Home / Rumah Tangga / Istri Bayangan Tuan Arogan / Bab 2 Rumah Tanpa Kehangatan

Share

Bab 2 Rumah Tanpa Kehangatan

Author: Miss han
last update Last Updated: 2025-03-08 12:06:31

Pagi menjelang dengan cahaya matahari yang malu-malu menyusup melalui celah tirai di kamar mereka. Rania terbangun meski semalam tidurnya hanya sebatas memejamkan mata, tidak benar-benar bisa tidur. Bayang-bayang pernikahan yang tanpa cinta masih bergelayut di benaknya. Malam pertama yang seharusnya menjadi awal baru bagi pasangan suami istri, justru diisi dengan kehampaan. Aidan pergi begitu saja, meninggalkannya sendirian dalam kamar yang terasa lebih dingin.

Dengan langkah malas, Rania melangkah ke dapur. Kebiasaannya selama ini di rumah bibinya adalah menyiapkan sarapan, dan ia tetap melakukan meski tak yakin apakah Aidan akan menyentuh masakannya. Ia menata meja makan dengan rapi, menyajikan nasi goreng sederhana, telur dadar yang matang sempurna, serta dua cangkir kopi. Setidaknya, jika Aidan pulang, ada sesuatu yang bisa ia santap.

Saat ia sibuk menata piring, suara pintu utama yang terbuka membuatnya menoleh. Aidan muncul di ambang pintu dengan wajah lesu. Rambutnya berantakan, kemeja yang ia kenakan saat pergi sudah hilang entah ke mana menyisakan kaos singlet putih. Wajahnya penuh kelelahan, tetapi tatapannya tetap tajam saat matanya bertemu dengan Rania.

Sejenak, hanya keheningan yang menyelimuti ruangan itu. Rania menelan ludah, mencoba menepis berbagai pertanyaan yang berkecamuk di kepalanya. Ia ingin tahu ke mana Aidan pergi, dengan siapa, dan apa yang membuat suaminya pulang dalam keadaan seperti ini. Namun, ia sadar posisi, menanyakan hal itu hanya akan memperburuk keadaan.

"Kamu sudah sarapan?" Rania bertanya pelan, suaranya terdengar begitu hati-hati.

Aidan menghela napas, lalu berjalan melewati Rania begitu saja tanpa menjawab. Ia duduk di kursi meja makan, menatap piring di depannya seolah tak bernafsu untuk menyentuhnya.

"Aku sudah menyiapkan sarapan," lanjut Rania, mencoba bersikap wajar. "Makanlah sedikit, kamu kelihatan lelah."

Aidan mengangkat wajahnya, menatap Rania dengan ekspresi datar. Kemudian, tanpa diduga, ia tertawa kecil. Tawa yang terdengar dingin dan menyakitkan.

"Kamu ingin berperan sebagai istri yang baik?" Suaranya sarat dengan ejekan.

Rania menggigit bibirnya, menahan kata-kata yang ingin ia lontarkan. Namun, ia tak ingin memperkeruh keadaan.

"Aku hanya ingin melakukan tugasku sebagai istri," jawab Rania akhirnya.

Aidan menyandarkan tubuhnya ke kursi, menatap Rania dengan mata yang sulit ditebak. "Dengar!" katanya kemudian, suaranya lebih serius. "Pernikahan ini hanyalah formalitas. Aku tidak pernah menginginkannya, dan aku yakin kamu juga tidak."

Kata-kata itu menghantam dada Rania seperti gelombang air bah. Meski sudah menebak arah pembicaraan ini, tetap saja hatinya masih terasa sakit mendengarnya langsung dari mulut Aidan.

"Aku paham," jawabnya lirih.

Aidan mendengus. "Bagus. Jadi jangan pernah berharap lebih. Aku tidak akan memberimu pernikahan seperti yang kamu bayangkan."

Rania menunduk, menekan gejolak di hatinya. Ia ingin bertanya, apakah Aidan benar-benar tidak bisa mencoba? Apakah semuanya sudah tertutup sejak awal? Namun, ia tahu, pertanyaan semacam itu hanya akan semakin membuatnya terlihat menyedihkan.

"Aku mengerti, Aidan," ujarnya pelan.

Aidan berdiri, mengambil jasnya yang ia letakkan di sandaran kursi. Sebelum pergi, ia menoleh sekali lagi.

"Satu hal lagi! Jangan pernah mencoba mencampuri urusanku. Jangan menanyakan aku pergi ke mana, dengan siapa, atau apa yang kulakukan. Aku pun tidak akan mencampuri urusanmu." Suaranya terdengar lebih dingin dari udara pagi yang menusuk. "Kamu hanya istriku di atas kertas. Tidak lebih!"

Setelah mengatakan itu, Aidan melangkah pergi, meninggalkan Rania yang masih berdiri di dekat meja makan dengan hati yang semakin lebur.

Langkah kaki Aidan menghilang di balik pintu, meninggalkan keheningan yang menyakitkan. Rania masih berdiri di tempatnya, kedua tangan menggenggam erat pinggiran meja makan seolah itu satu-satunya yang bisa menahan agar tak jatuh.

Kata-kata Aidan masih menggema dalam benaknya.

"Jangan pernah berharap lebih."

"Kau hanya istriku di atas kertas. Tidak lebih."

Rania mengatup bibirnya rapat. Sakit, tentu, tapi bukan itu yang membuat dadanya terasa sesak.

Ini bukan pertama kalinya ia menghadapi penolakan. Seumur hidupnya, ia telah terbiasa menjadi seseorang yang tidak diinginkan. Sejak kecil, ia tahu arti kesepian. Ia tahu bagaimana rasanya berjuang sendiri, tanpa ada yang benar-benar peduli apakah ia akan bertahan atau tidak.

Jadi, sikap Aidan tidak seharusnya mengejutkannya. Namun, tetap saja .…

Ia menutup mata, menarik napas dalam-dalam. Ia tidak punya siapa-siapa lagi dan tidak ada tempat untuk kembali.

Jika Aidan menginginkan jarak, maka ia harus belajar untuk berdiri di tengah kehampaan ini. Rania akan menerima takdirnya sebagai istri yang tidak diinginkan.

___

Aidan menutup pintu kamar dengan kasar, melempar jasnya ke atas ranjang tanpa peduli sekitar. Ia berjalan menuju kamar mandi, merasakan kepalanya berat.

Larissa .…

Semalaman ia bersama wanita itu. Wanita itu masih seperti dulu—anggun, manis, dan memiliki senyum yang selalu berhasil melembutkan hatinya. Namun, ada sesuatu yang berbeda. Kedekatannya terasa aneh. Entah mungkin karena status Larissa yang kini menjanda atau karena kehadiran Rania. Entahlah.

“Larissa …” gumamnya pelan.

Kenyataan bahwa Larissa yang sendiri belum bisa ia miliki lagi terasa lebih menyakitkan dari yang ia kira.

Aidan meraup wajahnya di bawah pancuran air. Ia ingin menghapus segala beban di kepalanya, ingin menghilangkan perasaan mengganjal yang terus menghantuinya sejak ia mengucapkan ijab kabul.

Pernikahan ini tidak pernah ia inginkan. Pernikahan ini hanya bentuk kepatuhan terhadap keluarganya. Tidak lebih.

Setelah beberapa saat, ia keluar dari kamar mandi, mengusap rambutnya yang basah dengan handuk. Matanya tiba-tiba menangkap sesuatu di atas ranjang. Pakaian kerja sudah tersusun rapi. Dilipat dengan sangat hati-hati. Untuk sesaat, Aidan hanya berdiri memandanginya. Ia tidak ingat pernah memintanya.

Ia tahu siapa yang melakukannya. Gadis itu. Rania. Aidan merasakan rahangnya mengatup kuat. Ia tidak tahu kenapa, tetapi sesuatu dalam dirinya merasa terganggu.

Tidak seharusnya wanita itu berusaha menjadi ‘istri’ baginya. Tidak seharusnya Rania peduli.

“Percuma kamu melakukan hal ini, aku tidak akan pernah luluh!”

Aidan tidak menyentuh pakaian itu. Ia hanya menatapnya sebentar, lalu berjalan menuju lemari, mengambil kaus hitam dan celana santai. Ia tidak butuh pakaian kerja hari ini. Ia sedang cuti, dan tidak akan membuang-buang energinya untuk hal yang tidak penting. Seperti istrinya.

Perlahan, ia mengenakan kausnya, kemudian melangkah keluar dari kamar. Rumah itu sunyi. Tidak ada suara televisi, tidak ada suara obrolan ringan, tidak ada kehidupan. Dingin, seperti yang ia inginkan.

Begitu ia sampai di ruang tengah, matanya menangkap sosok Rania yang sedang merapikan meja makan. Sarapan yang tadi sempat ia abaikan sudah hampir disingkirkan.

Aidan berjalan mendekat. Langkahnya lambat, tetapi penuh tekanan. Rania mengangkat kepala. Sejenak, tatapan mereka bertemu.

Aidan bisa melihat sorot mata wanita itu. Tenang di permukaan, tetapi ada sesuatu yang berusaha ia sembunyikan. Terluka?

Tidak.

Ia tidak peduli.

"Jangan lakukan itu lagi," suara Aidan rendah, nyaris berbisik.

Rania berkedip. "Lakukan apa?"

Mata Aidan melirik sekilas ke meja makan. "Berpura-pura menjadi istri yang baik."

Jemari Rania menegang di atas sendok yang sedang ia angkat.

Aidan menahan napas, menunggu responsnya. Tapi Rania tidak mengatakan apa pun. Ia hanya melanjutkan pekerjaannya, merapikan sisa sarapan seolah kata-kata Aidan tidak berarti.

Itu … mengganggunya.

Aidan tidak tahu kenapa, tetapi sikap Rania membuatnya merasa tidak nyaman. Ia lebih memilih jika wanita itu membela diri, menatapnya dengan marah, atau menangis karena tersinggung.

Bukan sikap diam seperti ini. Bukan sikap yang seolah tidak mengharapkan apa-apa darinya.

Aidan melangkah mundur, membiarkan Rania menyelesaikan pekerjaannya. Tanpa berkata apa-apa lagi, ia berjalan menuju ruang kerjanya.

Rania tetap berada di dapur atau di kamar, sementara Aidan menghabiskan waktu di ruang kerjanya. Tidak ada percakapan, tidak ada interaksi. Hanya kesunyian. Seperti dua orang asing yang terjebak dalam satu rumah. Namun, semakin lama, atmosfer di rumah itu semakin mencekam.

Mereka tahu keberadaan satu sama lain, tetapi mereka memilih untuk mengabaikan. Rania tidak keluar dari kamar kecuali untuk makan atau membersihkan rumah. Aidan tidak pernah berusaha mencari keberadaannya, tetapi entah kenapa, ia sedikit merasa terganggu bahwa wanita itu ada di sana.

Malam beranjak naik dan kesunyian di rumah semakin terasa.Hingga akhirnya, suara benda jatuh terdengar dari dalam kamar Rania.

Aidan, yang tengah duduk di sofa ruang tamu dengan laptop di pangkuannya, mengangkat kepala. Dahinya berkerut. Ada keheningan selama beberapa detik, lalu, terdengar suara rintihan yang tertahan.

Aidan menyadari sesuatu.

Ia tidak tahu penyebabnya, tetapi perasaannya mendadak tidak tenang. Ada sesuatu di balik pintu kamar itu. Sesuatu yang membuatnya tidak bisa mengabaikannya begitu saja.

Ia berdiri dan melangkah menuju kamar mereka. Kamar yang belum ia bagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 3 Tamu Tak Diundang

    Suara langkah Aidan terdengar beradu dengan lantai. Pintu kamar itu masih tertutup, tiba-tiba menyusup perasaan aneh ke dalam dirinya. Bukan kepedulian, bukan juga rasa khawatir, tetapi lebih kepada dorongan tak terjelaskan yang membuatnya ingin tahu apa yang terjadi dengan gadis yang kemarin ia nikahi.Saat tangannya menyentuh kenop pintu, Aidan sempat ragu. Namun, hanya sepersekian detik, ia pun mendorong pintu perlahan.Cahaya kamar temaram. Rania duduk di lantai, di dekat meja rias. Di sekelilingnya, beberapa benda berserakan. Aidan memperhatikan wajahnya yang pucat, matanya menatap lurus ke satu benda yang ada di tangannya. “Kamu kenapa?” tanya Aidan yang penasaran dengan apa yang Rania lakukan.Gadis itu buru-buru menyembunyikan benda yang tadi dipegangnya, dan berdiri. Saat ia berdiri terdengar suara rintihan yang keluar dari mulut Rania. Ia memijat kakinya perlahan. “Ada apa?” tanya Aidan sekali lagi.“Ah, tidak apa-apa tadi aku mau menyimpan pakaianku di dalam lemari, tapi

    Last Updated : 2025-03-09
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 4 Seseorang Dari Masa Lalu

    Bab 4 Seseorang Dari Masa LaluSetelah insiden pagi itu, Rania baru keluar kamar menjelang sore. Itu pun terpaksa karena perutnya sudah berbunyi sejak tadi. Rumah itu terasa sepi, tidak ada tanda-tanda keberadaan Aidan, apalagi Larissa. Ia tidak tahu apa yang terjadi antara keduanya setelah ia berlari ke kamar karena mendengar ucapan Larissa yang sangat klise dan berhasil membuatnya cekikikan di kamar.Rania menuju dapur dan mulai menyiapkan makan malam. Ia berencana akan membuat steak ayam crispy kesukaannya. Makanan mudah dan simpel yang sering ia buat saat di rumah bibi. Saat membuka kulkas, ia mendesah kecewa. Tidak banyak bahan tersisa di kulkas itu. Hanya ada beberapa telur, seikat sayuran, dan kornet. Mau tak mau ia pun akhirnya memutuskan membuat nasi goreng lagi. “Besok harus belanja, biar aku ga mati kelaparan di rumah ini,” gumamnya dengan nada kesal.Saat hidangan sudah siap, terdengar suara mobil yang masuk ke halaman rumah. Rania sudah bisa menebak, itu pasti Aidan.“Oh

    Last Updated : 2025-03-10
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 5 : Debaran Aneh

    Rania tersentak ketika merasakan sesuatu menimpanya. Belum sempat memahami situasi, ia mendapati dirinya terbaring di lantai dapur, dengan tubuh Aidan menindihnya. Dunia seperti melambat sejenak. Aroma khas parfum Woody oud yang digunakan Aidan tercium memenuhi indera penciumannya, napasnya masih sedikit terengah akibat jatuh mendadak. Wajah mereka begitu dekat hingga Rania bisa melihat dengan jelas bulu mata Aidan yang tebal, tatapan matanya yang membulat karena keterkejutan, serta garis rahangnya yang menegang. Lalu, ia mulai merasakan kehangatan di bibirnya.Rania membeku. Napasnya tertahan. Begitu juga Aidan. Detik itu juga, kesadaran menghantam mereka berdua. Mereka tidak sengaja berciuman.“Kalian?” teriak seseorang. “Oh my God! Aidaaaa!” Suara nyaring itu memecah keheningan. Kali ini baik Aidan maupun Rania bisa menebak siapa yang datang dan mengejutkan mereka.Rania dan Aidan spontan menoleh ke arah pintu dapur. Larissa berdiri di sana, matanya membelalak, ekspresinya campuran

    Last Updated : 2025-03-11
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 6 Pura-pura Peduli

    Brukk!Suara keras dari kamar sebelah membuat Rania tersentak. Ia mengerutkan kening dan menoleh ke arah pintu. Jantungnya berdebar tak menentu, antara kaget dan penasaran. Apa itu Aidan? Sedang apa dia? “Ada apa, Mas?” tanya Rania, masih memegang ponselnya.“Hm? Suara apa tadi?” Reza juga mendengar suara benturan itu dari telepon.Rania menggeleng pelan meski tahu Reza tidak bisa melihatnya. “Enggak tahu, Mas, mungkin dari kamar sebelah.”“Oh, sepupumu yang dulu sering kamu ceritakan?” tanya Reza.“Eh, iya, Mas, itu sepupuku.” Raina berusaha menyembunyikan kebenaran tentang pernikahannya.Reza tertawa kecil di seberang sana. “Jadi, kapan kita bisa bisa bahas proyek ini?”Rania melirik jam di ponselnya. Sudah hampir pukul sebelas malam. Ia seharusnya menolak atau setidaknya meminta waktu lain, tetapi … pikirannya terasa buntu, ada sesuatu yang mengusik perasaannya. Ia hanya ingin ditemani.“Besok mungkin pas jam kerja, kebetulan proyek yang kemarin sudah selesai,” jawabnya akhirnya.

    Last Updated : 2025-03-12
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 7 Ultimatum

    Aidan membeku di tempatnya. Tatapannya terkunci pada sepasang suami istri paruh baya yang baru saja memasuki kafe. Wajah mereka begitu familier, ayah dan ibunya.Larissa, yang duduk di depannya, menyadari perubahan ekspresi Aidan. Ia menoleh ke arah pintu dan melihat pasangan tersebut berjalan mendekat. Detik itu juga, Larissa merapikan rambutnya dan memasang senyum terbaiknya. Namun, yang ia dapatkan hanyalah tatapan tajam dari Nyonya Ratna, ibu Aidan.“Aidan.” Suara berat ayahnya, Pak Surya, terdengar tegas, nyaris tanpa emosi.Aidan berdiri, menelan ludah dengan susah payah. “Papa … Mama … kok bisa ada di sini?”“Mana Rania?” Nyonya Ratna melirik Larissa, lalu menatap putranya dengan dingin. “Mama mau ngomong sama kamu.”Larissa yang menyadari situasinya, mencoba bersikap ramah. “Tante, Om … apa kabar?” Ia mengulurkan tangan, tetapi tidak mendapat tanggapan dari orang tua Aidan. “Larissa, kamu pulang dulu,” bisik Aidan berusaha menyelamatkan wajah Larissa. Ia tahu, ini bukan saatn

    Last Updated : 2025-03-13
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 8 Terbakar

    Beberapa bulan menikahi Rania, Aidan tidak pernah menganggap wanita itu sebagai seseorang yang patut diperhatikan. Pernikahan mereka hanya sekadar formalitas dan ia tidak pernah merasa perlu memperhatikan kebiasaan atau tindak-tanduk istrinya itu. Namun, setelah ia kepergok jalan dengan Larissa oleh orang tuanya, mau tidak mau ia mulai menjalankan peran. Semua terjadi agar ia tidak dicoret dari kartu keluarga dan warisan sang kakek tetap jatuh ke tangannya. Pagi itu, ketika Rania tengah sarapan, Aidan duduk di seberang dengan secangkir kopi. Matanya tanpa sadar mengikuti setiap gerakan wanita itu. Rania tampak sibuk menuangkan teh ke dalam cangkir, kemudian meniup pelan sebelum menyesapnya. Ekspresi menikmati setiap tegukan. Rambutnya diikat asal, beberapa helai jatuh di sisi wajah, memberikan kesan santai, tetapi tetap anggun. Aidan mengerutkan kening. Mengapa baru sekarang ia menyadari detail itu? Kenyataan wanita di hadapannya lebih cantik dari Larissa. “Kenapa dari tadi ngeli

    Last Updated : 2025-03-26
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 9 Istriku

    Sore itu, Rania tiba lebih dulu di restoran yang telah disepakati bersama Reza. Rencana makan siang mereka gagal karena Reza harus meeting kembali dengan salah satu stafnya. Namun, pria itu tidak pernah ingkar janji, ia akhirnya mengajak Rania untuk makan malam.Reza memesan meja di dekat jendela. Dari sana Rania bisa menikmati pemandangan lampu kota yang mulai menyala. Ia merasa tenang karena bisa melepas penat setelah seharian bekerja, sekaligus Rania gunakan harus menyiapkan amunisi untuk mengahadapi Aidan ketika pulang nanti.Beberapa menit kemudian, Reza datang dengan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku seperti tadi pagi. Tidak ada yang berubah bahkan setelah seharian disibukan dengan pekerjaan. Penampilan Reza selalu rapi dan menawan. Ia tersenyum ramah seperti biasa ketika melihat Rania."Udah lama nunggu?" tanyanya sambil menarik kursi di hadapan Rania.Rania menggeleng. "Enggak, baru sampai juga."Reza membuka menu dan menatap Rania dengan santai. "Hari ini aku y

    Last Updated : 2025-03-27
  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 10 Aneh

    Setiba di rumah, Rania memilih berdiam diri di kamar, sedangkan Aidan masih di ruang tengah, mondar-mandir tak jelas. Setelah percakapan mereka di mobil, suasana menjadi canggung. Mereka tak lagi saling bicara, padahal biasanya pun seperti itu. Namun, kali ini suasana itu membuat Aidan tidak nyaman. “Aidan rese, nyebelin!” umpat Rania dari balik selimut saat mengingat kejadian di mobil tadi. “Eh, tapi aku jadi ada ide buat ngerjain dia.” Ekspresi yang semua kesal berubah dengan ditariknya sudut sebelah bibirnya.Subuh-subuh buta saat Rania masih bergelung di dalam selimut, pintu kamarnya diketuk Aidan keras. Rania terbangun karena suara tersebut dan berjalan gontai menghampiri suaminya yang terus mengetuk tidak sabaran.“Apa?” tanya Rania dengan wajah mengantuk."Aku lapar, bikinin aku sarapan."“What?” Mata yang masih setengah terpejam tadi, melotot seketika."Aku mau sarapan. Buatin telur dadar sama roti bakar, ya. Pake keju. Sama kopi."Rania menghela napas. “Kamu gak lihat sekara

    Last Updated : 2025-04-12

Latest chapter

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 11 Kejutan

    Belum sempat Rania bertanya lebih lanjut, suara itu membuat rasa penasaran Rania pupus. Bahkan saat ia ingin tahu, pria itu sudah memutus panggilan tersebut.“Tamu spesial? Kok kamu jahat banget sama aku, Dan. Kan, aku bilang jangan bawa wanita itu ke rumah, sesulit itukah?” ucapnya lirih dengan mata berkaca-kaca.Ia sama sekali tidak beranjak ke dapur untuk membuat makanan dan mengabaikan permintaan Aidan. Jika makanannya untuk wanita itu, sungguh ia tidak terima. Dengan perasaan jengkel Rania akhirnya tertidur. Di lain sisi, Aidan yang sedang bersama Larrisa tampak gelisah. Pria itu terus menatap jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Beberapa kali ia menatap bilik tempat wanita yang sejak semalam merengkek minta dibelikan pakaian. “Gimana?” tanya wanita yang baru keluar dari fitting room dengan memakai dress merah potongan midi length dengan potongan leher berbentuk sweetheart dan belahan tinggi di bagian depan. Aidan terkesima, wanita di hadapannya tampak anggun berkali-k

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 10 Aneh

    Setiba di rumah, Rania memilih berdiam diri di kamar, sedangkan Aidan masih di ruang tengah, mondar-mandir tak jelas. Setelah percakapan mereka di mobil, suasana menjadi canggung. Mereka tak lagi saling bicara, padahal biasanya pun seperti itu. Namun, kali ini suasana itu membuat Aidan tidak nyaman. “Aidan rese, nyebelin!” umpat Rania dari balik selimut saat mengingat kejadian di mobil tadi. “Eh, tapi aku jadi ada ide buat ngerjain dia.” Ekspresi yang semua kesal berubah dengan ditariknya sudut sebelah bibirnya.Subuh-subuh buta saat Rania masih bergelung di dalam selimut, pintu kamarnya diketuk Aidan keras. Rania terbangun karena suara tersebut dan berjalan gontai menghampiri suaminya yang terus mengetuk tidak sabaran.“Apa?” tanya Rania dengan wajah mengantuk."Aku lapar, bikinin aku sarapan."“What?” Mata yang masih setengah terpejam tadi, melotot seketika."Aku mau sarapan. Buatin telur dadar sama roti bakar, ya. Pake keju. Sama kopi."Rania menghela napas. “Kamu gak lihat sekara

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 9 Istriku

    Sore itu, Rania tiba lebih dulu di restoran yang telah disepakati bersama Reza. Rencana makan siang mereka gagal karena Reza harus meeting kembali dengan salah satu stafnya. Namun, pria itu tidak pernah ingkar janji, ia akhirnya mengajak Rania untuk makan malam.Reza memesan meja di dekat jendela. Dari sana Rania bisa menikmati pemandangan lampu kota yang mulai menyala. Ia merasa tenang karena bisa melepas penat setelah seharian bekerja, sekaligus Rania gunakan harus menyiapkan amunisi untuk mengahadapi Aidan ketika pulang nanti.Beberapa menit kemudian, Reza datang dengan kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku seperti tadi pagi. Tidak ada yang berubah bahkan setelah seharian disibukan dengan pekerjaan. Penampilan Reza selalu rapi dan menawan. Ia tersenyum ramah seperti biasa ketika melihat Rania."Udah lama nunggu?" tanyanya sambil menarik kursi di hadapan Rania.Rania menggeleng. "Enggak, baru sampai juga."Reza membuka menu dan menatap Rania dengan santai. "Hari ini aku y

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 8 Terbakar

    Beberapa bulan menikahi Rania, Aidan tidak pernah menganggap wanita itu sebagai seseorang yang patut diperhatikan. Pernikahan mereka hanya sekadar formalitas dan ia tidak pernah merasa perlu memperhatikan kebiasaan atau tindak-tanduk istrinya itu. Namun, setelah ia kepergok jalan dengan Larissa oleh orang tuanya, mau tidak mau ia mulai menjalankan peran. Semua terjadi agar ia tidak dicoret dari kartu keluarga dan warisan sang kakek tetap jatuh ke tangannya. Pagi itu, ketika Rania tengah sarapan, Aidan duduk di seberang dengan secangkir kopi. Matanya tanpa sadar mengikuti setiap gerakan wanita itu. Rania tampak sibuk menuangkan teh ke dalam cangkir, kemudian meniup pelan sebelum menyesapnya. Ekspresi menikmati setiap tegukan. Rambutnya diikat asal, beberapa helai jatuh di sisi wajah, memberikan kesan santai, tetapi tetap anggun. Aidan mengerutkan kening. Mengapa baru sekarang ia menyadari detail itu? Kenyataan wanita di hadapannya lebih cantik dari Larissa. “Kenapa dari tadi ngeli

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 7 Ultimatum

    Aidan membeku di tempatnya. Tatapannya terkunci pada sepasang suami istri paruh baya yang baru saja memasuki kafe. Wajah mereka begitu familier, ayah dan ibunya.Larissa, yang duduk di depannya, menyadari perubahan ekspresi Aidan. Ia menoleh ke arah pintu dan melihat pasangan tersebut berjalan mendekat. Detik itu juga, Larissa merapikan rambutnya dan memasang senyum terbaiknya. Namun, yang ia dapatkan hanyalah tatapan tajam dari Nyonya Ratna, ibu Aidan.“Aidan.” Suara berat ayahnya, Pak Surya, terdengar tegas, nyaris tanpa emosi.Aidan berdiri, menelan ludah dengan susah payah. “Papa … Mama … kok bisa ada di sini?”“Mana Rania?” Nyonya Ratna melirik Larissa, lalu menatap putranya dengan dingin. “Mama mau ngomong sama kamu.”Larissa yang menyadari situasinya, mencoba bersikap ramah. “Tante, Om … apa kabar?” Ia mengulurkan tangan, tetapi tidak mendapat tanggapan dari orang tua Aidan. “Larissa, kamu pulang dulu,” bisik Aidan berusaha menyelamatkan wajah Larissa. Ia tahu, ini bukan saatn

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 6 Pura-pura Peduli

    Brukk!Suara keras dari kamar sebelah membuat Rania tersentak. Ia mengerutkan kening dan menoleh ke arah pintu. Jantungnya berdebar tak menentu, antara kaget dan penasaran. Apa itu Aidan? Sedang apa dia? “Ada apa, Mas?” tanya Rania, masih memegang ponselnya.“Hm? Suara apa tadi?” Reza juga mendengar suara benturan itu dari telepon.Rania menggeleng pelan meski tahu Reza tidak bisa melihatnya. “Enggak tahu, Mas, mungkin dari kamar sebelah.”“Oh, sepupumu yang dulu sering kamu ceritakan?” tanya Reza.“Eh, iya, Mas, itu sepupuku.” Raina berusaha menyembunyikan kebenaran tentang pernikahannya.Reza tertawa kecil di seberang sana. “Jadi, kapan kita bisa bisa bahas proyek ini?”Rania melirik jam di ponselnya. Sudah hampir pukul sebelas malam. Ia seharusnya menolak atau setidaknya meminta waktu lain, tetapi … pikirannya terasa buntu, ada sesuatu yang mengusik perasaannya. Ia hanya ingin ditemani.“Besok mungkin pas jam kerja, kebetulan proyek yang kemarin sudah selesai,” jawabnya akhirnya.

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 5 : Debaran Aneh

    Rania tersentak ketika merasakan sesuatu menimpanya. Belum sempat memahami situasi, ia mendapati dirinya terbaring di lantai dapur, dengan tubuh Aidan menindihnya. Dunia seperti melambat sejenak. Aroma khas parfum Woody oud yang digunakan Aidan tercium memenuhi indera penciumannya, napasnya masih sedikit terengah akibat jatuh mendadak. Wajah mereka begitu dekat hingga Rania bisa melihat dengan jelas bulu mata Aidan yang tebal, tatapan matanya yang membulat karena keterkejutan, serta garis rahangnya yang menegang. Lalu, ia mulai merasakan kehangatan di bibirnya.Rania membeku. Napasnya tertahan. Begitu juga Aidan. Detik itu juga, kesadaran menghantam mereka berdua. Mereka tidak sengaja berciuman.“Kalian?” teriak seseorang. “Oh my God! Aidaaaa!” Suara nyaring itu memecah keheningan. Kali ini baik Aidan maupun Rania bisa menebak siapa yang datang dan mengejutkan mereka.Rania dan Aidan spontan menoleh ke arah pintu dapur. Larissa berdiri di sana, matanya membelalak, ekspresinya campuran

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 4 Seseorang Dari Masa Lalu

    Bab 4 Seseorang Dari Masa LaluSetelah insiden pagi itu, Rania baru keluar kamar menjelang sore. Itu pun terpaksa karena perutnya sudah berbunyi sejak tadi. Rumah itu terasa sepi, tidak ada tanda-tanda keberadaan Aidan, apalagi Larissa. Ia tidak tahu apa yang terjadi antara keduanya setelah ia berlari ke kamar karena mendengar ucapan Larissa yang sangat klise dan berhasil membuatnya cekikikan di kamar.Rania menuju dapur dan mulai menyiapkan makan malam. Ia berencana akan membuat steak ayam crispy kesukaannya. Makanan mudah dan simpel yang sering ia buat saat di rumah bibi. Saat membuka kulkas, ia mendesah kecewa. Tidak banyak bahan tersisa di kulkas itu. Hanya ada beberapa telur, seikat sayuran, dan kornet. Mau tak mau ia pun akhirnya memutuskan membuat nasi goreng lagi. “Besok harus belanja, biar aku ga mati kelaparan di rumah ini,” gumamnya dengan nada kesal.Saat hidangan sudah siap, terdengar suara mobil yang masuk ke halaman rumah. Rania sudah bisa menebak, itu pasti Aidan.“Oh

  • Istri Bayangan Tuan Arogan   Bab 3 Tamu Tak Diundang

    Suara langkah Aidan terdengar beradu dengan lantai. Pintu kamar itu masih tertutup, tiba-tiba menyusup perasaan aneh ke dalam dirinya. Bukan kepedulian, bukan juga rasa khawatir, tetapi lebih kepada dorongan tak terjelaskan yang membuatnya ingin tahu apa yang terjadi dengan gadis yang kemarin ia nikahi.Saat tangannya menyentuh kenop pintu, Aidan sempat ragu. Namun, hanya sepersekian detik, ia pun mendorong pintu perlahan.Cahaya kamar temaram. Rania duduk di lantai, di dekat meja rias. Di sekelilingnya, beberapa benda berserakan. Aidan memperhatikan wajahnya yang pucat, matanya menatap lurus ke satu benda yang ada di tangannya. “Kamu kenapa?” tanya Aidan yang penasaran dengan apa yang Rania lakukan.Gadis itu buru-buru menyembunyikan benda yang tadi dipegangnya, dan berdiri. Saat ia berdiri terdengar suara rintihan yang keluar dari mulut Rania. Ia memijat kakinya perlahan. “Ada apa?” tanya Aidan sekali lagi.“Ah, tidak apa-apa tadi aku mau menyimpan pakaianku di dalam lemari, tapi

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status