Arkan yang masih berdiri bengong di tempatnya menatap punggung Denita hingga hilang dari pandangan. Bertahun-tahun berkutat dalam urusan bisnis, sedikit banyak dia bisa membaca ekspresi yang tersemat di wajah Denita. Dan dia tahu dengan sangat baik kalau adik kandungnya itu pasti tidak akan main-main dengan ucapannya. Antara wanita yang telah melahirkannya atau Salsa? Siapa yang akan dia pilih? Pertanyaan ini membuat Arkan merenung lama. "Tsk! Sialan!" maki Arkan. Setelah merenung lama, dia tidak juga menemukan jawaban atas pertanyaan ini. Dua orang wanita ini sama-sama memiliki posisi penting di hatinya. Akan tetapi, kepentingan keduanya berbeda. "Mari lihat dulu apa yang bisa dilakukan oleh wanita itu!" gumam Arkan pada diri sendiri. Dia lalu menyeret langkahnya ke dalam rumah mewah itu. "Ma, lagi buat apa?" "Lagi merangkai bunga!" Percakapan yang sampai di telinga Arkan ketika sedang melewati ruang makan membuat kening Arkan berkerut. Entah apa yang menariknya, Arkan tiba-t
Denita tersenyum puas ketika melihat meja makan keluarga Hadiwijaya diisi dengan lobster dan berbagai macam makanan kesukaannya. Untuk yang pertama kalinya, hari ini Denita merasa menang atas Salsa.Mengabaikan ekspresi tak bernafsu Salsa membuat Denita bahkan lebih bahagia. Ternyata begini perasaan yang telah dirasakan Salsa selama bertahun-tahun pikirnya. "Aku nggak nyangka kalau kita benar-benar akan makan lobster malam ini," celetuk Denita ketika melihat menu yang ada di meja makan. Nada bahagianya sama sekali tidak tersamarkan. "Kamu suka?" tanya Ibu Herlina.Denita menanggapi dengan cara mengangguk cepat. "Suka!" jawabnya dengan manja sembari melangkah cepat menuju kursi yang tepat berada di samping Ibu Herlina. "Selalu berisik untuk hal-hal yang tidak perlu!" seloroh Pak Hendra yang sudah mengambil tempat di kepala meja. Denita langsung memasang wajah cemberut mendengar perkataan ini. Dia seharusnya bisa terbiasa dengan sikap dingin dari orang yang disebut ayah kandung ini.
Baik Denita maupun Franda tidak langsung melabrak Rafael dan Salsa begitu dua orang itu telah memasuki restauran. Mereka terlebih dulu membiarkan Rafael dan Salsa mengambil tempat duduk dengan bahagia, lalu memesan makanan, dan tertawa-tawa untuk entah topik apa yang sedang dibicarakan. Denita dan Franda terus mengawasi dua sejoli itu melalui sudut mata dari tempat duduk mereka. "Dia benar-benar tidak tahu malu!" dengus Franda sewot yang langsung dibenarkan Denita di dalam hati. "Lalu sampai kapan rencananya kita menonton mereka di sini?" tanya Denita dalam bisikan lirih. "Tunggu makanan mereka datang. Aku ingin mengguyur mereka berdua dengan apapun makanan yang mereka pesan!" ujar Franda dengan sengit. Bayangan klise ketika Salsa sedang diguyur air langsung bermain dalam benak Denita. Dia sendiri tidak pernah takut untuk melakukan hal itu kepada Salsa, tapi dia belum memiliki kesempatan dan dia juga tidak memiliki alasan yang cukup. Setelah menunggu selama 15 menit lamanya, mak
"Are you ok?" Denita bertanya basa-basi begitu dia tersadar dari keterpanaan atas insiden yang menimpa Franda baru saja. Sorot matanya menunjukkan keperihatinan yang sangat jelas. Sebagai tanggapan atas perkataan Denita itu, Franda otomatis terkekeh pelan. "Basa-basimu terlalu basi," ujarnya. Denita seketika meringis. Dia juga tahu ini. Akan tetapi, dia tidak bisa memikirkan kata yang tepat untuk diucapkan pada Franda dalam kondisi seperti ini. "Aku mau pulang. Kamu bagaimana?" tanya Franda setelah kecanggungan yang kaku di antara mereka. "Aku harus kembali ke kantor!" ujar Denita seraya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Oke. Kalau begitu, sampai jumpa kapan-kapan!" ucap Franda seraya melangkah menuju pintu masuk Restauran. Ditinggalkan sendirian, Denita melirik pada meja yang tadi dia duduki bersama Franda. Meja kosong itu membuatnya kembali meringis saat mengingat bahwa dia bahkan belum meneguk air barang setetes pun selama berada di tempat ini. Bahka
Denita pulang ke rumah ketika jarum jam menunjukkan pukul 10 malam. Dia baru saja selesai membahas mengenai pernikahannya dengan Dominic yang direncanakan akan digelar secara besar-besaran. Dengan langkah sempoyongan karena lelah, dia menjejakkan kaki selangkah demi selangkah memasuki rumah mewah Hadiwijaya. Kesibukannya sepanjang hari ini membuat Denita tidak mengetahui kalau keluarga Hadiwijaya sedang diselimuti gonjang-ganjing karena video viral yang tersebar siang tadi. "Kemana saja kamu baru pulang jam segini!"Suara teriakan keras itu menyambut Denita setibanya dia di ruang keluarga rumah mewah itu. Dengan alis terjalin rumit, Denita menatap ke arah ayah kandungnya. Tatapan mencela dia tunjukkan dengan terang-terangan. "Ada apa ini?" tanya Denita tidak mengerti. "Kamu sengaja berkolusi dengan orang luar untuk sengaja mencoreng nama baik keluarga Hadiwijaya 'kan?" tuduh Pak Hendra. Wajahnya yang merah padam menunjukkan betapa dia sedang diiliputi amarah. "Hah?" Denita masih
Pasca insiden viral yang menimpa Salsa serta hukuman 3 bulan tidak boleh keluar rumah telah membuat wanita itu memilih untuk bersikap patuh. Tentu saja Denita tidak mempercayai ketenangan mencurigakan yang ditunjukkan oleh Salsa dipermukaan. "Apa yang sebenarnya sedang wanita itu rencanakan?" Denita bertanya dalam gumaman samar pada diri sendiri. Namun, karena pertanyaan ini tidak ada yang bisa menjawab, Denita memilih untuk menyibukkan diri dengan tetek bengek rencana pernikahannya. Mengesampingkan untuk sementara segala hal tentang musuh bebuyutannya itu. Adapun setelah 3 bulan lamanya mempersiapkan pesta pernikahan impiannya, hari yang ditunggu Denita ini akhirnya tiba juga. Pukul 9 pagi tadi, dia sudah resmi menjadi istri sah seorang Dominic. Adapun sekarang, dia baru saja selesai mengganti gaun pengantinnya yang kedua untuk acara resepsi sebentar lagi. "Cie. Akhirnya sah juga ni ye!" Widia yang hari ini berperan sebagai bridesmaid-nya menggoda Denita yang telah tampil canti
"Natasya!"Debaran di jantung Denita seketika melonjak ketika mendengar Dominic memanggil nama ini. Dia sudah lama mendengar Dominic menyebutkan nama ini. Akan tetapi, ini pertama kalinya bagi Denita untuk melihat sosok yang nyata. Seorang wanita dalam balutan gaun selutut berwarna salem sedang berdiri di hadapan Dominic. Dari pengamatan yang dilakukan Denita secara sembunyi-sembunyi, wanita bernama Natasya ini tidak terbilang super cantik. Namun, wajahnya ayu dan lembut. Tampak seperti wanita baik-baik yang ramah serta hobi tersenyum, membuat siapa saja yang memandang tidak bosan. Dia tinggi semampai dengan kulit kuning langsat yang berkilau tampak sehat itu menunjukkan kecantikan khas Indonesia. "Akhirnya kamu bisa serius juga jadi orang. Aku pikir kamu akan terus main-main!" ujar Natasya disertai dengan kekehan ringan. Dia juga menepuk pelan bahu Dominic untuk menunjukkan keakraban mereka. "Kamu kapan kembali?" tanya Dominic mengabaikan kalimat Natasya baru saja. "Beberapa har
Terlalu lama memaksakan senyum sepanjang hari ini, wajah Denita terasa kaku begitu acara resepsi pernikahan berakhir. Malam pengantin yang seharusnya menjadi malam syahdu bagi mereka, justru berubah menjadi malam pengantin yang kelabu.Setelah menanggalkan gaun pengantin yang beratnya belasan kilo dari tubuhnya, Denita memilih untuk berendam lama. Dia sengaja berlama-lama bukan karena ingin mempersiapkan diri untuk malam pertama mereka. Namun, untuk menenangkan seluruh syarafnya yang tegang. Sepasang mata Denita terpejam dan tubuhnya merosot ke dalam bak mandi hingga hanya menyisakan kepala hingga leher. Berbagai macam pikiran acak pun berkecamuk dalam benak Denita. Terutama didominasi oleh ingatan akan kedekatan antara dirinya dan Dominic yang mulai terangkai dalam waktu beberapa bulan belakangan ini. Denita yang tadinya memiliki harapan akan mampu membuat Dominic takluk, tiba-tiba dihantam oleh rasa tidak percaya diri. Dia bahkan mulai bertanya-tanya, apakah dia harus menyerah? "