Mataku mengerjap malas, kala aroma harum menusuk hidung ini. Memaksa perut untuk menuntutku membuka mata sekarang juga. Aku memicingkan mata, mendapati nampan di atas nakas. Terpampang semangkuk soto yang masih mengepul dan gelas besar berisi teh yang menguarkan harum melati. Seketika, cacing di perut berontak bersamaan, menuntut dipuaskan rasa lapar yang tiba-tiba mendera. "Istriku sudah bangun." Suara Mas Farhan membuatku menoleh ke arahnya. Membulatkan kesadaranku yang baru tertidur ini. Aku duduk dan menajamkan mata ke arah jam dinding. Ternyata sudah dua jam aku tertidur."Sudah segar badannya? Ini sarapan. Mas tadi udah pas rombongnya lewat," ucapnya, sambil meraih nampan dan akan meletakkan dipangguanku."Seperti orang sakit, makan di tempat tidur," tolakku sembari menurunkan kedua kakiku. Tangan ini dicekalnya sebelum beranjak berdiri."Orang kecapekan dan sakit itu tidak ada bedanya. Sama-sama perlu istirahat dan makan yang banyak. Mas suapi?""Ah, Mas. Malu dilihat anak-
Kabar Dek Hana yang positif hamil ini disambut dengan gembira. Bahkan, Mas Farhan merencanakan untuk membuat syukuran, masak nasi kuning untuk dibagi ke tetangga dan dikirim ke masjid."Sekarang saja, Mas. Setelah mendapat persetujuan dan Mas Farhan pun memberi kabar ke ibu mertua, aku segera menyusun daftar belanjaan. Nanti, Santi dan Fariz yang akan ke pasar.Dari kejadian tadi, terlihat jelas suamiku itu sangat sayang kepada Dek Hana. Sikapnya memang kadang tidak peduli, tetapi sebenarnya di Mumpung hari minggu produksi libur. Semua juga ada," ucapku memberi saran supaya syukuran disegerakan. Aku mengerti dalam hati Mas Farhan keluarga adalah segala-galanya.Hari minggu ini, akhirnya dihabiskan dengan kesibukan syukuran dadakan ini. Aku dan Santi memasak dibantu Lisa, sedangkan Fariz dan Fikri bertugas mengantar bungkusan ke tetangga sekitar. Syukurlah, semuanya cepat selesai kalau dikerjakan bersama-sama.Rumah menjadi riuh, apalagi Mas Farhan menjadi bahan olok-olokan. Kata 'posi
"Fariz, tidak usah pakai foto, ya. Malu.""Mbak Fika harus mulai siap-siap terkenal. Karena pemasaran itu ada rumusnya, TAK KENAL, MAKA TAK BELI," ucap Fariz menekankan peribahasa yang sudah diplintir."Jadi ini positif foto, nih?" tanyaku masih menggunakan kosakata yang jadi trending topic."Iya, Mbak Fika bos Sederek Kitchen!"Ternyata, adik iparku ini pinter, mengerti tentang pemasaran, foto, pengeditan, dan mengerti harus bantu apa untuk Mbak Iparnya ini. Tanpa disuruh pun, langsung mempunyai inisiatif ini dan itu.Pada hari H, semua sudah bersiap. Fariz sampai ijin tidak masuk kerja, katanya dia ingin mendampingiku. Siapa tahu nanti dapat kunjungan pejabat. Makanya, dia dandan abis dan terlihat rapi dan bersih, bahkan malamnya disempatkan potong rambut.Pagi hari kami sudah bersiap di kecamatan, Pak Lurah pun mengunjungi kami didampingi Pak RT. Ternyata banyak juga UMKM undangan di kecamatan ini. Dari produk minuman, makanan, sampai kerajinan. Sembari menunggu pembukaan, Mas Far
Mungkin ini sudah jalannya. Ketika kita di tempat yang lebih baik, semua akan datang membanggakan kita. Apapun alasannya, aku merasa bahagia. Dari pameran itu, aku mendapatkan fasilitas bantuan alat yang disesuaikan kebutuhan, senilai tertentu. Nanti, dari dinas akan datang untuk berkunjung."Fika, selamat, ya. Ikutan seneng punya teman yang berprestasi!" seru Nurul sahabatku sekaligus pemasok bahan-bahan kue. Aku berkunjung sekaligus totalan nota kredit pengambilan bahan."Terima kasih, ya. Ini juga berkat bantuan kamu. Kalau tidak dapat utangan seperti ini, mana bisa cepet jalannya," ucapku sembari menyerahkan nota kredit yang sudah aku rekap, beserta kartu ATM untuk pembayaran.Bahan yang aku ambil dari dia, mendapat tenggang waktu kredit satu bulan. Namun satu atau dua minggu sudah aku setor pembayarannya. Kawatir, uang pembelian sudah terkumpul dan terlihat banyak, padahal di situ masih ada tanggungan yang harus dibayarkan. Bisa menjadi godaan, ingin beli ini dan itu."Tidak di
“Eh, sudah selesai,” ucap Mas Farhan setelah menyadari aku yang sudah berdiri di dekatnya. Dia menyerahkan helm dan mulai bersiap menyalakan sepeda motor."Mas Farhan, kalau sering pergi sendirian apa pernah ada yang menggoda?" tanyaku setelah diam beberapa saat. Ucapan Nurul membuatku berpikir lebih, apalagi punggung kokoh suamiku ini terasa nyaman dengan harum parfum yang menguar ini. Siapa yang mampu menolak pesonanya?"Tidak ada? Kenapa bertanya seperti itu?" ucapnya sembari menepuk punggung tanganku yang melingkar di pinggangnya. Aku merasakan laju sepeda motor ini mulai melambat, sepertinya Mas Farhan memberi kesempatan untuk berbincang."Berarti, Mas Farhan tidak keren, dong. Buktinya tidak ada yang melirik," ejekku dengan mendekatkan kepalaku ke punggungnya. Senyumku tercipta dengan sendirinya. Perasaan lega akan kecurigaan Nurul, ternyata terbukti. Ini berarti kondisinya aman. Tidak ada yang perlu dikawatirkan."Ya walaupun banyak, masak ya diladeni.""Apa?! Berarti ada?! Sia
'Duh, Mas Farhan membuatku kesal,' ucapku dalam hati, walaupun terbersit senyum karena kejadian tiba-tiba tadi.Permasalahannya sekarang, bagaimana caranya aku mandi keramas dan tidak menimbulkan pertanyaan yang aneh dari Santi. Apalagi, kamar mandi ada di belakang dan melewati mereka. Terlebih, membayangkan tatapan curiga dari karyawan yang sudah mulai bekerja di belakang. Aku ada ide!"San, adonannya sudah Mbak siapkan. Kalau kurang bilang, ya?" Aku mendekati dia yang menjawab chat dari pelanggan di marketplace. "Sementara cukup, Mbak." Dia menoleh sekilas dan menoleh lagi ke arahku. Kemudian menyudahi aktifitas dengan memicingkan mata menatap ke rambutku. "Mbak Fika, rambutnya kena tepung, ya?" Aku menelengkan kepala pada cermin, lalu menimpali ucapannya. "Iya, San. Kok banyak, ya. Mungkin pas tadi buat adonan. Duh, rambut Mbak jadi kotor." Aku melirik sebentar melihat reaksinya."Dikeramasi saja, Mbak. Nanti, kelamaan lengket, lo, kecampur keringat."Der! Akhirnya pancinganku
[Mama baru tahu kabar tentang kamu dari internet. Malah, tetangga sebelah yang tanya sama Mama. Kenal dengan Mbak ini tidak? Kan satu kampung. Mama malu, Fik. Tentang anaknya tidak ngerti apa-apa. Kesannya Mama ini orang tua yang tidak perhatian dengan kamu.]Kabar baik, internet, tetangga sebelah, kata kunci yang membuatku mencari tahu apa yang dimaksud Mama. Oh, ternyata itu. Pasti tentang pameran sehari itu. Lebih baik aku telpon langsung. Kadang, tulisan salah meletakkan tanda koma saja mempunyai arti berbeda. Ini bisa salah maksud lagi. "Assaalamualaikum, Ma.""Waalaikumsalam. Fika! Kenapa Mama tidak diberi kabar kalau kamu ada di internet? Tadi pagi, Mama itu ditanya tetangga. Katanya ada orang yang satu kampung dan dapat juara. Eh, ternyata ada fotonya kamu. Mbok, ya, kalau ada kabar gituan ngomong. Jadi kalau ada yang tanya, Mama bisa jawab. Kalau seperti ini, Mama kan mak-klakep tidak mengerti apa-apa. Kamu sengaja, ya?"Tuh, kan, ini gara-gara artikel di internet. Kabar beg
Benar yang dijanjikan Mas Farhan. Dia memulai membangun rumah produksi di halaman rumah. Batu pondasi sudah mulai dipasang, dan masih cukup luas untuk tempat parkir. Rencananya, minggu ini akan dipasang tiang yang berbahan baja. Kata Mas Farhan, pengerjaan tidak membutuhkan waktu lama."Mas mempunyai konsep industrial interior. Jadi nanti tiang baja dicat hitam akan diespos, yang nantinya kontras dengan dinding batu bata tanpa diplester. Mas juga akan tambahkan peralatan dari kayu natural. Dek Fika juga bisa tambahkan tanaman hijau," ucap suamiku menerangkan konsep yang akan dia kerjakan. Dia begitu bersemangat mengerjakan proyek ini. Katanya, ini tidak sekadar pekerjaan, tetapi kesempatan menuangkan ide sesuai kata hati."Setiap sudut akan memiliki rasa. Terutama, rasa cinta dan sayang Mas kepadamu, Dek.""Mas Farhan mulai, deh. Ngegombal," sahutku sambil tersenyum dikulum. Walaupun sudah bertahun-tahun bersama, celetukan tentang cinta masih membuat hatiku berdebar. "Pokoknya, setel