"Cama tuh ingin," "Eh, Cama tes aja dulu. Mubadzir, Capa udah belinya nahan malu tadi sebenarnya," ucap Fariz membuat Salma, membulatkan mata. "Aaaaelaah Capa! Kan bisa buat entar." Batin Salma khawatir juga sebenarnya dengan mengingat ucapan sahabatnya. "Ya entar beli lagi yang baru. Kan entarnya belum tahu kapan, takutnya udah kadaluarsa. Coba aja, Sayang! Udah atau belum, toh itu pasti yang terbaik, begitu kan?" ucap Fariz seraya menaikkan sebelah alisnya. "Arrgh, Cama jadi malu rasanya." Salma membalikkan badannya dengan memegang test pack. "Malu kenapa, sih? Kamu udah cocok kok kalau jadi ibu." Suara Fariz kini tepat tidak ada satu senti di telinganya kiri Salma. Dengan tangan Fariz yang melingkar di perut Salma, membuat situasi malu Salma semakin menjadi. Bukan hanya itu, namun tangannya tidak diam. Melainkan bergerak dan mengelus bagian perut Salma yang sangat mungil itu. "Capa … nggak kecewa kalau ternyata belum?" tanya Salma. Masih dalam posisi yang sama, lama-lama Sal
"Apa Cama?" Fariz serius. "Alhamdulillah, belum Capa. Tak apa-apa kan?" tanya Salma dalam batinnya lega. "Ooo, nggak apa-apa. Berarti sekarang belum waktunya, kita bicarain hadiah aja mendingan." Fariz menggandeng tangan istrinya ke ranjang mereka. "Jadi maksudnya begini. Capa kan, punya hotel, restaurant, apartemen, terus bisa nggak kalau Cama minta dibuatin panti asuhan?" tanya Salma juga menyampaikan yang ia maksud. "Wah, ternyata ini yang kamu mau. Boleh bangetlah. Besok Capa urus tempatnya yaa," Fariz tidak keberatan sama sekali dengan apa yang diminta istrinya. Salma juga sangat bersyukur bisa langsung digerakkan oleh Fariz. Salma menyampaikan rasa terima kasihnya kepada suaminya. Tidak hanya Salma, Fariz juga sangat berterima kasih dengan istrinya. Sekarang, Fariz baru merasakan, atas berbagai nasihat yang diberikan maminya Fariz ke Fariz mengenai seorang istri. Salma juga merasakan demikian. Dalam waktu itu, hati dan pikiran mereka terhanyut dalam nasihat dari ibu masing
"Kenapa tanyain itu?" tanya Fariz. "Ehm … siapa yang bilang pertanyaan itu tidak dibalas dengan pertanyaan." Salma menyindir suaminya yang dulu pernah berkata seperti itu saat ia bazar. "Ternyata, ingatan kamu juga dalam. Chefnya laki-laki semua," jawab Fariz. *** "Cama, bagaimana restoranku?" tanya Fariz setelah mereka beres makan. "Masya Alllah, Cama suka banget. Nyaman kok di sini," ucap Salma. Restoran Fariz belum lama berdiri. Kebetulan saat mereka selesai makan, datanglah karyawan Fariz bersama teman perempuannya. Ia tetap dengan penampilan yang sama. Bukan hanya penampilan namun juga dengan sikap yang sama. Fariz segera memalingkan wajah saat wanita itu mendekati. Ia tidak mau ribut dan membuat Salma menangis lagi. Sedangkan Salma, malah punya rencana tersendiri. Ia menyapa dengan ramah karyawan berbaju seksi yang bernama Nila tersebut. "Selamat siang Ibu Nila," sapa Salma. "Siang. Pak Fariz, akhirnya bertemu Bapak juga. Kita tadi ke rumah Bapak tahu untuk tanda tangan
"Lah, emang tujuan Salma kesini, Nil," jawab Salma. 'Parah! Kenapa aku tadi tidak baca dulu di depan tadi? Argh, istrinya Fariz ini bisa saja,' batin Nila kesal. "Aku kan udah janji mau beliin, kamu suka nggak yang ini? Atau gini aja, kamu coba pakai dulu. Entar biar lebih tahu cocoknya," ucap Salma. 'Gila! Dia pura-pura bodoh sekali. Sudah jelas ini nggak cocok,' batin Nila. "Mmm, yang celana aja, gimana?" tawar Nila. 'Ooo iya, kejauhan deh kalau pakai jubah. Aku cariin celana sama modelan yang buat kerja di kantor aja,' batin Salma. Salma masih mencari-cari. Setelah dapat, ia langsung memberitahu Nila. Nila, segera memakainya karena tiba-tiba pengunjung lumayan banyak dan seperti melihat aneh ke dia. Dan hanya dia sendiri yang tidak berhijab. Bukan hanya hijab, tapi pakaiannya yang minim dan seksi juga. Jadi, berawal dari malu dulu si Nila mau pakai pakaian itu. Itu rencana Salma juga sebenarnya. Ia sudah chat teman-temannya untuk datang ke butik tersebut. Karena Nila susah p
"Ikut aja, Neng," ucap salah satu karyawan. "Ikut dong, biar suami kamu lebih semangat lagi," ucap Arju. "Ehm … oke ikut," ucap Salma. *** Saat malam hari, Fariz pergi untuk mengurus mengenai panti asuhan. Sampai sekitar jam sepuluh malam, Fariz belum juga pulang membuat Salma jengkel dan khawatir. "Capa, masih ngapain?" tulisnya dalam chat. "Masih kompromi dengan arsitek," jawab Fariz dalam chat. "Laki-laki apa perempuan?" "Perempuan cantik," tulis Fariz membuat Salma bengong. "Capa suka?" "Suka dong," "(Emoji marah)" Salma menyesal dengan khawatirnya. Diperhatiin, ternyata suka dengan perempuan lain, dipuji pula. Salma tahu itu pasti suaminya ingin mengerjai Salma. Tapi ia tetap saja kesal. Seusai emoji marah, ia meninggalkan ponselnya dan mencari mertuanya. Karena tadi juga mertuanya yang menanyakan kenapa Fariz belum pulang. "Mi, Capa masih bersama arsitek cantik," ucap Salma. "Loh, ngomong apa kamu? Mana mungkin Fariz tega, Sal." Mami Reva nampak tak percaya. "Salm
"Mami dan papi udah tidur, Kak." Reca sangat manja dan nyelonong masuk ke kamar kakaknya. "Suud! Jangan keras-keras! Istri Kakak juga sudah tidur," ucap pelan Fariz. "Ooow, baiklah. Reca tengok dikit, boleh? Penasaran dengan Kak Salma," ucap Reca. "Kan udah tahu di foto, jangan sekarang kalau mau tahu. Entar kamu kaget loh, cantik banget," ucap Fariz seraya mengajaknya keluar. *** Saat Salma bangun akan tahajud, Fariz sudah bangun duluan ternyata. Bahkan, sudah bersarung dan berkopiah. Fariz sudah membangunkan dari tadi, tapi Salma tidak bangun-bangun. Jadinya, Fariz gunakan untuk berwudhu dan bersiap-siap dulu. Salma kaget dengan suaminya yang sudah berdandan itu ada di sampingnya. Ia segera bangun dan beberapa kali memastikan kalau itu memang Fariz. Beberapa hari yang lalu, Fariz, sangat malas yang namanya sholat malam. Tapi, Salma terus membujuknya sampai mau. Dan itu tidak satu hari, dua hari, tapi sekarang ia malah dengan sigapnya bisa bangun duluan padahal tidurnya sudah m
"Aku 22, Kak." jawab Reca. Mereka terus mengobrol. Salma bahagia, ternyata ia punya adik ipar, meskipun ia lebih tua tapi serasa seumuran. Ia juga bahagia ternyata yang menjadi arsitek panti itu Reca Mikamilny. *** "Cama Salma Ashana … istriku yang sangat aku cintai. Cama tentu lebih paham makna cinta yang sebenarnya. Capa mau bilang, cintai dan percayai Capa terus yaa … meski menyebalkan. Ekosistem Capa, belum bisa sebaik ekosistem Cama saat di pesantren. Perusahaan Zarzo Mikamilny, masih banyak kesalahan di dalamnya. Terutama kesalahan Capa yang sering marah-marah dan membentak. Tapi, Cama jadi pahlawan untuk Capa. Dari pribadi Capa sendiri, sampai karyawan seksi pun berubah mau intropeksi diri. Tau nggak, Cama? Capa tuh selalu saja ingin membuat Cama nyaman. Tapi terkadang, malah membuat Tom and Jerry kita kambuh. Mmmm, Capa rasa itu malah jadi keunikan kita sebenarnya asal diperban dengan baik. Satu butir kata yang sering tersebut, CAMA … Selama Capa bisa merasakan, menden
"Mmm, mungkin Reca perlu segera adaptasi lagi, Mi," ucap Salma. "Ya sudahlah, kamu ikut sekalian aja Sal. Biar bisa ngawasin nih si Reca supaya nggak berani bandel," ucap mami Reva. "Yeee, asyik sama Kak Salma. Tenang ajalah Mi, Reca itu udah nggak bandel saat nggak khilaf sih, hahaha … " tawa Reca dan mendapat senyum dari keluarganya. Akhirnya, Fariz pun ikut ke pantai. Kebetulan hotel Fariz berlokasi di dekat pantai Ancol. Mereka kira, tidak perlulah mereka mengawal Reca seperti anak kecil. Tapi diawasi dengan cara layaknya orang dewasa saja. Salma dan Fariz menunggu di hotel. Namun sebelumnya, mereka juga ikut ke pantai menikmati indahnya ciptaan sang kuasa. "Capa, kita pulang kan?" tanya Salma. "Ya pulanglah, masa mau tinggal di hotel terus," ucap Fariz dengan senyumnya. "Iiih Capa! Maksudnya, gak gitu kali." Salma menghela nafas. "Hahaha … kita menginap. Sekalian ngerasain tidur di hotel Capa sebelum kita tidur di hotel orang lain di Turki," jawab Fariz. Salma pun membala