Lauren sudah menyelesaikan urusannya di kamar mandi, kini perut nya terasa lebih nyaman dan bisa melanjutkan makan. Tetapi semakin langkah nya mendekati meja makan, telinga nya malah tidak sengaja mendengar obrolan mereka yang sepertinya bersangkutan dengan nya."Tapi kan Lauren istrinya Matthew, masa kamu suka sama Ipar kamu sendiri?" Suara itu dari Romi, tidak lama terdengar kekehan kecil seperti merasa tidak percaya sendiri, berusaha menutupi perasaan gugup nya.Matthias lalu kembali membuka suara. "Aku tahu, tapi.. Matthew juga menyia-nyiakan dia. Kasihan Lauren, banyak sekali yang Matthew sembunyikan dari dia. Lagi pula Lauren pantas dapat kebahagiaan lain, seperti dengan aku contoh nya," katanya percaya diri.Seulas senyuman terukir di bibir Lauren mendengar itu, hatinya tanpa bisa ditahan menghangat karena Matthias seperti sungguhan menyukai nya. Lauren bahkan tidak menyangka pria itu sampai akan menceritakan ini pada keluarga nya sendiri, apa tidak takut ya dilaporkan pada Mat
Sudah dari beberapa menit lalu Lauren dan Matthias saling mendiami, merasa bingung harus memulai obrolan dari mana. Suasana di sana sangat canggung. Sesekali Matthias melirik Lauren yang duduk di sebelah nya, dari tadi wanita itu menunduk seraya memainkan jemari tangannya.Dengan memberanikan diri, Matthias menggenggam tangan Lauren membuat wanita itu pun menatap nya. "Kamu mau dengar dari yang mana? Tanyakan saja, saya akan berusaha jawab kalaupun saya tahu," ucap nya dengan senyuman tipis, berusaha tidak memberikan tekanan. Hembusan nafas lirih keluar lewat celah bibir Lauren. "Apa benar Matthew sempat punya anak dengan Anne? Jadi sekarang Anne sedang hamil ya?" Inilah yang dari tadi terus mengganggu pikiran Lauren, merasa tidak bisa menahan rasa ingin tahunya lagi. Melihat pria di dekat nya itu menggangguk, membuat dada Lauren seperti dihantam sesuatu. Ternyata Ia tidak salah dengar, rasanya sakit sekali mengetahui kenyataan ini. Padahal Lauren sudah berusaha sekuat mungkin menah
"Kita mau kemana?" pertanyaan itu Lauren lontarkan lantaran Matthias tiba-tiba mengajaknya pergi padahal Ia sedang mengerjakan tugas. Sekarang mereka sedang di perjalanan, dan Lauren masih tidak tahu tujuan mereka.Matthias menoleh sekilas lalu kembali fokus menyetir. "Ke tempat proyek pengerjaan Matthew, sekalian saya mau cek sudah sejauh mana dia mengerjakan. Kamu juga sudah lama kan gak ketemu dia? Dia sudah berapa hari gak pulang?"Jika dihitung mungkin sudah mau empat hari Matthew tidak pulang, bahkan di kantor pun tidak bertemu. Lauren sih tidak masalah, malahan merasa senang karena jika bertemu mungkin Ia tidak akan tahan untuk menonjok wajah suaminya yang brengsek itu. Walaupun begitu, terkadang pria itu masih sesekali mengirim pesan memberitahu kesibukannya."Kayanya dia benar-benar ingin proyek besar ini berjalan sukses, makanya fokus ngerjain sampai ngorbanin banyak waktu," kata Matthias kembali membuka suara, kali ini Ia tidak terlalu ingin mengompori tahu jika suasana hat
Kecelakaan di tempat bekerja itu sudah biasa, apalagi sedang mengerjakan proyek bangunan tinggi. Tetapi Matthew merasa frustasi karena baru kali ini musibah menimpa nya, Ia sebagai pemimpin tentu saja yang paling besar tanggung jawab nya. "Selama dua minggu ini semua baik-baik saja, baru kali ini saja ada kecelakaan begitu," ujar Matthew seraya mengusap wajahnya kasar, tanda sedang frustasi. Apalagi Ia sudah dikabari bawahannya, jika pekerja yang jatuh dari lantai atas gedung itu meninggal karena kehabisan darah. Matthias mendekat lalu menepuk pelan bahu adiknya berusaha menenangkan. "Tenang lah, jangan terlalu dipikirkan karena akan berpengaruh ke masa depan proyek kamu. Tetap lanjutkan saja, tapi kamu juga harus ganti rugi pada keluarga korban sebagai kompensasi," ujar nya. Mengingat itu, membuat Matthew meringis pelan karena baru teringat. Sial, kenapa bisa-bisanya Ia melupakan membuat kontrak di atas matrai perjanjian dahulu dengan para pekerjanya ya? Matthew terlalu gegabah, b
Ternyata masalah yang terjadi di proyek pembangunan yang ditanggung jawabi Matthew cukup rumit. Belum selesai satu, masalah lain sudah datang membuat pria itu dibuat frustasi sendiri. Tidak menyangka masalah akan datang di pertengahan, padahal saat awal semua lancar-lancar saja. Siang itu, Matthew memutuskan datang ke kantor untuk bertemu Kakak nya. "Pak Matthias ada kan di dalam?" tanya Matthew pada sekertaris berkaca mata itu. "Ada Pak, kebetulan di dalam juga ada Bu Lauren. Sepertinya mereka sedang makan siang bersama," jawab sekertaris itu ramah. Kernyitan terlihat di kening Matthew saat mendengar itu, tidak menyangka kedekatan di antara istri dan Kakak nya malah semakin lengket. Ia sudah lama tidak memperhatikan mereka karena terlalu sibuk dengan proyek nya, Matthew merasa kecolongan membuat nya jadi berpikir aneh-aneh. Dengan perasaan berdebar, Matthew pun membuka pintu ruang kerja itu begitu saja tanpa mengetuk nya dahulu. Pandangannya langsung tertuju ke arah sofa, dimana d
Selepas mengobrol panjang dengan Kakak nya, Matthew ingin bertemu dulu dengan istrinya. Mereka sudah beberapa hari tidak bertemu karena Ia yang terlalu sibuk mengurus proyek. Sayangnya saat baru bertemu lagi malah terlibat pertikaian kecil karena Ia yang cemburu, padahal Matthew sangat rindu dengan Lauren. Saat memasuki ruang kerja Lauren, Matthew sempat menjadi perhatian beberapa orang yang menyadari kehadiran nya. Ia hanya bersikap acuh, memperhatikan sekitar mencari sang istri. Setelah menemukannya, berjalan pelan mengendap ingin mengejutkan. Benar saja saat Ia peluk leher Lauren dari belakang, tubuh perempuan itu tersentak terkejut. Kepala Lauren menoleh ke samping untuk melihat, hembusan nafas kasar keluar lewat celah bibir nya karena ternyata itu adalah suaminya. Jujur saja Lauren sempat mengira Matthias, tapi tidak mungkin kan pria itu se-nekad itu? "Matthew, aku kira siapa. Kamu belum pulang?" tanyanya seraya melepaskan tangan pria itu yang sempat memeluk leher nya. "Belum,
Kejadian se-malam dimana Matthias dan Lauren yang terciduk sedang bermesraan di dapur oleh mbok Tati membuat dua orang itu tidak bisa tenang. Lauren lah yang terlihat jelas, perempuan itu pagi ini jadi banyak diam dengan kepala menunduk. Sedangkan Matthias? Bersikap tenang dan santai, walau di dalam hati ada sedikit was-was."Selamat pagi semuanya, aku pulang!" sapa Matthew dengan suara menggema nya, membuat perhatian semua orang di meja makan teralih pada pria yang baru pulang lagi itu.Matthew terlebih dahulu menghampiri Mama nya yang selalu tersenyum hangat pada nya, menyalami tangan dan mengecup kening nya sayang. "Gimana kabar Mama selama aku gak pulang ke rumah? Baik, kan?" tanya Matthew yang selalu berlagak menjadi anak berbakti."Mama baik kok, sehat juga. Kamu memang sesibuk itu ya sampai gak pulang-pulang? Padahal jarak dari proyek ke rumah juga cuman satu jam." Mama nya sesekali melirik Lauren yang terlihat acuh dan tetap sarapan. Sebenarnya yang Ia pikirkan menantu nya itu
Ada perasaan mengganjal di hati Lauren setelah kejadian tadi di meja makan. Hatinya merasa tidak nyaman saat mertuanya meminta Matthias untuk segera menikah. Apakah Ia cemburu dan merasa tidak rela? Jika pun begitu, berarti Lauren memang sudah jatuh hati pada Kakak Iparnya itu."Lauren, kenapa diam saja dari tadi?" tanya Matthias seraya mengusap telapak tangan wanita itu yang berada di atas pangkuan. Membuat Lauren yang dari tadi menatap keluar kaca mobil pun beralih menjadi kepadanya. "Kalau kamu kepikiran perkataan Mama tadi, jangan dianggap serius, abaikan saja," lanjut nya.Ternyata pria itu sangat peka, membuat Lauren sedikit malu karena perasaannya tidak bisa disembunyikan. Lauren lalu berusaha tersenyum. "Tapi kata Mama ada benar nya juga, sudah waktunya Kakak menikah," ucap nya dengan tidak ikhlas."Ya sudah kalau begitu, jadi kapan kamu mau menikah dengan saya?"Kedua bola mata Lauren terbelak mendengar itu, Ia bahkan sampai tersedak ludahnya sendiri sanking salah tingkah nya
"Selamat Pak Matthias, bayinya jenis kelamin laki-laki. Tampan dan sehat," ujar Dokter Lina yang sedang menggendong bayi nya yang sudah di bersihkan dan diselimuti kain hangat. Dengan hati-hati Dokter Lina mengalihkan gendongan bayi itu darinya menjadi ke pangkuan Matthias. Melihat pria itu yang terlihat kikuk dan takut-takut, membuat nya tersenyum geli. Seperti biasa, suami dari para pasien nya selalu bereaksi seperti itu. Setelah memastikan bayi itu di gendongan orang tuanya, Ia dan suster pun memutuskan keluar memberikan waktu. Tatapan Matthias terlihat dalam pada bayi di pangkuan nya, matanya masih terpejam tapi tidak tidur karena terus menggeliat kecil. "Hei, em kenalkan aku Papa kamu," bisik nya memperkenalkan diri, membuat Lauren yang mendengar nya terkekeh kecil. Ternyata suaminya itu masih kikuk, lucu sekali. "Sayang kemarilah, aku juga mau lihat baby," panggil Lauren seraya melambaikan tangan nya, dan Matthias pun mendekati ranjang. Sedikit merendahkan tubuh nya supaya i
Setelah Matthew diperiksa lebih lanjut, ternyata benar jika psikis adiknya itu sedikit terganggu. Dokter yang menangani nya mengatakan semua terjadi karena pria itu yang terlalu stress memikirkan banyak hal, dan yang paling utama adalah luka batin nya yang ditinggalkan orang tercinta. Akhirnya Matthias pun memutuskan mengobati adiknya itu di luar negeri, dengan persetujuan Mama nya juga."Aku gak nyangka Matthew akan sampai begini, tapi kenapa? Aku jadi ngerasa orang jahat karena sudah buat dia begitu, apa kita terlalu berlebihan?" gumam Lauren membunuh keheningan di dalam mobil. Mereka di perjalanan pulang dari bandara, telah mengantar Matthew ke Singapura.Matthias menghela nafas nya pelan, lalu menggenggam tangan istrinya membuat perhatian wanita itu yang dari tadi tertuju keluar menjadi ke arah nya. "Tidak berlebihan kok, hukuman itu memang pantas dia dapatkan. Sekarang dia baru merasakan menyesal, sedangkan dulu menyiakan kamu," ujar nya.Memang benar sih yang dikatakan Matthias,
Selama Lauren di sekap di tempat tinggal Matthew, pria itu memang tidak bertindak kejam atau menyakiti nya. Malahan sikap Matthew sangat perhatian dan memperlakukan nya dengan baik, memberikan apapun yang Lauren inginkan kecuali permintaannya untuk pulang. Lauren terus berdoa di dalam hati semoga suaminya bisa segera menemukan nya.Brak! "Matthew sialan, kamu dimana? Dimana Lauren hah? Dasar bajingan, kurang ajar!"Suara keributan di luar kamar membuat tidur nyaman Lauren terganggu. Suasana kamar yang ditempatinya gelap, tapi Lauren masih bisa melihat jelas jam di dinding yang sekarang menunjukkan pukul empat pagi. Mendengar keributan di luar semakin keras, membuatnya memutuskan beranjak untuk mengecek.Saat Lauren membuka pintu kamar, Ia dikejutkan melihat beberapa orang di ruang utama. Tidak, lebih tepat nya dua orang yang sedang berkelahi di tengah. Melihat jika salah satunya adalah suaminya, membuat Lauren bergegas mendekat untuk memisahi. Tetapi seorang pria berbadan besar langs
Perlahan kelopak mata Lauren terbuka, menunjukkan bola mata kecoklatan nya yang indah. Ringisan pelan terdengar dari bibir nya merasakan pusing yang sangat di kepala. Saat menyadari sesuatu, repleks tangannya menyentuh perut nya dan bernafas lega karena masih besar dan Ia tidak merasakan sakit di sana. Dengan perlahan Lauren mendudukan tubuh nya, memperhatikan kamar yang dominan sekali dengan warna hitam. Sudah dapat dipastikan ini bukan di rumah nya, jadi kemana Matthew membawanya? Lauren ingat kejadian sebelum Ia pingsan, tidak menyangka mantan suaminya akan bertindak se-nekad ini. Bukankah sangat berlebihan? Ceklek! "Oh kamu sudah bangun? Kebetulan banget, aku bawain kamu makan siang," sapa Matthew yang masuk ke dalam kamar nya seraya membawa nampan. Senyuman cerah terlihat di bibir pria itu, berbeda sekali ekspresi nya dengan saat di rumah Lauren. Melihat pria itu mendekat, membuat Lauren bersikut sedikit menjauh memberikan jarak. Bagaimana pun Ia harus tetap hati-hati. "Kamu
Rumah mewah dengan gaya khas Eropa menjadi hadiah pernikahan yang Matthias berikan untuk sang istri. Lauren dibuat terkagum sendiri dan langsung suka, apalagi halaman nya sangat luas membuatnya sudah membayangkan akan membuat taman bunga yang beragam. Selang sebulan setelah keduanya resmi menjadi pasutri, Lauren langsung hamil. Matthias yang dari awal memang sudah posesif, kini sudah semakin meningkat menjadi protektif dan memerintahkan pada pelayan di rumah menjaga istrinya itu selama dirinya bekerja. "Kok wajahnya cemberut gitu hm? Semangat dong, kan mau berangkat keluar kota," tanya Lauren bingung memperhatikan ekspresi wajah suaminya pagi ini. Ia sedang memasangkan dasi, sudah menjadi kebiasaan. Helaan nafas panjang keluar lewat celah bibir Matthias, tangannya lalu memeluk pinggang ramping Lauren menarik nya agar menempel di tubuh nya. "Gimana aku gak sedih sayang mau ninggalin kamu? Gak tahu kenapa, perasaan aku gak enak," jawab nya dengan sorot mata dalam. "Hei jangan ngomon
"Bagaimana para saksi, sah?" tanya si penghulu setelah Matthias mengucap ijab kabul nya dengan lantang dalam satu tarikan nafas.Semua orang di ruangan itu yang menyaksikan pun langsung mengangguk menjawab sah, setelah itu si penghulu pun langsung membacakan doa untuk pasangan pengantin baru itu, membuat kelegaan terasa di hati semua orang. Apalagi pada Lauren dan Matthias. Akhirnya keduanya bersama dalam ikatan yang sah, setelah ini tidak ada lagi yang bisa memisahkan."Silahkan memasangkan cincin ke pasangannya masing-masing," kata penghulu itu setelah selesai membacakan doa.Lauren dan Matthias pun duduk menghadap satu sama lain, tersenyum malu-malu saat pandangan bertemu. Para fotografer dan para tamu pun ikut mengabadikan moment menyoroti adegan romantis itu, terlihat senyuman di bibir semua orang juga tanda mereka ikut senang. Setelah pasangan pengantin itu selesai memakaikan cincin, Matthias pun tidak lupa mengecup kening istrinya membuat keluarganya bersorak menggoda."Mas ih
Hanya selang seminggu setelah sidang perceraian nya, Lauren mulai disibukkan dengan persiapan pernikahan nya. Bagi Lauren ini terlalu cepat, tapi Matthias terus mengatakan tidak ingin berlama-lama pacaran dan mengikatnya dalam hubungan lebih sakral. Awalnya pria itu ingin menyelenggarakan pernikahan mewah, tapi setelah perbincangan panjang akhirnya hanya dihadiri orang terdekat saja. Lauren memperhatikan penampilan nya di cermin. Bibir nya mengulas senyum tipis melihat Ia malam ini sudah rapih dan cantik dengan dress formal. "Huft kenapa rasanya deg-deg an banget ya mau ketemu Mama Alisya? Dulu kayanya gak begini," gumam nya seorang diri seraya menyentuh dada nya, bisa merasakan detakan cepat di sana. Apa mungkin karena Ia akan dikenalkan sebagai calon menantu? Lucu sebenar nya, padahal dulu sudah pernah mendapat gelar itu dari orang yang sama, hanya saja kini pasangannya berbeda. Walaupun Matthias selalu meyakinkan nya jika Alisya pun tidak masalah dengan hubungan mereka, tapi teta
Satu bulan sudah berlalu, bagi Lauren beberapa hari ke belakang cukup melelahkan bagi batin dan tubuh nya. Apalagi mengurusi perceraian nya dengan Matthew, butuh banyak usaha supaya pria itu mau mendatangani surat cerai. Dan akhir nya, hari yang dinantikan nya pun datang. Hari ini Ia resmi bercerai dengan Matthew."Are you okey, honey?" tanya Matthias di sebelah nya, pria itu mungkin bisa mendengar helaan nafas berat nya tadi. Lauren pun membalas tatapan nya dengan senyuman tipis, seolah mengatakan jika dirinya baik-baik saja.Lauren hanya merasa lega setelah hakim pemimpin sidang itu mengetuk palu menandakan ikatan dirinya bersama Matthew sudah terputus. Selama dirinya dalam masa penyembuhan, Matthias pun selalu setia di samping nya, membuat Lauren tidak terlalu larut dalam kesedihan.Ternyata janji pria itu benar-benar terbukti, Lauren sudah tidak ragu lagi membuka hati nya untuk Matthias.Setelah sidang berakhir, semua orang di dalam pun beranjak keluar. Siang ini cuaca terlihat ce
Saat Lauren sedang bersih-bersih apartemen, perhatiannya teralih ke arah pintu mendengar suara kode di tekan beberapa kali menandakan ada yang masuk. Benar saja, tidak lama seseorang itu masuk seraya menunjukkan kresek belanjaan nya tinggi. Lauren pun memutuskan menghentikan dahulu kegiatannya dan menghampiri Matthias. "Loh sudah bersih lagi aja apartemen nya, apa kamu yang bersihin dari tadi pagi?" tanya Matthias memperhatikan sekitar yang dulu menjadi tempat tinggal nya. Ingat sekali kemarin masih berdebu walau tidak se-kotor itu juga, sanking jarang nya Ia tempati. "Hehe iya, habisnya aku bosen rebahan terus, kan mending bersih-bersih biar nyaman," jawab Lauren dengan senyuman cerah nya. Matthias lalu memperhatikan penampilan wanita itu dalam diam. Buliran keringat terlihat di kening Lauren, menandakan lelah nya telah bekerja seharian. Pandangannya lalu turun lagi dan malah berlama-lama di dada atas Lauren yang terbuka karena menggunakan kaos cukup rendah. Tangannya gatal sekali