Share

Ipar Rasa Istri
Ipar Rasa Istri
Author: amirachan

1

Author: amirachan
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Ve, kamu gajian kan hari ini jangan lupa transfer sebagian ke mba Andin ya." Ujar mas Adam saat aku sedang menyuapkan nasi goreng pagi ini sebelum berangkat ke cafe tempat aku mengumpulkan rupiah. Rusak sudah mood-ku pagi ini mendegar kalimat dari lisan suamiku sendiri.

Mba Andin adalah kakak iparku, suaminya dan suamiku bersaudara. Mereka hanya dua saudara, tapi takdir mas Nizam menjadi korban kecelakaan tunggal saat pulang dari tempat kerja. Dan ia meninggalkan dua anak laki-laki dan perempuan yang masih kecil. Andara yang saat ini berusia tujuh tahun persiapan masuk sekolah dasar dan Sagita adiknya yang berusia lima tahun berbarengan masuk ke taman kanak-kanak.

“Bukannya sudah kamu transfer kemarin untuk jatah bulanannya mba Andin?” tanyaku pada mas Adam sambil merapihkan piringku. Selera makanku pagi ini telah menguap entah kemana berganti emosi. Sedang mas Adam masih menikmati sarapannya seperti tak merasa bahwa ucapannya tadi sangat merusak suasana hatiku.

“Iya kan itu buat dapur mereka, semalem mba Andin telepon nanya kamu udah gajian belum? Ya aku jawab, biasanya Vera gajian tanggal dua puluh tujuh. Berarti besok, katanya mau minta buat biaya daftar sekolah Andara sama Sagita.” Jelasnya setelah ia menyelesaikan sarapan dan meneguk teh hangatnya.

“Lancang banget sih, ngurusin gajian aku. Kalau mau minta ngomong sendiri, kenapa gitu lewat kamu.” Sungutku sambil menghela nafas panjang.

“Ya mungkin segen sama kamu, Ve. Coba kamu nanti telepon mba Andin ya.”

“Males banget, siapa yang butuh coba. Aku kerja buat dikumpulin ya, Mas. Buat wujudin planning aku yang ditarget, buat ngasih bapak ibuku, buat kuliah Nesa. Belum ibu kamu yang sering banget recokin aku. Aku berangkat dulu, rusak mood-ku padahal masih pagi.” Ujarku sambil berdiri berniat membersihkan piring dan gelas bekas sarapan.

“Kenapa jadi meembet kemana-mana sih, Ve. Tabungan kamu juga pasti masih banyakkan, cuman kasih sedikit aja ke saudara pelit banget.”

“Apa Mas?! Kamu bilang aku pelit? Asal kamu tau, uang istri itu mutlak sepenuhnya milik istri. Karena istri itu dinafkahi bukan menafkahi. Kamu, selama ini makan, bensin dari siapa? Kemana gaji kamu selama ini? Buat siapa kamu kerja?! Dan satu lagi ya, Mas. Mba Andin itu ipar kamu bukan istri Mas. Aku Mas yang jadi istri kamu, harusnya kamu prioritasin aku dari pada orang lain.”

“Aargh. Pusing ngebahas soal uang sama kamu, egois. Kamu kan udah kerja lumayan mapan, gaji enak lagian kita belum ada anak buat apa punya simpanan banyak. Sedang mba Andin, dia janda dan anak-anaknya yatim. Kamu tega banget sama anak yatim seperti Andara dan Sagita.” Pekiknya sambil menyugar rambut kasar. Mas Adam tengah frustasi, tinggal bersama hampir dua tahun ini aku jadi hafal kebiasaannya. Tapi aku engga akan ambil pusing.

“Terserah, aku berangkat sekarang.” Ujarku sambi berlalu menuju mobil yang selama ini dipakai mas Adam.

*

“Kusut amat tuh muka, ga enak tau pagi-pagi liat muka Lu murung asem.” Nena selaku penanggung jawab di cafe ini. Aku dan Nena sedang berada di depan rak loker yang menyimpan rompi seragam karyawan.

“Biasa laki gue, pagi-pagi dah berhasil ngerusak mood mana pas gue lagi sarapan. Kan ngga banget sih, bahas hal-hal saat kita makan.” Jawabku sambil merapihkan rompi. Aku berteman dengan Nena sejak dibangku SMA hingga lanjut kuliah dan sampai sekarang kita bekerja di tempat yang sama.

“Ya udah, Lu makan aja dulu kalau masih laper. Mumpung cafe belum buka, kalau udah buka kita dah repot.”

Saat hendak menyimpan tas, ponselku bergetar segera kulihat dan menekan tombol hijau.

“Ada apa, Mas? Aku mau siap-siap buka cafe.” Ujarku sambil melihat ke sekitar ruangan dimana aku berdiri.

[Kamu bawa mobilku?] suara di sebrang sana.

“Mobil kamu, engga salah?!” pekikku tanpa sadar mendengar ucapannya barusan.

[Kamu kenapa berubah gini sih, Ve. Aku bisa telat ke sekolah kalau naik umum.] terdengar helaan nafas kasar dari sebrang sana.

“Motor kamu ada di garasi, kamu bisa pakai itu ke sekolah. Dah aku matiin, ga enak sama temen-temen yang lain.” Balasku cepat sambil melihat ke arah jam dinding yang jarumnya terus bergerak.

[Ve, tunggu. Mana muat kalau aku pake motor buat anterin mba Andin sama anak-anaknya nanti siang. Aku ambil ke cafe ya.]

Tuuut. Ku matikan sepihak panggilan itu. Aku harus menjaga mood-ku minimal untuk sehari ini untuk menyelesaikan semua target kerjaan, karena besok hari liburku. Mba Andin dan selalu mba Andin yang sekarang makin sering kudengar namanya. Awalnya aku masih oke aja kalau mas Adam membantu mba Andin tapi semakin kesini sikap keduanya membuatku berpikir ulang. Apa iya hubungan dengan ipar harus seperti itu. Bukankah mereka seharusnya tetap menjaga jarak ya.

Walaupun aku tak begitu paham dengan ajaran Islam tapi satu yang kupegang bahwa laki-laki dan perempuan asing tak boleh berdekatan. Bahkan aku pernah mendengar bahwa ipar itu maut atau kematian. Apakah mereka tak tau? Sepertinya tau tapi mungkin memang setan akan selalu memperindah sebuah dosa di mata para manusia yang mudah ia goda.

*

“Ve, ada yang nyari Lu tuh sono di depan, buruan gih samperin.” Ucap Nena nampak datang dari depan sambil sedikit manyun.

“Emangnya siapa sih, sampe bisa bikin tuh muka jadi mirip ama yang di lembaran gopek-an?” kekehku yang teralihkan fokus sedari tadi memeriksa beberapa lembar laporan penjualan minggu ini.

“Sialan Lo, gue disamain ama sodaranya wukong. Tuh noh ada laki Lu di meja empat belas. Buruan sebelum ia ngaco di sini, males gue.”

Setelah merapihkan lembaran tadi aku segera bangkit menuju depan. Nampak mas Adam sudah duduk di meja yang berada di pojok. Sepertinya ia tengah serius dengan ponselnya hingga kedatanganku tak ia hiraukan sama sekali. Senyum-senyum tak jelas seperti orang yang lagi kasmaran. Entah apa yang ada di layar ponselnya, aku tak terlalu kepo dengannya sekarang.

“Ada apa, Mas kamu sampe ke sini. Kamu tau aku lagi kerja kan.”

“Ve, kenapa panggilanku tak kamu jawab dan malah tadi kamu tutup sepihak.”

“Maaf tadi ada meeting sama investor jadi aku silent. Aku mau lanjut kerja lagi kalau kamu cuman mau ajak aku ngobrol kayak gini.”

“Kamu kenapa berubah Ve, kamu kayak bukan kamu yang kukenal pas awal nikah dulu.”

“Aku lagi capek, wajarkan? Sekali lagi aku tanya, kamu mau ngapain disini? Gangguin kerjaan aku?”

“Aku mau ambil mobil, mba Andin udah nungguin aku.”

*

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Emi Subekti
lanjut kak
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Ipar Rasa Istri   2

    Minta sama mba Andin“Mobil kamu, Mas? Kamu engga lupa kan, siapa nama yang tertulis di BPKB mobil itu?”“Ayolah Ve, kasihan mba Andin dan anak-anak udah pada siap itu di rumahnya tinggal nungguin aku dateng.”“Maaf ga bisa, Mas. Aku sebentar lagi juga mau keluar ninjau cafe cabang di kota sebelah. Kamu kalau udah selesai silahkan pulang.” sahutku seraya melihat ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangan.“Ve, sekali ini aja.” *Aku kembali ke ruanganku setelah meninggalakan mas Adam, yang masih setia di mejanya. Terserah dia mau pulang atau bahkan memilih untuk tetap duduk disana, paling nanti juga kalau capek pulang sendiri. Masuk kembali ke ruangan dan ingin segera menyelesaikan pekerjaan.“Nih, gue beliin cemilan biar mood Lu cepet baikan. Jangan lupa setelah jam maksi ikut gue buat ninjau cabang lain ya.” Ucap Nena sambil menyodorkan minuman caramel latte dan sekotak dimsum ayam.“Makasih temenku yang paling baik, paling cantik se-duniaa, hahaa!” tak lupa kuberikan senyum

  • Ipar Rasa Istri   3

    Dimasakin Andin“Lho, kamu sarapan sendiri? Sarapan untukku mana, Ve?” tanyanya sambil celingukan melihat tak ada makanan di meja. Aku hanya membuat roti bakar dan segelas coklat hangat untukku.“Mau sarapan?” tanyaku langsung di jawab dengan anggukan oleh mas Adam.“Minta sama mba Andin-mu itu.”“Kamu itu istriku, masa aku minta sarapan sama mba Andin?!”“Karena dia yang kamu kasih nafkah, mana nafkah untukku? Apa karena aku kerja jadi kamu bisa lepas dari kewajiban kamu, mas Adam yang terhormat?!”“Loh iya, gajimu aja lebih besar dari aku. Masak kamu masih butuh uang, kasihan mba Andin dia engga kerja engga ada yang kasih nafkah jadi yah aku hanya membantunya saja. Kamu kenapa jadi perhitungan begini sih, Ve?” meja makan yang seharusnya jadi tempat ternyaman setelah kasur, nyatanya itu tak berlaku di rumah ini. Yang tinggal di sini hanya aku dan mas Adam tapi ada satu nama yang selalu jadi penyebab pertengkaran yang sering terjadi di rumah ini.“Sekaya-kaya-nya istri ya mas, naman

  • Ipar Rasa Istri   4

    “Dam, istri kamu biasa pulang jam berapa? Masak sampai malem gini belum pulang, kamu yang tegas jadi suami.” Suara Ibu mertuaku.“Ah Ibu kayak engga tau Adam gimana kalau di depan Vera. Dia kan suami yang tipe sayang istri, Bu. Anak-anakku aja kalau ngajak keluar Adam, selalu jawabannya nanti om ngizin sama tante Ve dulu ya.” Ujar mba Andin, ohh ternyata begini caramu ngadu domba aku sama Ibu, biar kamu tetep jadi mantu terbaiknya Ibu. “Kasihan anakku, lebih baik kamu cerein aja itu si Vera Dam, kamu punya istri tapi kayak engga punya istri. Masa mau makan aja, sampe harus Andin yang masakin buat kamu sama ibu gara-gara istri kamu milih ngejar kesenangan sendiri.”Kalimat demi kalimat terdengar jelas, karena pintu rumah sedang terbuka dan bangunan rumahku memang dibuat lega bagian depan sampai ruang tengah hanya disekat oleh penyekat lipat yang bisa dipindah atau diringkas sewaktu-waktu. Aku memilih untuk duduk di bangku taman kecil sisi kanan rumahku, dari pada harus langsung mauk

  • Ipar Rasa Istri   5

    5Setelah drama akhirnya mba Andin dibantu mas Adam yang membereskan kekacauan tadi. Seperti ada yang ketinggalan, oiya ponsel masih di atas, ah mau nggak mau harus naik lagi ke kamar atas.Aku mencoba abai pada mas Adam yang masih mengepel bekas coklat dan langsung melangkah menuju kamarku yang berada di lantai dua. Pintu kamar terbuka, aku selalu mewanti-wanti mas Adam jika ada orang lain kunci pintu kamar. Mereka boleh masuk ke semua ruang di rumah ini kecuali kamar kita. Siapapun itu, ibu mertua, bahkan kakak-kakakku pun tak ku izinkan karena kamar menurutku adalah ruang privasi.“Hmm, bagus-bagus ternyata bajunya si Ve, bingung pilih yang mana bagus semua Wa ini.” suara mba Andin pantes tak kuliat tadi di depan. Dia sedang fokus membuka lemari bajuku dan membolak-balikkan, sementara tak jauh dari posisinya ada Nazwa sepupu mas Adi yang sepertinya memiliki kecocokan sama mba Andin. Ibarat sebelas dua belas, tanpa rasa sungkan masuk ke kamar orang dan membuka semua yang ia mau. “

Latest chapter

  • Ipar Rasa Istri   5

    5Setelah drama akhirnya mba Andin dibantu mas Adam yang membereskan kekacauan tadi. Seperti ada yang ketinggalan, oiya ponsel masih di atas, ah mau nggak mau harus naik lagi ke kamar atas.Aku mencoba abai pada mas Adam yang masih mengepel bekas coklat dan langsung melangkah menuju kamarku yang berada di lantai dua. Pintu kamar terbuka, aku selalu mewanti-wanti mas Adam jika ada orang lain kunci pintu kamar. Mereka boleh masuk ke semua ruang di rumah ini kecuali kamar kita. Siapapun itu, ibu mertua, bahkan kakak-kakakku pun tak ku izinkan karena kamar menurutku adalah ruang privasi.“Hmm, bagus-bagus ternyata bajunya si Ve, bingung pilih yang mana bagus semua Wa ini.” suara mba Andin pantes tak kuliat tadi di depan. Dia sedang fokus membuka lemari bajuku dan membolak-balikkan, sementara tak jauh dari posisinya ada Nazwa sepupu mas Adi yang sepertinya memiliki kecocokan sama mba Andin. Ibarat sebelas dua belas, tanpa rasa sungkan masuk ke kamar orang dan membuka semua yang ia mau. “

  • Ipar Rasa Istri   4

    “Dam, istri kamu biasa pulang jam berapa? Masak sampai malem gini belum pulang, kamu yang tegas jadi suami.” Suara Ibu mertuaku.“Ah Ibu kayak engga tau Adam gimana kalau di depan Vera. Dia kan suami yang tipe sayang istri, Bu. Anak-anakku aja kalau ngajak keluar Adam, selalu jawabannya nanti om ngizin sama tante Ve dulu ya.” Ujar mba Andin, ohh ternyata begini caramu ngadu domba aku sama Ibu, biar kamu tetep jadi mantu terbaiknya Ibu. “Kasihan anakku, lebih baik kamu cerein aja itu si Vera Dam, kamu punya istri tapi kayak engga punya istri. Masa mau makan aja, sampe harus Andin yang masakin buat kamu sama ibu gara-gara istri kamu milih ngejar kesenangan sendiri.”Kalimat demi kalimat terdengar jelas, karena pintu rumah sedang terbuka dan bangunan rumahku memang dibuat lega bagian depan sampai ruang tengah hanya disekat oleh penyekat lipat yang bisa dipindah atau diringkas sewaktu-waktu. Aku memilih untuk duduk di bangku taman kecil sisi kanan rumahku, dari pada harus langsung mauk

  • Ipar Rasa Istri   3

    Dimasakin Andin“Lho, kamu sarapan sendiri? Sarapan untukku mana, Ve?” tanyanya sambil celingukan melihat tak ada makanan di meja. Aku hanya membuat roti bakar dan segelas coklat hangat untukku.“Mau sarapan?” tanyaku langsung di jawab dengan anggukan oleh mas Adam.“Minta sama mba Andin-mu itu.”“Kamu itu istriku, masa aku minta sarapan sama mba Andin?!”“Karena dia yang kamu kasih nafkah, mana nafkah untukku? Apa karena aku kerja jadi kamu bisa lepas dari kewajiban kamu, mas Adam yang terhormat?!”“Loh iya, gajimu aja lebih besar dari aku. Masak kamu masih butuh uang, kasihan mba Andin dia engga kerja engga ada yang kasih nafkah jadi yah aku hanya membantunya saja. Kamu kenapa jadi perhitungan begini sih, Ve?” meja makan yang seharusnya jadi tempat ternyaman setelah kasur, nyatanya itu tak berlaku di rumah ini. Yang tinggal di sini hanya aku dan mas Adam tapi ada satu nama yang selalu jadi penyebab pertengkaran yang sering terjadi di rumah ini.“Sekaya-kaya-nya istri ya mas, naman

  • Ipar Rasa Istri   2

    Minta sama mba Andin“Mobil kamu, Mas? Kamu engga lupa kan, siapa nama yang tertulis di BPKB mobil itu?”“Ayolah Ve, kasihan mba Andin dan anak-anak udah pada siap itu di rumahnya tinggal nungguin aku dateng.”“Maaf ga bisa, Mas. Aku sebentar lagi juga mau keluar ninjau cafe cabang di kota sebelah. Kamu kalau udah selesai silahkan pulang.” sahutku seraya melihat ke arah jam yang melingkar di pergelangan tangan.“Ve, sekali ini aja.” *Aku kembali ke ruanganku setelah meninggalakan mas Adam, yang masih setia di mejanya. Terserah dia mau pulang atau bahkan memilih untuk tetap duduk disana, paling nanti juga kalau capek pulang sendiri. Masuk kembali ke ruangan dan ingin segera menyelesaikan pekerjaan.“Nih, gue beliin cemilan biar mood Lu cepet baikan. Jangan lupa setelah jam maksi ikut gue buat ninjau cabang lain ya.” Ucap Nena sambil menyodorkan minuman caramel latte dan sekotak dimsum ayam.“Makasih temenku yang paling baik, paling cantik se-duniaa, hahaa!” tak lupa kuberikan senyum

  • Ipar Rasa Istri   1

    "Ve, kamu gajian kan hari ini jangan lupa transfer sebagian ke mba Andin ya." Ujar mas Adam saat aku sedang menyuapkan nasi goreng pagi ini sebelum berangkat ke cafe tempat aku mengumpulkan rupiah. Rusak sudah mood-ku pagi ini mendegar kalimat dari lisan suamiku sendiri.Mba Andin adalah kakak iparku, suaminya dan suamiku bersaudara. Mereka hanya dua saudara, tapi takdir mas Nizam menjadi korban kecelakaan tunggal saat pulang dari tempat kerja. Dan ia meninggalkan dua anak laki-laki dan perempuan yang masih kecil. Andara yang saat ini berusia tujuh tahun persiapan masuk sekolah dasar dan Sagita adiknya yang berusia lima tahun berbarengan masuk ke taman kanak-kanak.“Bukannya sudah kamu transfer kemarin untuk jatah bulanannya mba Andin?” tanyaku pada mas Adam sambil merapihkan piringku. Selera makanku pagi ini telah menguap entah kemana berganti emosi. Sedang mas Adam masih menikmati sarapannya seperti tak merasa bahwa ucapannya tadi sangat merusak suasana hatiku.“Iya kan itu buat dap

DMCA.com Protection Status