Share

Bab 6 Pura-pura Peduli

Author: Miss han
last update Last Updated: 2025-03-12 21:20:28

Brukk!

Suara keras dari kamar sebelah membuat Rania tersentak. Ia mengerutkan kening dan menoleh ke arah pintu. Jantungnya berdebar tak menentu, antara kaget dan penasaran. Apa itu Aidan? Sedang apa dia?

“Ada apa, Mas?” tanya Rania, masih memegang ponselnya.

“Hm? Suara apa tadi?” Reza juga mendengar suara benturan itu dari telepon.

Rania menggeleng pelan meski tahu Reza tidak bisa melihatnya. “Enggak tahu, Mas, mungkin dari kamar sebelah.”

“Oh, sepupumu yang dulu sering kamu ceritakan?” tanya Reza.

“Eh, iya, Mas, itu sepupuku.” Raina berusaha menyembunyikan kebenaran tentang pernikahannya.

Reza tertawa kecil di seberang sana. “Jadi, kapan kita bisa bisa bahas proyek ini?”

Rania melirik jam di ponselnya. Sudah hampir pukul sebelas malam. Ia seharusnya menolak atau setidaknya meminta waktu lain, tetapi … pikirannya terasa buntu, ada sesuatu yang mengusik perasaannya. Ia hanya ingin ditemani.

“Besok mungkin pas jam kerja, kebetulan proyek yang kemarin sudah selesai,” jawabnya akhirnya.

“Oke. Kita diskusi berdua dulu saja setelah jam kantor gimana? Kita matangkan rencana ini baru kamu bisa rekrut yang lain untuk terlibat,” usul Reza.

Rania terdiam sesaat. “Boleh, Mas, kalau begitu.”

“Baiklah, sampai bertemu di kantor, ya. Maaf nih jadi ganggu waktu istirahat kamu, Ran,” ujar Reza ringan sebelum Rania menutup panggilan.

Rania menatap layar ponselnya yang gelap setelah panggilan berakhir. Rasanya ada sesuatu yang salah, tetapi ia tidak tahu apa. Ia menghela napas panjang, kemudian merebahkan diri ke tempat tidur. Namun, ketenangan itu tidak berlangsung lama.

Tok. Tok. Tok.

Ketukan pelan di pintunya membuat Rania mendesah. “Aidan?” gumamnya. “Apa lagi sih dia.”

Rania bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke arah pintu, membuka dengan sedikit rasa enggan. Di balik pintu, berdiri Aidan dengan mata terlihat gelap dan ekspresinya sulit ditebak. Wajahnya tanpa ekspresi. Ada sesuatu di sana yang mengusik Rania. Ia merasa tidak nyaman dengan tatapan Aidan.

“Ada apa?” Rania bertanya dengan nada setenang mungkin.

Aidan tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Rania, lalu melirik ponsel yang masih digenggamnya.

“Kamu habis ngobrol sama siapa?” tanyanya akhirnya, suaranya terdengar lebih dalam dari biasanya.

Rania menaikkan alisnya. “Sepertinya itu tidak ada dalam kontrak aku harus kasih tahu teleponan dengan siapa. Bukan urusanmu.”

Aidan menyandarkan bahu ke kusen pintu, matanya tetap mengunci pandangan pada Rania. “Aku dengar kamu tertawa.”

Rania berkedip, lalu mendengus pelan. “Terus?”

Aidan diam sesaat, lalu menatap Rania dengan tajam. “Aku nggak suka.”

Jantung Rania berdegup sedikit lebih kencang, tetapi ia berusaha untuk tidak menunjukkan reaksinya. “Kamu nggak suka apa?”

“Nggak suka dengar kamu ketawa di telepon,” ujar Aidan singkat.

Rania tertawa kecil. “Oh? Dan sejak kapan aku perlu persetujuanmu untuk tertawa?”

Aidan menghela napas, lalu melangkah lebih dekat. “Rania … berisik. Dan itu menggangguku!”

Nada suaranya berubah, lebih pelan, hampir seperti bisikan. Rania menegang. Ada sesuatu dalam sorot mata Aidan yang membuat dadanya berdebar aneh. Ia mundur selangkah, tetapi Aidan mengulurkan tangan dan menahan pintu agar tidak tertutup.

“Jangan pernah terima telepon dan tertawa di rumah ini!” jelas Aidan.

Rania mengerutkan kening. “Dengar, Aidan, aku enggak ngerti kenapa kamu tiba-tiba bertingkah aneh, tapi kalau ini aku bertelepon dan tertawa kamu larang, kayaknya itu enggak adil jika dibandingkan dengan kamu dan Larissa bermesraan di rumah ini!”

Aidan menatapnya tanpa berkedip. Ada sesuatu dalam tatapannya yang membuat napas Rania tertahan. Lalu, tiba-tiba Aidan mengangkat tangannya dan menyentuh bibir Rania dengan ibu jarinya.

Rania membeku.

“Bibir ini …” gumam Aidan pelan, suaranya hampir tidak terdengar. “Masih terasa hangat, kan?”

Rania terkesiap. “Apa ….”

Namun, belum ia sempat menyelesaikan kalimatnya, Aidan mundur selangkah dan tersenyum tipis, senyum yang baru Rania lihat.

“Jangan pernah membantahku, Rania,” katanya, sebelum akhirnya berbalik dan pergi meninggalkan Rania yang masih berdiri kaku di ambang pintu, jantungnya berdegup tak karuan.

Rania buru-buru menutup pintu dan bersandar di sana, tangannya mencengkeram dadanya.

Sial.

****

Rania menatap ponselnya yang sudah mati. Percakapannya dengan Reza berakhir beberapa menit lalu, tetapi pikirannya masih mengulang-ulang isi pembicaraan mereka. Ia menarik napas dalam, mencoba mengabaikan perasaan yang familiar yang mulai muncul lagi. Di luar kamarnya, rumah terasa begitu sepi.

Aidan belum pulang. Bukan hal baru memang. Beberapa hari ini, sejak malam itu Aidan sering pulang larut, seolah rumah ini hanya tempat singgah semata. Rania tidak pernah bertanya, dan tidak pernah ingin tahu. Mereka menikah bukan atas dasar cinta, jadi dia berusaha untuk menjalani perannya sebagai istri kontrak. Namun, ia tahu Aidan menghabiskan waktu bersama Larissa.

Hampir menjelang dini hari, Aidan pulang.

Rania mendengar suara mobilnya berhenti di garasi, diikuti langkah kaki yang memasuki kamar sebelahnya. Ia tetap di kamarnya, pura-pura tidak peduli. Namun, telinganya menangkap setiap suara. Pintu yang terbuka perlahan dan tertutup lagi, lalu langkah Aidan yang menuruni anak tangga.

Setelah beberapa saat, rasa penasaran menguasai Rania. Dengan hati-hati, ia membuka pintu dan melangkah ke luar. Dari atas matanya menangkap sosok Aidan yang masih berdiri di ruang makan, melepaskan jam tangan.

“Kamu pulang larut,” kata Rania tanpa sadar.

Aidan mendongak, terlihat sedikit terkejut melihatnya, ada sedikit senyum yang buru-buru pudar. “Kenapa? Aku perlu izin darimu?”

Rania mendengus. “Nggak. Aku cuma heran. Kamu nggak biasanya pulang sepagi ini.”

Aidan tidak langsung menjawab. Ia berjalan menuju dapur, membuka kulkas, lalu mengambil sebotol air mineral. Saat meneguk air, Rania melihat sesuatu yang membuatnya mengernyit. Sesuatu berwarna putih menempel di punggung tangan Aidan.

Rania menegakkan bahu dan berjalan menuruni anak tangga. Ia ingin memastikan lebih jelas benda apa yang menempel di punggung tangan pria itu.

“Kamu habis dari mana?”

Aidan menatapnya sebentar, lalu tertawa sinis. “Enggak usah kepo!”

Rania menghela napas, mencoba mengontrol emosinya. Ia seharusnya tidak peduli. Ia tidak punya hak untuk bertanya, bukan? Namun, ada sesuatu yang membuatnya penasaran. Jika diperhatikan lebih dekat seperti kapas yang dk plester putih.

“Kamu sakit?” tanya Rania dengan mata tertuju pada punggung tangan Aidan.

Aidan yang merasa tidak nyaman dengan tatapan mata Rania segera menyembunyikan tangannya. Ia meletakkan botol air mineral di meja. “Aku habis menemani Larissa.”

Jawaban itu seharusnya tidak mengejutkan Rania. Namun tetap saja, ada rasa tidak nyaman yang menyusup ke dalam dadanya. Insting wanitanya bermain, pria di depannya sedang berbohong. Akan tetapi siapa peduli?

“Larissa,” gumam Rania. “Kalian terlihat semakin dekat.”

Aidan menyeringai. “Kamu keberatan?”

Rania menatapnya tajam. “Nggak. Sama sekali nggak keberatan.”

Aidan mengangkat bahu, lalu melangkah pergi ke kamarnya. Rania hanya bisa menatap punggung yang menghilang di balik pintu. Ia mendesah pelan, menyesal telah turun dari kamar dan khawatir tentang pria itu.

---

Keesokan harinya, Larissa menemui Aidan di sebuah kafe. Mereka duduk di sudut ruangan, jauh dari keramaian. Larissa mengenakan dress hitam yang membalut tubuhnya dengan sempurna, rambutnya tergerai rapi. Aidan memperhatikannya sekilas, lalu kembali menyesap kopinya.

Larissa menatapnya lekat-lekat. “Aidan, kapan kamu menceraikan istrimu?”

Aidan tersedak. Ia terbatuk perlahan mendengar ucapan Larissa. Ia memilih diam dan tak menjawab. Matanya menatap Larissa dalam, berusaha memahami maksud ucapannya.

Larissa melanjutkan, “Aku tahu pernikahan kalian hanya kontrak. Aku tahu kamu nggak mencintainya. Jadi kenapa masih mempertahankan hubungan yang nggak ada artinya?”

Aidan menghela napas panjang. “Larissa, aku enggak bisa, setidaknya aku masih menghormati keputusan kakekku!”

Larissa meraih tangannya, menggenggamnya erat. “Kenapa nggak? Kamu tahu aku selalu menunggumu, kan? Aku ingin kita kembali seperti dulu. Tanpa ada Rania di antara kita.”

Aidan menarik tangannya pelan. Ia bersandar ke kursi, menatap Larissa dengan ekspresi sulit ditebak.

“Sekarang giliran kamu yang menunggku,” kata Aidan pada akhirnya. Saat ia ingin melanjutkan ucapannya, ekor matanya menangkap dua orang yang baru masuk ke dalam kafe itu. Matanya melebar, tidak percaya apa yang sedang ia lihat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 7 Ultimatum

    Aidan membeku di tempatnya. Tatapannya terkunci pada sepasang suami istri paruh baya yang baru saja memasuki kafe. Wajah mereka begitu familier, ayah dan ibunya.Larissa, yang duduk di depannya, menyadari perubahan ekspresi Aidan. Ia menoleh ke arah pintu dan melihat pasangan tersebut berjalan mendekat. Detik itu juga, Larissa merapikan rambutnya dan memasang senyum terbaiknya. Namun, yang ia dapatkan hanyalah tatapan tajam dari Nyonya Ratna, ibu Aidan.“Aidan.” Suara berat ayahnya, Pak Surya, terdengar tegas, nyaris tanpa emosi.Aidan berdiri, menelan ludah dengan susah payah. “Papa … Mama … kok bisa ada di sini?”“Mana Rania?” Nyonya Ratna melirik Larissa, lalu menatap putranya dengan dingin. “Mama mau ngomong sama kamu.”Larissa yang menyadari situasinya, mencoba bersikap ramah. “Tante, Om … apa kabar?” Ia mengulurkan tangan, tetapi tidak mendapat tanggapan dari orang tua Aidan. “Larissa, kamu pulang dulu,” bisik Aidan berusaha menyelamatkan wajah Larissa. Ia tahu, ini bukan saatn

    Last Updated : 2025-03-13
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 8 Terbakar

    Beberapa bulan menikahi Rania, Aidan tidak pernah menganggap wanita itu sebagai seseorang yang patut diperhatikan. Pernikahan mereka hanya sekadar formalitas dan ia tidak pernah merasa perlu memperhatikan kebiasaan atau tindak-tanduk istrinya itu. Namun, setelah ia kepergok jalan dengan Larissa oleh orang tuanya, mau tidak mau ia mulai menjalankan peran. Semua terjadi agar ia tidak dicoret dari kartu keluarga dan warisan sang kakek tetap jatuh ke tangannya. Pagi itu, ketika Rania tengah sarapan, Aidan duduk di seberang dengan secangkir kopi. Matanya tanpa sadar mengikuti setiap gerakan wanita itu. Rania tampak sibuk menuangkan teh ke dalam cangkir, kemudian meniup pelan sebelum menyesapnya. Ekspresi menikmati setiap tegukan. Rambutnya diikat asal, beberapa helai jatuh di sisi wajah, memberikan kesan santai, tetapi tetap anggun. Aidan mengerutkan kening. Mengapa baru sekarang ia menyadari detail itu? Kenyataan wanita di hadapannya lebih cantik dari Larissa. “Kenapa dari tadi ngeli

    Last Updated : 2025-03-26
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 9 Istriku

    Sore itu, Rania tiba lebih dulu di restoran yang telah disepakati bersama Reza. Rencana makan siang mereka gagal karena Reza harus meeting kembali dengan salah satu stafnya. Namun, pria itu tidak pernah ingkar janji, ia akhirnya mengajak Rania untuk makan malam.Reza memesan meja di dekat jendela. Dari sana Rania bisa menikmati pemandangan lampu kota yang mulai menyala. Ia merasa tenang karena bisa melepas penat setelah seharian bekerja, sekaligus Rania gunakan harus menyiapkan amunisi untuk mengahadapi Aidan ketika pulang nanti.Beberapa menit kemudian, Reza datang dengan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku seperti tadi pagi. Tidak ada yang berubah bahkan setelah seharian disibukan dengan pekerjaan. Penampilan Reza selalu rapi dan menawan. Ia tersenyum ramah seperti biasa ketika melihat Rania."Udah lama nunggu?" tanyanya sambil menarik kursi di hadapan Rania.Rania menggeleng. "Enggak, baru sampai juga."Reza membuka menu dan menatap Rania dengan santai. "Hari ini aku y

    Last Updated : 2025-03-27
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 10 Aneh

    Setiba di rumah, Rania memilih berdiam diri di kamar, sedangkan Aidan masih di ruang tengah, mondar-mandir tak jelas. Setelah percakapan mereka di mobil, suasana menjadi canggung. Mereka tak lagi saling bicara, padahal biasanya pun seperti itu. Namun, kali ini suasana itu membuat Aidan tidak nyaman. “Aidan rese, nyebelin!” umpat Rania dari balik selimut saat mengingat kejadian di mobil tadi. “Eh, tapi aku jadi ada ide buat ngerjain dia.” Ekspresi yang semua kesal berubah dengan ditariknya sudut sebelah bibirnya.Subuh-subuh buta saat Rania masih bergelung di dalam selimut, pintu kamarnya diketuk Aidan keras. Rania terbangun karena suara tersebut dan berjalan gontai menghampiri suaminya yang terus mengetuk tidak sabaran.“Apa?” tanya Rania dengan wajah mengantuk."Aku lapar, bikinin aku sarapan."“What?” Mata yang masih setengah terpejam tadi, melotot seketika."Aku mau sarapan. Buatin telur dadar sama roti bakar, ya. Pake keju. Sama kopi."Rania menghela napas. “Kamu gak lihat sekara

    Last Updated : 2025-04-12
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 11 Kejutan

    Belum sempat Rania bertanya lebih lanjut, suara itu membuat rasa penasaran Rania pupus. Bahkan saat ia ingin tahu, pria itu sudah memutus panggilan tersebut.“Tamu spesial? Kok kamu jahat banget sama aku, Dan. Kan, aku bilang jangan bawa wanita itu ke rumah, sesulit itukah?” ucapnya lirih dengan mata berkaca-kaca.Ia sama sekali tidak beranjak ke dapur untuk membuat makanan dan mengabaikan permintaan Aidan. Jika makanannya untuk wanita itu, sungguh ia tidak terima. Dengan perasaan jengkel Rania akhirnya tertidur. Di lain sisi, Aidan yang sedang bersama Larrisa tampak gelisah. Pria itu terus menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Beberapa kali ia menatap bilik tempat wanita yang sejak semalam merengkek minta dibelikan pakaian. “Gimana?” tanya wanita yang baru keluar dari fitting room dengan memakai dress merah potongan midi length dengan potongan leher berbentuk sweetheart dan belahan tinggi di bagian depan. Aidan terkesima, wanita di hadapannya tampak anggun berkali-k

    Last Updated : 2025-04-12
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 12 Sekamar Berdua

    “Apa?” Aidan dan Rania berseru bersamaan. Mata keduanya membulat saat mendengar keputusan Kakek Bima.“Aku bilang, aku mau tinggal di sini. Di rumah cucuku sendiri,” ulang Kakek Bima sambil melipat tangan di dada. Wajahnya menunjukkan keteguhan yang sulit digoyahkan.Aidan langsung berdiri dari sofa. “Tapi, Kek … kenapa harus di sini? Bukannya lebih nyaman di rumah Kakek yang luas dan penuh pelayanan itu? Di sini sempit, enggak nyaman. Kakek bisa bosan. Lagipula Rania masih belum terbiasa mengurus tamu yang tinggal lama.”“Tamu? Kakekmu kamu anggap tamu? Kamu pikir aku ke sini buat dimanjakan?” Kakek Bima menaikkan satu alis. “Aku ke sini karena ingin melihat langsung bagaimana kehidupan rumah tangga kalian. Jangan-jangan pernikahan ini cuma pura-pura, ya?”“Eh, enggak, Kek. Bukan gitu …” sangkal Aidan sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.“Lagian, kalian suami istri. Harusnya enggak masalah tinggal satu atap dengan keluarga, kan?” sahut Mama Aidan dengan senyum mencurigakan.

    Last Updated : 2025-04-13
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 13 Dua Dunia yang Bertabrakan

    Hujan masih mengguyur lebat saat Aidan memarkir mobilnya di depan sebuah kafe bergaya vintage di tengah kota, jauh dari kantornya. Tempat itu bukan favoritnya, tetapi Larissa sangat menyukainya dan hari ini, Larissa sedang dalam mode manja.“Udah tahu aku enggak bisa tidur semalam,” rengek Larissa saat menelepon pagi tadi, “kamu malah enggak datang. Pokoknya nanti malam kita dinner.”Aidan mengalah. Semalam adalah malam paling ganjil dalam hidupnya. Namun malam ini, ia mencoba melupakan semua itu dan kembali pada zona nyaman bersama Larissa.Begitu memasuki kafe, Larissa langsung melambai. Ia duduk di dekat jendela dengan secangkir cappuccino dan senyum manis. Wajahnya cerah seperti biasa, dengan rambut panjang tergerai dan riasan tipis yang membuatnya terlihat seperti aktris di drama Korea favoritnya.“Kamu telat lima menit,” ucap Larissa manja, meski senyumnya tak hilang. Ia mencium pipi kanan-kiri Aidan dengan mesra.Aidan duduk dan menghela napas mendapat perlakuan yang tidak beru

    Last Updated : 2025-04-13
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 14 Sepakat

    Aidan membuka pintu kamar dengan perlahan. Lampu temaram menyinari ruangan, menyorot sosok Rania yang tengah duduk di depan cermin, mengeringkan rambut dengan handuk. Rambutnya yang basah menjuntai di bahu, membasahi sedikit bagian belakang piyama yang dikenakannya. Aidan mendekat tanpa suara, lalu meraih handuk di tangan Rania."Biar aku saja," ucap Aidan pelan.Rania menoleh cepat, tampak kaget. Tatapan mereka bertemu dalam pantulan cermin. Mata Rania menatap ragu, tapi ia tak menolak. Aidan mulai mengusap pelan rambut Rania, gerakannya lembut dan penuh kehati-hatian."Kamu enggak perlu kayak gini, aku bisa sendiri, Aidan," gumam Rania."Aku tahu, tapi aku mau," jawab Aidan singkat.Hening menyelimuti mereka beberapa detik. Aidan fokus mengeringkan rambut Rania, dan perempuan itu membiarkannya, walau jantungnya berdegup tak karuan. Keheningan itu begitu aneh, tetapi juga membuat keduanya tenggelam dalam perasaan masing-masing. Tidak ada yang bicara, hanya suara tarikan napas dan det

    Last Updated : 2025-04-14

Latest chapter

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 33 Sepupu

    Rania melirik sekilas. “Ini … kamu yang nyiapin?”Aidan berjalan ke arah dapur tanpa menoleh. “Nggak mungkin kucing, kan.”Tidak ada nada hangat, tetapi Rania kini tahu mungkin itu cara Aidan menunjukkan perhatiannya. Tidak lama kemudian, Aidan kembali membawa semangkuk bubur dan secangkir teh. Ia meletakkannya di atas meja depan Rania.“Makan dulu. Dokter bilang kamu belum boleh makan yang aneh-aneh.”Rania menatap bubur itu dengan dahi berkerut lalu bergantian menatap Aidan yang duduk di seberang sambil membuka laptopnya. “Kamu masak?”Aidan mengangkat bahu. “Daripada kamu pesan makanan aneh terus, mending aku yang masak.”Nada suaranya tetap tenang, dingin, dan tidak ada basa-basi. Setelah makan, Aidan berdiri dan mengambil bantal kecil dari sofa.“Tidur di kamar. Nggak usah banyak gerak. Aku pindahin kerjaan ke rumah sementara, biar kamu nggak repot ngapa-ngapain.”“Tumben perhatian,” ucap Rania setenga

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 32 Perhatian

    Setelah pintu apartemennya tertutup rapat dan langkah Aidan terdengar menghilang di lorong, Larissa terduduk di sofa. Jantungnya berdegup kencang dengan tangan gemetar menahan napas yang tak beraturan.“Bodoh … aku bodoh banget …” desisnya sambil menepuk dahinya sendiri.Ia menggenggam foto Rania dengan tangan berkeringat, lalu bergantian menatap tulisan ancaman itu lagi. Tulisan yang bahkan ia tahu siapa penulisnya. Tidak semua orang bisa mengenalinya, tetapi ia kenal sangat baik. Tulisan tangan itu penuh tekanan, miring ke kiri, dan selalu sedikit berantakan.Larissa bangkit, ia melangkah ke kamar, dan tergesa mengganti. Disambarnya kunci mobil pemberian Aidan, ia harus menemui seseorang.Hampir menjelang pagi ketika Larissa menghentikan mobilnya di depan sebuah kafe kecil yang sudah tutup. Namun, lampu di lantai dua masih menyala. Ia mengetuk pintu belakang dengan ritme ketukan yang ia dan orang tersebut yang tahu. Tidak lama pintu pun terbuka

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 31 Curiga

    “Maaf, harusnya aku enggak biarin dia di sini,” gumam Rania.Aidan hanya menggeleng. “Bukan salah kamu! Dia aja yang kegatelan!”Ponsel Aidan tiba-tiba bergetar. Ia mengangkatnya dan menjauh sebentar. Tidak lama setelah menerima panggilan itua, ia kembali dengan tegang.“Aku baru dapet kabar dari orangku,” ucapnya sambil menatap Rania.Rania menatapnya bingung. “Kabar apa?”“Orang yang ngikutin kita malam itu, ternyata orang itu juga yang nabrak kamu.”Rania membelalak. “Serius?”Aidan mengangguk pelan. “Aku udah minta orangku urus semuanya. Kita akan tahu siapa yang nyuruh dia.”Rania menggenggam selimut erat. Ketakutan mulai mengalir ke dalam dirinya, hidupnya yang dulu aman-aman saja meski penuh derita, berubah dalam sekejap setelah menikah. Aidan menghampiri Rania dan mengecup keningnya.“Semua akan membaik,” ucapnya pelan.****Mobil hitam itu melaju cepat di lorong sempit pinggiran kota, melewati gang-gang kecil sebelum akhirnya berhenti di sebuah rumah tua yang tampak kosong. N

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 30 Rekan Kerja

    Pemandangan pagi Rania sudah beberapa hari ini adalah Aidan yang fokus dengan laptop dan tumpukan berkasnya. Ia menikmati dalam diam dan kepura-puraan. Aidan yang kacamatanya turun sedikit menoleh ke arah Rania yang curi-curi pandang. “Kenapa?”Belum sempat Rania menjawab, pintu ruang perawatan diketuk pelan.“Itu …” ucap Rania pelan sambil menunjuk ke arah pintu dengan dagu. Aidan menoleh sejenak dan tidak lama pintu pun terbuka menampilkan seorang wanita muda dengan blouse biru dan celana panjang hitam berdiri membeku di ambang pintu.“Permisi. Rania?” sapa perempuan itu hati-hati.“Tia?” Rania mendelik dan menatap Aidan bergantian dengan Tia. “Kamu ngapain?”Tia melirik sekeliling ruangan dengan takjub. “Astaga, ini kamar rumah sakit? Kirain kamar hotel bintang lima.”Ia berjalan cepat ke arah ranjang. “Kamu gimana kondisinya? Jujur aku tadi hampir enggak percaya kalau kamu dirawat di ruangan ini. Gila mewah banget,” cerocos Tia seperti kereta api.Rania hanya tersenyum canggung.

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 29 Aidan Aneh

    “Reza?” bentak Aidan. Seketika ia melangkah cepat, menarik bahu Reza dan mendorong pria itu menjauh dari Rania.Reza terpental sedikit ke belakang. “Aidan?!”“Lo ngapain cium-cium istri gue?” Suara Aidan tajam, penuh amarah.“Istri? Bukannya sepupu?” balas Reza pura-pura tidak tahu.“Dia istri gue. Nyonya Aidan!”Reza tertawa mencibir, berpura-pura tidak percaya.Rania menjerit kecil, “Stop! Tolong, kalian jangan berantem di sini. Aku pusing!”Aidan mendekat ke ranjang, merogoh saku untuk mengambil sapu tangan. Ia segera mengelap dahi istrinya yang tadi dicium Reza. “Kamu enggak apa-apa?”Rania mengangguk, masih tertegun dengan situasi ini.Aidan menatap Reza tajam. “Keluar dari sini. Sekarang!”Reza tidak bergeming. “Aku akan tetap di sini. Aku bosnya Rania.”Aidan hendak memukul Reza, tetapi mendengar Rania merintih, niat itu diurungkan. “Kamu ingat siapa yang nabrak?”

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 28 Cemas

    Suasana kantor pagi itu masih ramai oleh karyawan yang baru datang. Di ruangan lantai tiga, Reza duduk di ruangannya dengan mata terpaku ke layar laptop. Ia tengah menyiapkan materi presentasi untuk rapat penting siang nanti. Di luar ruangannya, Tia dan beberapa karyawan lain bergerombol dengan suasana sedikit panik. Wajah-wajah mereka terlihat serius. Reza mendongak saat samar-samar mendengar nama Rania disebut.“Iya tadi dari Mbak Ratna. Mbak Ratna ada di TKP, langsung dibawa ke RS,” ucap Tia ke temannya.Langkah Reza terhenti. Ia langsung bangkit dari kursinya dan membuka pintu.“Tia, ulangi. Siapa yang kecelakaan?” tanyanya cepat.Tia kaget melihat Reza berdiri di hadapannya. “R-Rania, Pak. Tadi katanya ojek yang ditumpanginya diserempet mobil di persimpangan. Saya dengar dari Mbak Ratna.”“Ratna HR kita? Dia kata siapa?”“Mbak Ratna ada di TKP, Pak.”Lalu tanpa pikir panjang Reza segera merogoh HP yan

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 27 Sakit?

    Rania merebahkan diri di samping Aidan. Matanya masih menatap langit-langit kamar yang temaram.“Kamu takut?” tanya Aidan tiba-tiba.“Enggak. Kenapa aku harus takut?”Aidan menoleh, ia penasaran tentang sikap Rania yang lebih tenang dari terakhir kali mereka bertemu.“Kamu kenapa?” tanya Aidan lirih saat Rania hendak memejamkan mata.“Hah?” Reflek Rania segera membuka mata dan memiringkan tubuhnya menghadap Aidan.“Aku? kenapa?” tanya Rania cepat dan penuh rasa penasaran.“Ah, enggak. Aku hanya penasaran kamu malam ini kenapa?”“Iya, maksudnya aku kenapa apanya?”“Ah, sudahlah. Tidur sana!”“Ck …” decak Rania. “Aneh!” Ia menarik selimut dan menutupi hingga ujung kepala. Aidan hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala.Aidan duduk di ujung ranjang dengan tubuh yang lelah, tetapi otaknya terus bekerja mencoba menganalisis apa yang terjadi malam itu dan siapa dalangnya. Ponselnya terus menampilkan feed dari kamera pengawas. Sesekali ia menoleh ke arah Rania yang sudah tertidur dengan n

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 26 Penguntit

    Di dalam mobil, hujan masih turun rintik-rintik. Wiper bekerja konstan, membelah tetes-tetes air di kaca depan. Aidan menyetir tanpa suara. Di sebelahnya, Rania juga tidak membuka pembicaraan. Ia masih menatap ke luar jendela, seolah pemandangan malam dan jalanan basah lebih menarik daripada percakapan yang sulit ditebak arahnya.Sampai tiba-tiba, Aidan tersadar sesuatu. Ia melirik ke spion tengah. Dahinya berkerut, sebuah sedan hitam tampak melaju stabil di belakang mereka. Lampunya redup, jarak yang tercipta pun cukup jauh dan tidak mencolok, tetapi kecepatannya cukup konsisten untuk menimbulkan curiga. Ia bolak-balik melirik spion samping. Mobil itu masih mengikuti.“Rania,” ucapnya pelan.Rania menoleh. “Ya?”“Kamu bawa HP?”“Bawa.” Rania mengeluarkan ponselnya dari tas.“Matikan lokasinya. Tolong matikan juga lokasi di HP-ku.” Tangan Aidan terulur dan menyerahkan HP yang sejak tadi diletakkan di laci mobil.

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 25 Dingin

    Rania sedikit terperanjat. Di balik kaca pintu utama kantor, Aidan berdiri dengan payung hitam di tangan. Rambutnya masih basah oleh gerimis. Ia mengenakan kemeja merah marun dan celana hitam formal, seperti biasa. Wajahnya datar, nyaris tanpa ekspresi. Rania berdiri pelan dan menghampiri, tanpa berkata apa-apa."Ayo pulang," ucap Aidan singkat.Rania mengangguk. Ia mengikuti langkah Aidan keluar tanpa banyak bertanya. Aidan memayungi mereka berdua. Hujan makin deras, tetapi keduanya hanya diam menyusuri trotoar menuju parkiran.Dari balik lift yang baru terbuka, Reza melangkah keluar bersama sahabat-sahabatnya yang sedang datang berkunjung. Ia refleks menoleh saat melihat sosok Rania berjalan berdua dengan Aidan di luar gedung yang hanya dipisahkan dengan dinding kaca yang cukup tebal."Kayaknya itu tim kamu, kan?" tanya Reza sambil menunjuk ke arah Rania dan Aidan."Kayaknya gue kenal laki-laki yang pegang payung deh. Mirip kayak Aidan anak Pak Bima, pewaris Bima Grup," ujar pria di

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status