"Sebentar, Cama lihat dulu," ucap Salma. Salma membuka pintu kamarnya yang lumayan menutup. Ternyata, ia kedatangan tamu. Dia senang sekali sahabatnya datang bersama gus Barra. "Freyaaaa, Gus Barra! Kenapa nggak langsung ketuk pintu? Bikin kaget aja, atauuu kalian nguping?" "Hahaha … sengaja," goda Freya. Freya dikasih tahu ayahnya kalau Fariz sedang sakit. Setelah ketahuan Salma, mereka masuk untuk menjenguk Fariz. Canda tawa pun terhias di kamar mereka. *** Setelah tiga hari Fariz beristirahat, ia kembali fit lagi. Seorang Salma yang mempunyai jiwa mandiri, kini sengaja manja dengan suaminya sendiri. "Cama, turun yuk sarapan!" ajak Fariz. "Tangan Cama sedang malas untuk menyuapkan ke mulut," ucap Salma. "Kan ada tangan Capa yang semangat. Entar Capa suapin deh." Fariz tahu niat terselubung Salma ingin dimanja. "Malas turun pula, makan di sini boleh nggak?" tanya Salma. "Boleh dong, Capa ambilkan dulu," ucap Fariz. Papi Vero dan mami Reva heran melihat Fariz turun sendiri.
"Untuk apa? Buang-buang waktu aja, kamu malu kalau mereka ada?" ucap Fariz. "Iyaaa …" jawab Salma. Fariz tak memperdulikan itu. Ia kembali mengangkat dan menggendong istrinya. Untung badan Fariz kuat dan besar. "Yah, Capa kok nekat sih? Aduh, Cama kelihatan banget manjanya entar," omel Salma. "Hahaha … sudahlah, yang penting sudah Capa gendong, bahagia, kan?" Tubuh Salma yang mungkin itu tidak menyulitkan Fariz untuk menggendong. Ternyata di bawah dan luar tidak ada mertua Salma. Ia sangat lega dengan hal tersebut. *** "Oh iya, Cama mau hadiah apa?" tanya Fariz. "Ehmm … kirain udah lupa. Cama minta anak kecil," ucap Salma membuat Fariz heran bin kaget bin bengong. "Anak kecil? Kan sedang berusaha kitanya," ucap Fariz. "Hahaha …" Salma tidak kuat untuk tidak tertawa. Kenapa jadi mengarah kesana? Karena Fariz sudah salah tangkap, sekalian Salma ingin menjebak suaminya dulu. Fariz masih tidak paham juga dengan tawa Salma. Permintaan yang sulit dipahami oleh Fariz. "Kenapa tert
"Cama tuh ingin," "Eh, Cama tes aja dulu. Mubadzir, Capa udah belinya nahan malu tadi sebenarnya," ucap Fariz membuat Salma, membulatkan mata. "Aaaaelaah Capa! Kan bisa buat entar." Batin Salma khawatir juga sebenarnya dengan mengingat ucapan sahabatnya. "Ya entar beli lagi yang baru. Kan entarnya belum tahu kapan, takutnya udah kadaluarsa. Coba aja, Sayang! Udah atau belum, toh itu pasti yang terbaik, begitu kan?" ucap Fariz seraya menaikkan sebelah alisnya. "Arrgh, Cama jadi malu rasanya." Salma membalikkan badannya dengan memegang test pack. "Malu kenapa, sih? Kamu udah cocok kok kalau jadi ibu." Suara Fariz kini tepat tidak ada satu senti di telinganya kiri Salma. Dengan tangan Fariz yang melingkar di perut Salma, membuat situasi malu Salma semakin menjadi. Bukan hanya itu, namun tangannya tidak diam. Melainkan bergerak dan mengelus bagian perut Salma yang sangat mungil itu. "Capa … nggak kecewa kalau ternyata belum?" tanya Salma. Masih dalam posisi yang sama, lama-lama Sal
"Apa Cama?" Fariz serius. "Alhamdulillah, belum Capa. Tak apa-apa kan?" tanya Salma dalam batinnya lega. "Ooo, nggak apa-apa. Berarti sekarang belum waktunya, kita bicarain hadiah aja mendingan." Fariz menggandeng tangan istrinya ke ranjang mereka. "Jadi maksudnya begini. Capa kan, punya hotel, restaurant, apartemen, terus bisa nggak kalau Cama minta dibuatin panti asuhan?" tanya Salma juga menyampaikan yang ia maksud. "Wah, ternyata ini yang kamu mau. Boleh bangetlah. Besok Capa urus tempatnya yaa," Fariz tidak keberatan sama sekali dengan apa yang diminta istrinya. Salma juga sangat bersyukur bisa langsung digerakkan oleh Fariz. Salma menyampaikan rasa terima kasihnya kepada suaminya. Tidak hanya Salma, Fariz juga sangat berterima kasih dengan istrinya. Sekarang, Fariz baru merasakan, atas berbagai nasihat yang diberikan maminya Fariz ke Fariz mengenai seorang istri. Salma juga merasakan demikian. Dalam waktu itu, hati dan pikiran mereka terhanyut dalam nasihat dari ibu masing
"Kenapa tanyain itu?" tanya Fariz. "Ehm … siapa yang bilang pertanyaan itu tidak dibalas dengan pertanyaan." Salma menyindir suaminya yang dulu pernah berkata seperti itu saat ia bazar. "Ternyata, ingatan kamu juga dalam. Chefnya laki-laki semua," jawab Fariz. *** "Cama, bagaimana restoranku?" tanya Fariz setelah mereka beres makan. "Masya Alllah, Cama suka banget. Nyaman kok di sini," ucap Salma. Restoran Fariz belum lama berdiri. Kebetulan saat mereka selesai makan, datanglah karyawan Fariz bersama teman perempuannya. Ia tetap dengan penampilan yang sama. Bukan hanya penampilan namun juga dengan sikap yang sama. Fariz segera memalingkan wajah saat wanita itu mendekati. Ia tidak mau ribut dan membuat Salma menangis lagi. Sedangkan Salma, malah punya rencana tersendiri. Ia menyapa dengan ramah karyawan berbaju seksi yang bernama Nila tersebut. "Selamat siang Ibu Nila," sapa Salma. "Siang. Pak Fariz, akhirnya bertemu Bapak juga. Kita tadi ke rumah Bapak tahu untuk tanda tangan
"Lah, emang tujuan Salma kesini, Nil," jawab Salma. 'Parah! Kenapa aku tadi tidak baca dulu di depan tadi? Argh, istrinya Fariz ini bisa saja,' batin Nila kesal. "Aku kan udah janji mau beliin, kamu suka nggak yang ini? Atau gini aja, kamu coba pakai dulu. Entar biar lebih tahu cocoknya," ucap Salma. 'Gila! Dia pura-pura bodoh sekali. Sudah jelas ini nggak cocok,' batin Nila. "Mmm, yang celana aja, gimana?" tawar Nila. 'Ooo iya, kejauhan deh kalau pakai jubah. Aku cariin celana sama modelan yang buat kerja di kantor aja,' batin Salma. Salma masih mencari-cari. Setelah dapat, ia langsung memberitahu Nila. Nila, segera memakainya karena tiba-tiba pengunjung lumayan banyak dan seperti melihat aneh ke dia. Dan hanya dia sendiri yang tidak berhijab. Bukan hanya hijab, tapi pakaiannya yang minim dan seksi juga. Jadi, berawal dari malu dulu si Nila mau pakai pakaian itu. Itu rencana Salma juga sebenarnya. Ia sudah chat teman-temannya untuk datang ke butik tersebut. Karena Nila susah p
"Ikut aja, Neng," ucap salah satu karyawan. "Ikut dong, biar suami kamu lebih semangat lagi," ucap Arju. "Ehm … oke ikut," ucap Salma. *** Saat malam hari, Fariz pergi untuk mengurus mengenai panti asuhan. Sampai sekitar jam sepuluh malam, Fariz belum juga pulang membuat Salma jengkel dan khawatir. "Capa, masih ngapain?" tulisnya dalam chat. "Masih kompromi dengan arsitek," jawab Fariz dalam chat. "Laki-laki apa perempuan?" "Perempuan cantik," tulis Fariz membuat Salma bengong. "Capa suka?" "Suka dong," "(Emoji marah)" Salma menyesal dengan khawatirnya. Diperhatiin, ternyata suka dengan perempuan lain, dipuji pula. Salma tahu itu pasti suaminya ingin mengerjai Salma. Tapi ia tetap saja kesal. Seusai emoji marah, ia meninggalkan ponselnya dan mencari mertuanya. Karena tadi juga mertuanya yang menanyakan kenapa Fariz belum pulang. "Mi, Capa masih bersama arsitek cantik," ucap Salma. "Loh, ngomong apa kamu? Mana mungkin Fariz tega, Sal." Mami Reva nampak tak percaya. "Salm
"Mami dan papi udah tidur, Kak." Reca sangat manja dan nyelonong masuk ke kamar kakaknya. "Suud! Jangan keras-keras! Istri Kakak juga sudah tidur," ucap pelan Fariz. "Ooow, baiklah. Reca tengok dikit, boleh? Penasaran dengan Kak Salma," ucap Reca. "Kan udah tahu di foto, jangan sekarang kalau mau tahu. Entar kamu kaget loh, cantik banget," ucap Fariz seraya mengajaknya keluar. *** Saat Salma bangun akan tahajud, Fariz sudah bangun duluan ternyata. Bahkan, sudah bersarung dan berkopiah. Fariz sudah membangunkan dari tadi, tapi Salma tidak bangun-bangun. Jadinya, Fariz gunakan untuk berwudhu dan bersiap-siap dulu. Salma kaget dengan suaminya yang sudah berdandan itu ada di sampingnya. Ia segera bangun dan beberapa kali memastikan kalau itu memang Fariz. Beberapa hari yang lalu, Fariz, sangat malas yang namanya sholat malam. Tapi, Salma terus membujuknya sampai mau. Dan itu tidak satu hari, dua hari, tapi sekarang ia malah dengan sigapnya bisa bangun duluan padahal tidurnya sudah m