembunyikan, dia ubah menjadi perasaan marah untuk menutupi gengsinya.Sekitar lima belas menit, Hesti keluar dari kamar anak anak, memastikan pintu tertutup rapat, lalu mendekat ke arah Hanung.“Ayo kita bicara,” ucap Hesti yang kemudian duduk di ruang tengah“Apa kamu berselingkuh dengannya?” tanya Hanung dengan suara yang cukup tinggi.“Pelankan suaramu, anak anak sedang tidur,” ucap Hesti.“Pelankan? apa kamu masih bisa memikir
Sesak PerihAku tidak menyangka kamu mengatakannya mas, apa selama ini kamu memendam semua perasaan itu. Kamu begitu bersyukur dengan keberadaanku, yang lihai mengurus rumah dan anak anak, namun kamu menyimpan bara yang sebentar lagi menjadi api.Apa aku harus memasak dengan make up lengkap? Bulu mata cetar anti badai, juga mata yang warna warni. Apa harus mencuci baju dengan pakaian mewah seperti hendak kondangan? apa begitu yang ingin kamu lihat? aku berusaha selalu bersih mas, bahkan aku mandi di pagi buta, juga sebelum kamu pulang, tapi aku tidak bisa mengontrol anak anak yang kadang bertindak semaunya. Mereka merengek memintaku begini dan begitu, minta dibuatkan ini dan itu. Mereka hanya punya aku mas, ibunya, dengan siapa lagi mereka meluapkan perasaan dan keinginan jika tidak denganku, karena papahnya saja terlalu sibuk bekerja dan sibuk dengan ponselnya ketika libur kerja.Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa seorang laki laki yang sudah memiliki dua orang anak tega mengataka
Serangan Dari Bu RT Di kantor Hanung, semua orang sudah berkumpul di aula, mereka akan mengadakan rapat mengenai rencana promosi yang akan dijalankan untuk satu tahun ke depan, juga pengenalan brand ambassador yang baru. Semua orang sudah duduk di kursi masing masing, di aula yang ditata seperti sebuah panggung kecil dengan kursi penonton.Maharani terlihat naik ke atas podium, dia adalah kepala tim promosi yang juga bertanggung jawab atas pemilihan brand ambassador yang baru."Selamat pagi, Terimakasih kalian sudah bersedia berkumpul di pagi ini. Sesuai jadwal, saya selaku kepala bagian promosi akan memberikan jadwal agenda yang akan kita lakukan dalam usaha untuk meningkatkan kinerja juga penjualan dari produk kita. Berkas sudah saya email ke akun masing masing," ucap Maharani yang terlihat begitu anggun berdiri di atas podium.Usianya sudah tidak muda, mungkin sekitar empat puluh lima tahun, dia luwes, supel dan sangan dinamis."Saya juga akan mengenalkan seseorang yang cukup pen
Kekhawatiran TaniaBu RT mendapat penjelasan dari Ema mengenai cara kerja Divisi keuangan dan segala hal yang bisa dipelajarinya mengenai produk yang dikeluarkan perusahaan ini. Produk yang penjualannya tertinggi, produk yang kurang diminati, produk yang menghasilkan pendapatan secara stabil dan lainnya.“Di mana Bram? apa dia ada tugas luar?” tanya Hanung.“Dia menjemput manager Kim,” ucap Satya.“Apa? manager Kim datang hari ini? kenapa tidak ada yang memberitahuku?” tanya Hanung pada Satya dan Angela.“Aku sudah berusaha menghubungimu, ponselmu sibuk, ya sudah aku hubungi Bram dan dia bersedia menjalankan tugasmu untuk menjemput manager Kim,” ucap Angela.Dia ingat, kemarin dia sibuk dengan Tania, juga pertengkarannya dengan Hesti, juga setelah itu dia kembali menghubungi Tania melalui panggilan telephone. Mungkin saat itu Angela berusaha menghubunginya, namun kesulitan.“A-aku memang sibuk dengan keluarga, lagipula itu hari libur,” ucap Hanung.“Ya, aku tahu, pak Hanung memang tid