Share

Bab 7 Ultimatum

Author: Miss han
last update Last Updated: 2025-03-13 17:53:35

Aidan membeku di tempatnya. Tatapannya terkunci pada sepasang suami istri paruh baya yang baru saja memasuki kafe. Wajah mereka begitu familier, ayah dan ibunya.

Larissa, yang duduk di depannya, menyadari perubahan ekspresi Aidan. Ia menoleh ke arah pintu dan melihat pasangan tersebut berjalan mendekat. Detik itu juga, Larissa merapikan rambutnya dan memasang senyum terbaiknya. Namun, yang ia dapatkan hanyalah tatapan tajam dari Nyonya Ratna, ibu Aidan.

“Aidan.” Suara berat ayahnya, Pak Surya, terdengar tegas, nyaris tanpa emosi.

Aidan berdiri, menelan ludah dengan susah payah. “Papa … Mama … kok bisa ada di sini?”

“Mana Rania?” Nyonya Ratna melirik Larissa, lalu menatap putranya dengan dingin. “Mama mau ngomong sama kamu.”

Larissa yang menyadari situasinya, mencoba bersikap ramah. “Tante, Om … apa kabar?” Ia mengulurkan tangan, tetapi tidak mendapat tanggapan dari orang tua Aidan.

“Larissa, kamu pulang dulu,” bisik Aidan berusaha menyelamatkan wajah Larissa. Ia tahu, ini bukan saatnya berdebat.

“Tapi, Dan ….”

Larissa mengatupkan bibirnya rapat melihat Aidan menatapnya tajam. Ia tidak suka diperlakukan seperti ini. Namun, ia tahu diri dan tidak bisa melawan keluarga Aidan, setidaknya untuk saat ini. Ia segera menyambar tas dan berjalan keluar kafe tanpa berpamitan.

Begitu Larissa pergi, Aidan menatap kedua orang tuanya bergantian. Ia tahu, setelah ini dia akan diinterogasi macam-macam. Ia harus siap.

“Duduk!” perintah Pak Surya.

Aidan menurut, kembali ke kursinya, sementara kedua orang tuanya duduk di depannya. Suasana tegang menyelimuti mereka.

“Kamu apa-apaan sih, Dan. Ingat kamu sudah menikah, tapi malah jalan dengan mantan yang sudah mencampakkanmu!” ujar Nyonya Ratna, suaranya dingin.

“Ma, sejak awal Aidan enggak pernah setuju dengan pernikahan ini. Mama, Papa dan Kakek yang maksa!” protes Aidan.

“Papa enggak nyangka pikiran kamu sedangkal ini menilai pernikahan,” ketus pria yang hampir berusia enam puluh tahun, tetapi masih terlihat gagah.

Aidan menghela napas, mengusap wajahnya dengan frustasi. “Ma … Pa, aku enggak mencintai Rania. Pernikahan ini cuma formalitas. Aku enggak mau berpura-pura lebih lama.”

Pak Surya menyilangkan tangan di dada. “Formalitas? Baik, ceraikan Rania dan keluar dari perusahaan. Kamu enggak pantas mewariskan perusahaan kakekku!”

Aidan mengepalkan tangan. “Tapi, Pa! Aku punya hak untuk menentukan hidupku sendiri! Dengan siapa aku akan hidup itu hakku!”

Nyonya Ratna menatap putranya dengan tajam. “Tentukan! Kamu sudah berjanji di depan keluarga besar kita. Jika pernikahan ini berakhir, kamu tidak hanya kehilangan nama baik, tetapi juga khilangan semua. Apa kamu siap menanggung akibatnya?”

Aidan terdiam. Ia ingin membantah, tetapi ia tahu ibunya benar. Jika ia menceraikan Rania sekarang, reputasinya dalam bisnis keluarga akan hancur. Ia akan kehilangan banyak hal, lebih dari sekadar kebebasannya.

“Dengar, Aidan.” Pak Surya berbicara lebih tenang, tetapi tetap tegas. “Rania itu putri seseorang yang banyak menolong kakekmu saat susah dulu. Kami minta kamu bersikap baik pada Rania. Toh dia sangat pantas menemanimu. Dia baik dan terpelajar. Kami tidak peduli bagaimana perasaanmu terhadap Rania. Yang kami pedulikan adalah kamu menjalankan tanggung jawabmu. Jadi, berhenti bermain-main dan jalani pernikahan ini dengan benar. Cinta itu akan muncul saat kalian sudah terbiasa satu sama lain.”

Aidan merasakan amarah membakar dadanya. “Jadi, aku harus pura-pura bahagia selamanya?”

“Kami tidak menyuruhmu untuk berpura-pura bahagia,” sahut ibunya cepat. “Kami menyuruhmu untuk bertanggung jawab dan belajar menerima Rania. Mama yakin kamu akan lebih bahagia bersama Rania dibanding perempuan itu!”

Aidan mengatupkan rahangnya rapat. Ia benci dipaksa seperti ini. Ia benci merasa terjebak dalam situasi yang tidak bisa ia kendalikan.

“Kami ingin melihat perubahan.” Pak Surya menatapnya tajam. “Jika kami mendengar kamu masih berhubungan dengan Larissa, jangan harap kamu masih bisa berdiri di perusahaan.”

Aidan terkesiap. Ancaman itu serius. Sangat serius.

Pak Surya dan Bu Ratna bangkit dari kursinya. “Pulanglah, Aidan. Dan pastikan Rania mendapatkan tempat yang seharusnya dalam hidupmu.” Bu Ratna mengusap bahu Aidan lembut.

Setelah berkata demikian, mereka meninggalkan Aidan yang masih duduk terpaku, hatinya bergejolak antara amarah dan frustrasi

“Rania lagi, Rania lagi. Wanita pembawa sial!” umpatnya.

***

Rania menatap layar laptopnya, mencoba fokus pada pekerjaan. Namun, pikirannya terus melayang ke kejadian semalam. Perasaan aneh masih menggelayuti dadanya sejak melihat plester putih di tangan Aidan.

“Kenapa tangannya?” gumamnya lirih.

Rania menarik napas panjang, mencoba menepis pikiran khawatir. Namun, saat suara pintu depan terbuka dan tertutup kembali, tubuhnya otomatis menegang.

Aidan pulang.

Sejak pernikahan mereka, tidak pernah ada aturan tentang siapa yang harus menyambut siapa. Biasanya, ia hanya mengabaikannya. Namun, kali ini, ada dorongan aneh yang membuatnya ingin melihat ekspresi pria itu.

Rania merapikan posisi duduknya di ruang televisi. Aidan masuk dan meletakkan jasnya di sofa tidak jauh dari Rania. Sejenak mata mereka beradu pandang, menyisakan getaran aneh di dada keduanya. Namun, buru-buru Aidan memalingkan wajahnya dan beranjak menuju dapur. Wajahnya terlihat lelah, tetapi sorot matanya dipenuhi sikap tidak ramah.

“Are you okay?” tanya Rania akhirnya.

Aidan menghela napas kasar, lalu mendekatinya. “Aku mau tanya sesuatu.”

Rania mengangkat alis. “Apa?”

Aidan menatapnya dalam-dalam. “Apa kamu pernah berpikir untuk pergi dari pernikahan ini?”

Pertanyaan itu membuat dada Rania sedikit sesak. Namun, ia tersenyum tipis. “Kenapa? Kamu mau aku pergi?”

Aidan terdiam. Ia seharusnya mengatakan ‘ya’. Seharusnya ia membiarkan Rania pergi, agar ia bisa bebas. Namun, yang keluar dari mulutnya justru sesuatu yang berbeda.

“Kamu enggak bisa pergi,” ujarnya dengan nada rendah.

Rania tertawa kecil, tetapi tawanya pahit. “Jadi, sekarang kamu ingin aku bertahan?”

Aidan tidak menjawab. Ia hanya menatapnya dengan ekspresi yang sulit ditebak.

Rania menghela napas panjang. “Aidan, kalau ini cuma tentang warisan atau bisnis keluargamu, aku bisa pergi kapan saja. Aku bisa melaporkanmu pada kakek. Tapi aku enggak akan menyia-nyiakan kesempatan atas tawaranmu di akhir kontrak kita. Toh tidak ada yang dirugikan, anggap aja aku sedang numpang padamu dan berakhir dapat jackpot, siapa yang tidak mau?”

“Meski sikapku mengganggumu?” tanya Aidan cepat.

“Aidan, kamu harus tahu sikapmu belum apa-apa dibanding beberapa tahun belakangan menghadapi sikap orang lain yang menganggap ku saudara. Ya, selama kamu hanya ingin bersama Larissa dan tidak menggangguku, I’m fine!”

“Kalau begitu ….” Rania melanjutkan kata-katanya, “Kenapa kamu masih menahanku, hah?”

Aidan menatapnya lama, lalu berkata pelan, “Kamu matre!”

Rania melotot dan ingin melempar Aidan dengan bantal yang ada di pangkuannya. Namun, sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, Aidan berbalik dan berjalan ke kamarnya, meninggalkan Rania yang masih kesal karena ucapan sembarangannya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 8 Terbakar

    Beberapa bulan menikahi Rania, Aidan tidak pernah menganggap wanita itu sebagai seseorang yang patut diperhatikan. Pernikahan mereka hanya sekadar formalitas dan ia tidak pernah merasa perlu memperhatikan kebiasaan atau tindak-tanduk istrinya itu. Namun, setelah ia kepergok jalan dengan Larissa oleh orang tuanya, mau tidak mau ia mulai menjalankan peran. Semua terjadi agar ia tidak dicoret dari kartu keluarga dan warisan sang kakek tetap jatuh ke tangannya. Pagi itu, ketika Rania tengah sarapan, Aidan duduk di seberang dengan secangkir kopi. Matanya tanpa sadar mengikuti setiap gerakan wanita itu. Rania tampak sibuk menuangkan teh ke dalam cangkir, kemudian meniup pelan sebelum menyesapnya. Ekspresi menikmati setiap tegukan. Rambutnya diikat asal, beberapa helai jatuh di sisi wajah, memberikan kesan santai, tetapi tetap anggun. Aidan mengerutkan kening. Mengapa baru sekarang ia menyadari detail itu? Kenyataan wanita di hadapannya lebih cantik dari Larissa. “Kenapa dari tadi ngeli

    Last Updated : 2025-03-26
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 9 Istriku

    Sore itu, Rania tiba lebih dulu di restoran yang telah disepakati bersama Reza. Rencana makan siang mereka gagal karena Reza harus meeting kembali dengan salah satu stafnya. Namun, pria itu tidak pernah ingkar janji, ia akhirnya mengajak Rania untuk makan malam.Reza memesan meja di dekat jendela. Dari sana Rania bisa menikmati pemandangan lampu kota yang mulai menyala. Ia merasa tenang karena bisa melepas penat setelah seharian bekerja, sekaligus Rania gunakan harus menyiapkan amunisi untuk mengahadapi Aidan ketika pulang nanti.Beberapa menit kemudian, Reza datang dengan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku seperti tadi pagi. Tidak ada yang berubah bahkan setelah seharian disibukan dengan pekerjaan. Penampilan Reza selalu rapi dan menawan. Ia tersenyum ramah seperti biasa ketika melihat Rania."Udah lama nunggu?" tanyanya sambil menarik kursi di hadapan Rania.Rania menggeleng. "Enggak, baru sampai juga."Reza membuka menu dan menatap Rania dengan santai. "Hari ini aku y

    Last Updated : 2025-03-27
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 10 Aneh

    Setiba di rumah, Rania memilih berdiam diri di kamar, sedangkan Aidan masih di ruang tengah, mondar-mandir tak jelas. Setelah percakapan mereka di mobil, suasana menjadi canggung. Mereka tak lagi saling bicara, padahal biasanya pun seperti itu. Namun, kali ini suasana itu membuat Aidan tidak nyaman. “Aidan rese, nyebelin!” umpat Rania dari balik selimut saat mengingat kejadian di mobil tadi. “Eh, tapi aku jadi ada ide buat ngerjain dia.” Ekspresi yang semua kesal berubah dengan ditariknya sudut sebelah bibirnya.Subuh-subuh buta saat Rania masih bergelung di dalam selimut, pintu kamarnya diketuk Aidan keras. Rania terbangun karena suara tersebut dan berjalan gontai menghampiri suaminya yang terus mengetuk tidak sabaran.“Apa?” tanya Rania dengan wajah mengantuk."Aku lapar, bikinin aku sarapan."“What?” Mata yang masih setengah terpejam tadi, melotot seketika."Aku mau sarapan. Buatin telur dadar sama roti bakar, ya. Pake keju. Sama kopi."Rania menghela napas. “Kamu gak lihat sekara

    Last Updated : 2025-04-12
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 11 Kejutan

    Belum sempat Rania bertanya lebih lanjut, suara itu membuat rasa penasaran Rania pupus. Bahkan saat ia ingin tahu, pria itu sudah memutus panggilan tersebut.“Tamu spesial? Kok kamu jahat banget sama aku, Dan. Kan, aku bilang jangan bawa wanita itu ke rumah, sesulit itukah?” ucapnya lirih dengan mata berkaca-kaca.Ia sama sekali tidak beranjak ke dapur untuk membuat makanan dan mengabaikan permintaan Aidan. Jika makanannya untuk wanita itu, sungguh ia tidak terima. Dengan perasaan jengkel Rania akhirnya tertidur. Di lain sisi, Aidan yang sedang bersama Larrisa tampak gelisah. Pria itu terus menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Beberapa kali ia menatap bilik tempat wanita yang sejak semalam merengkek minta dibelikan pakaian. “Gimana?” tanya wanita yang baru keluar dari fitting room dengan memakai dress merah potongan midi length dengan potongan leher berbentuk sweetheart dan belahan tinggi di bagian depan. Aidan terkesima, wanita di hadapannya tampak anggun berkali-k

    Last Updated : 2025-04-12
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 1 Pernikahan Hitam

    Bibir Rania terasa kering. Tangannya menggenggam erat kain gaun putih yang menjuntai di pangkuannya. Di ruangan itu, suara lantang penghulu menggema, diikuti dengan desiran pelan dari para tamu yang menahan napas.Di sampingnya, Aidan duduk tegak, mengenakan jas hitam dengan wajah tanpa ekspresi."Ijab qabul akan segera dilaksanakan," kata penghulu.Rania menunduk. Ini benar-benar terjadi.Ia mengeraskan hatinya. Tidak boleh ada keraguan. Tidak boleh ada penyesalan."Aidan Ramadhani bin Fadhlurrahman," suara penghulu terdengar lagi, mantap dan jelas. "Saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan Rania Amara binti Firdaus dengan mahar seperangkat alat salat dan emas 500 gram, dibayar tunai."Hening sejenak.Lalu, suara berat itu terdengar."Saya terima nikahnya Rania Amara binti Firdaus dengan mahar tersebut, tunai."Gema sah dari para saksi menggetarkan ruangan. Rania mengangkat wajah, mencoba menangkap perubahan sekecil apa pun di raut wajah Aidan. Namun, pria itu tetap dingin, seolah ap

    Last Updated : 2025-03-07
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 2 Rumah Tanpa Kehangatan

    Pagi menjelang dengan cahaya matahari yang malu-malu menyusup melalui celah tirai di kamar mereka. Rania terbangun meski semalam tidurnya hanya sebatas memejamkan mata, tidak benar-benar bisa tidur. Bayang-bayang pernikahan yang tanpa cinta masih bergelayut di benaknya. Malam pertama yang seharusnya menjadi awal baru bagi pasangan suami istri, justru diisi dengan kehampaan. Aidan pergi begitu saja, meninggalkannya sendirian dalam kamar yang terasa lebih dingin.Dengan langkah malas, Rania melangkah ke dapur. Kebiasaannya selama ini di rumah bibinya adalah menyiapkan sarapan, dan ia tetap melakukan meski tak yakin apakah Aidan akan menyentuh masakannya. Ia menata meja makan dengan rapi, menyajikan nasi goreng sederhana, telur dadar yang matang sempurna, serta dua cangkir kopi. Setidaknya, jika Aidan pulang, ada sesuatu yang bisa ia santap.Saat ia sibuk menata piring, suara pintu utama yang terbuka membuatnya menoleh. Aidan muncul di ambang pintu dengan wajah lesu. Rambutnya berantakan

    Last Updated : 2025-03-08
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 3 Tamu Tak Diundang

    Suara langkah Aidan terdengar beradu dengan lantai. Pintu kamar itu masih tertutup, tiba-tiba menyusup perasaan aneh ke dalam dirinya. Bukan kepedulian, bukan juga rasa khawatir, tetapi lebih kepada dorongan tak terjelaskan yang membuatnya ingin tahu apa yang terjadi dengan gadis yang kemarin ia nikahi.Saat tangannya menyentuh kenop pintu, Aidan sempat ragu. Namun, hanya sepersekian detik, ia pun mendorong pintu perlahan.Cahaya kamar temaram. Rania duduk di lantai, di dekat meja rias. Di sekelilingnya, beberapa benda berserakan. Aidan memperhatikan wajahnya yang pucat, matanya menatap lurus ke satu benda yang ada di tangannya. “Kamu kenapa?” tanya Aidan yang penasaran dengan apa yang Rania lakukan.Gadis itu buru-buru menyembunyikan benda yang tadi dipegangnya, dan berdiri. Saat ia berdiri terdengar suara rintihan yang keluar dari mulut Rania. Ia memijat kakinya perlahan. “Ada apa?” tanya Aidan sekali lagi.“Ah, tidak apa-apa tadi aku mau menyimpan pakaianku di dalam lemari, tapi

    Last Updated : 2025-03-09
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 4 Seseorang Dari Masa Lalu

    Bab 4 Seseorang Dari Masa LaluSetelah insiden pagi itu, Rania baru keluar kamar menjelang sore. Itu pun terpaksa karena perutnya sudah berbunyi sejak tadi. Rumah itu terasa sepi, tidak ada tanda-tanda keberadaan Aidan, apalagi Larissa. Ia tidak tahu apa yang terjadi antara keduanya setelah ia berlari ke kamar karena mendengar ucapan Larissa yang sangat klise dan berhasil membuatnya cekikikan di kamar.Rania menuju dapur dan mulai menyiapkan makan malam. Ia berencana akan membuat steak ayam crispy kesukaannya. Makanan mudah dan simpel yang sering ia buat saat di rumah bibi. Saat membuka kulkas, ia mendesah kecewa. Tidak banyak bahan tersisa di kulkas itu. Hanya ada beberapa telur, seikat sayuran, dan kornet. Mau tak mau ia pun akhirnya memutuskan membuat nasi goreng lagi. “Besok harus belanja, biar aku ga mati kelaparan di rumah ini,” gumamnya dengan nada kesal.Saat hidangan sudah siap, terdengar suara mobil yang masuk ke halaman rumah. Rania sudah bisa menebak, itu pasti Aidan.“Oh

    Last Updated : 2025-03-10

Latest chapter

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 11 Kejutan

    Belum sempat Rania bertanya lebih lanjut, suara itu membuat rasa penasaran Rania pupus. Bahkan saat ia ingin tahu, pria itu sudah memutus panggilan tersebut.“Tamu spesial? Kok kamu jahat banget sama aku, Dan. Kan, aku bilang jangan bawa wanita itu ke rumah, sesulit itukah?” ucapnya lirih dengan mata berkaca-kaca.Ia sama sekali tidak beranjak ke dapur untuk membuat makanan dan mengabaikan permintaan Aidan. Jika makanannya untuk wanita itu, sungguh ia tidak terima. Dengan perasaan jengkel Rania akhirnya tertidur. Di lain sisi, Aidan yang sedang bersama Larrisa tampak gelisah. Pria itu terus menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Beberapa kali ia menatap bilik tempat wanita yang sejak semalam merengkek minta dibelikan pakaian. “Gimana?” tanya wanita yang baru keluar dari fitting room dengan memakai dress merah potongan midi length dengan potongan leher berbentuk sweetheart dan belahan tinggi di bagian depan. Aidan terkesima, wanita di hadapannya tampak anggun berkali-k

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 10 Aneh

    Setiba di rumah, Rania memilih berdiam diri di kamar, sedangkan Aidan masih di ruang tengah, mondar-mandir tak jelas. Setelah percakapan mereka di mobil, suasana menjadi canggung. Mereka tak lagi saling bicara, padahal biasanya pun seperti itu. Namun, kali ini suasana itu membuat Aidan tidak nyaman. “Aidan rese, nyebelin!” umpat Rania dari balik selimut saat mengingat kejadian di mobil tadi. “Eh, tapi aku jadi ada ide buat ngerjain dia.” Ekspresi yang semua kesal berubah dengan ditariknya sudut sebelah bibirnya.Subuh-subuh buta saat Rania masih bergelung di dalam selimut, pintu kamarnya diketuk Aidan keras. Rania terbangun karena suara tersebut dan berjalan gontai menghampiri suaminya yang terus mengetuk tidak sabaran.“Apa?” tanya Rania dengan wajah mengantuk."Aku lapar, bikinin aku sarapan."“What?” Mata yang masih setengah terpejam tadi, melotot seketika."Aku mau sarapan. Buatin telur dadar sama roti bakar, ya. Pake keju. Sama kopi."Rania menghela napas. “Kamu gak lihat sekara

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 9 Istriku

    Sore itu, Rania tiba lebih dulu di restoran yang telah disepakati bersama Reza. Rencana makan siang mereka gagal karena Reza harus meeting kembali dengan salah satu stafnya. Namun, pria itu tidak pernah ingkar janji, ia akhirnya mengajak Rania untuk makan malam.Reza memesan meja di dekat jendela. Dari sana Rania bisa menikmati pemandangan lampu kota yang mulai menyala. Ia merasa tenang karena bisa melepas penat setelah seharian bekerja, sekaligus Rania gunakan harus menyiapkan amunisi untuk mengahadapi Aidan ketika pulang nanti.Beberapa menit kemudian, Reza datang dengan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku seperti tadi pagi. Tidak ada yang berubah bahkan setelah seharian disibukan dengan pekerjaan. Penampilan Reza selalu rapi dan menawan. Ia tersenyum ramah seperti biasa ketika melihat Rania."Udah lama nunggu?" tanyanya sambil menarik kursi di hadapan Rania.Rania menggeleng. "Enggak, baru sampai juga."Reza membuka menu dan menatap Rania dengan santai. "Hari ini aku y

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 8 Terbakar

    Beberapa bulan menikahi Rania, Aidan tidak pernah menganggap wanita itu sebagai seseorang yang patut diperhatikan. Pernikahan mereka hanya sekadar formalitas dan ia tidak pernah merasa perlu memperhatikan kebiasaan atau tindak-tanduk istrinya itu. Namun, setelah ia kepergok jalan dengan Larissa oleh orang tuanya, mau tidak mau ia mulai menjalankan peran. Semua terjadi agar ia tidak dicoret dari kartu keluarga dan warisan sang kakek tetap jatuh ke tangannya. Pagi itu, ketika Rania tengah sarapan, Aidan duduk di seberang dengan secangkir kopi. Matanya tanpa sadar mengikuti setiap gerakan wanita itu. Rania tampak sibuk menuangkan teh ke dalam cangkir, kemudian meniup pelan sebelum menyesapnya. Ekspresi menikmati setiap tegukan. Rambutnya diikat asal, beberapa helai jatuh di sisi wajah, memberikan kesan santai, tetapi tetap anggun. Aidan mengerutkan kening. Mengapa baru sekarang ia menyadari detail itu? Kenyataan wanita di hadapannya lebih cantik dari Larissa. “Kenapa dari tadi ngeli

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 7 Ultimatum

    Aidan membeku di tempatnya. Tatapannya terkunci pada sepasang suami istri paruh baya yang baru saja memasuki kafe. Wajah mereka begitu familier, ayah dan ibunya.Larissa, yang duduk di depannya, menyadari perubahan ekspresi Aidan. Ia menoleh ke arah pintu dan melihat pasangan tersebut berjalan mendekat. Detik itu juga, Larissa merapikan rambutnya dan memasang senyum terbaiknya. Namun, yang ia dapatkan hanyalah tatapan tajam dari Nyonya Ratna, ibu Aidan.“Aidan.” Suara berat ayahnya, Pak Surya, terdengar tegas, nyaris tanpa emosi.Aidan berdiri, menelan ludah dengan susah payah. “Papa … Mama … kok bisa ada di sini?”“Mana Rania?” Nyonya Ratna melirik Larissa, lalu menatap putranya dengan dingin. “Mama mau ngomong sama kamu.”Larissa yang menyadari situasinya, mencoba bersikap ramah. “Tante, Om … apa kabar?” Ia mengulurkan tangan, tetapi tidak mendapat tanggapan dari orang tua Aidan. “Larissa, kamu pulang dulu,” bisik Aidan berusaha menyelamatkan wajah Larissa. Ia tahu, ini bukan saatn

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 6 Pura-pura Peduli

    Brukk!Suara keras dari kamar sebelah membuat Rania tersentak. Ia mengerutkan kening dan menoleh ke arah pintu. Jantungnya berdebar tak menentu, antara kaget dan penasaran. Apa itu Aidan? Sedang apa dia? “Ada apa, Mas?” tanya Rania, masih memegang ponselnya.“Hm? Suara apa tadi?” Reza juga mendengar suara benturan itu dari telepon.Rania menggeleng pelan meski tahu Reza tidak bisa melihatnya. “Enggak tahu, Mas, mungkin dari kamar sebelah.”“Oh, sepupumu yang dulu sering kamu ceritakan?” tanya Reza.“Eh, iya, Mas, itu sepupuku.” Raina berusaha menyembunyikan kebenaran tentang pernikahannya.Reza tertawa kecil di seberang sana. “Jadi, kapan kita bisa bisa bahas proyek ini?”Rania melirik jam di ponselnya. Sudah hampir pukul sebelas malam. Ia seharusnya menolak atau setidaknya meminta waktu lain, tetapi … pikirannya terasa buntu, ada sesuatu yang mengusik perasaannya. Ia hanya ingin ditemani.“Besok mungkin pas jam kerja, kebetulan proyek yang kemarin sudah selesai,” jawabnya akhirnya.

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 5 : Debaran Aneh

    Rania tersentak ketika merasakan sesuatu menimpanya. Belum sempat memahami situasi, ia mendapati dirinya terbaring di lantai dapur, dengan tubuh Aidan menindihnya. Dunia seperti melambat sejenak. Aroma khas parfum Woody oud yang digunakan Aidan tercium memenuhi indera penciumannya, napasnya masih sedikit terengah akibat jatuh mendadak. Wajah mereka begitu dekat hingga Rania bisa melihat dengan jelas bulu mata Aidan yang tebal, tatapan matanya yang membulat karena keterkejutan, serta garis rahangnya yang menegang. Lalu, ia mulai merasakan kehangatan di bibirnya.Rania membeku. Napasnya tertahan. Begitu juga Aidan. Detik itu juga, kesadaran menghantam mereka berdua. Mereka tidak sengaja berciuman.“Kalian?” teriak seseorang. “Oh my God! Aidaaaa!” Suara nyaring itu memecah keheningan. Kali ini baik Aidan maupun Rania bisa menebak siapa yang datang dan mengejutkan mereka.Rania dan Aidan spontan menoleh ke arah pintu dapur. Larissa berdiri di sana, matanya membelalak, ekspresinya campuran

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 4 Seseorang Dari Masa Lalu

    Bab 4 Seseorang Dari Masa LaluSetelah insiden pagi itu, Rania baru keluar kamar menjelang sore. Itu pun terpaksa karena perutnya sudah berbunyi sejak tadi. Rumah itu terasa sepi, tidak ada tanda-tanda keberadaan Aidan, apalagi Larissa. Ia tidak tahu apa yang terjadi antara keduanya setelah ia berlari ke kamar karena mendengar ucapan Larissa yang sangat klise dan berhasil membuatnya cekikikan di kamar.Rania menuju dapur dan mulai menyiapkan makan malam. Ia berencana akan membuat steak ayam crispy kesukaannya. Makanan mudah dan simpel yang sering ia buat saat di rumah bibi. Saat membuka kulkas, ia mendesah kecewa. Tidak banyak bahan tersisa di kulkas itu. Hanya ada beberapa telur, seikat sayuran, dan kornet. Mau tak mau ia pun akhirnya memutuskan membuat nasi goreng lagi. “Besok harus belanja, biar aku ga mati kelaparan di rumah ini,” gumamnya dengan nada kesal.Saat hidangan sudah siap, terdengar suara mobil yang masuk ke halaman rumah. Rania sudah bisa menebak, itu pasti Aidan.“Oh

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 3 Tamu Tak Diundang

    Suara langkah Aidan terdengar beradu dengan lantai. Pintu kamar itu masih tertutup, tiba-tiba menyusup perasaan aneh ke dalam dirinya. Bukan kepedulian, bukan juga rasa khawatir, tetapi lebih kepada dorongan tak terjelaskan yang membuatnya ingin tahu apa yang terjadi dengan gadis yang kemarin ia nikahi.Saat tangannya menyentuh kenop pintu, Aidan sempat ragu. Namun, hanya sepersekian detik, ia pun mendorong pintu perlahan.Cahaya kamar temaram. Rania duduk di lantai, di dekat meja rias. Di sekelilingnya, beberapa benda berserakan. Aidan memperhatikan wajahnya yang pucat, matanya menatap lurus ke satu benda yang ada di tangannya. “Kamu kenapa?” tanya Aidan yang penasaran dengan apa yang Rania lakukan.Gadis itu buru-buru menyembunyikan benda yang tadi dipegangnya, dan berdiri. Saat ia berdiri terdengar suara rintihan yang keluar dari mulut Rania. Ia memijat kakinya perlahan. “Ada apa?” tanya Aidan sekali lagi.“Ah, tidak apa-apa tadi aku mau menyimpan pakaianku di dalam lemari, tapi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status