Sepulang kerja, Eka langsung mengajak Surtini dan Okan pergi makan malam. Awalnya, dia mengusulkan restoran atau kafe favoritnya. Namun, Okan merekomendasikan warung kecil sekitar 100 meter dari perusahaan.
Mereka pun pergi ke sana. Pilihan Okan tidak buruk. Meskipun tampak kecil dan sederhana, warung itu sangat bersih dengan pelayanan sigap dan ramah. Pelanggan tak ada yang menunggu lama setelah memesan.
Okan dan Surtini memesan ayam geprek dan teh tarik yang merupakan menu andalan warung. Sementara Eka tak suka pedas, sehingga memilih nila asam manis dan jus alpukat. Pesanan mereka datang tak lama kemudian. Aroma ayam geprek dan nila asam manis membuat lambung mulai meronta.
"CEO kita emang low profile, ya, Sur," celetuk Okan sambil mengaduk tehnya.
Eka terkekeh. "Pendiri perusahaan malah lebih low profile, Mas," sahutnya, lalu menyedot jus alpukat.
"Ya, ya, ya. Saya pernah dengar katanya beliau dulu suka makan-makan santa
Tiga bulan berjalan bagai roda yang menggelinding dari perbukitan, terasa begitu cepat. Target-target yang dicanangkan Eka satu per satu dapat dicapai Semua proyek kerjasama dengan perusahaan-perusahaan kecil berjalan lancar dan sukser. Omzet dan laba bersih meningkat secara signifikan. Kondisi keuangan telah melewati fase kritis, bahkan sedikit melebihi estimasi.Suara-suara sumbang tak lagi terdengar. Karyawan-karyawan yang dulu pesimis, menjelekkan Eka, juga mengompori untuk mengacaukan program-program kini bungkam, hanya bisa menunduk malu. Beberapa dari mereka bahkan terpaksa mengundurkan diri karena tidak tahan dengan tatapan sinis rekan kerja."Bapak-bapak di divisi personalia yang rambutnya tipis itu resign, Non. Dia itu, kan, makhluk paling julid di kantor," lapor Surtini ketika dia berjalan beriringan dengan Eka menuju lobi."Itu yang disebut seleksi alam, tanpa perlu mengotori tangan sendiri," sahut Eka ringan.Surtini seketika m
"Mau ke mana, sih, Non? Main rahasia-rahasiaan segala, tinggal bilang aja mau ke mana, kok, susah banget," gerutu Surtini sepanjang perjalanan.Eka terkekeh, lalu memasang raut wajah penuh misteri agar gadis itu semakin penasaran. Surtini mengerutkan bibir. Sang tuan muda memang memiliki hobi mengisenginya. Jam pulang kantor sudah berlalu 15 menit yang lalu. Kini, mereka tengah menuju tempat rahasia yang dikatakan Eka sebelumnya. Surtini sangat penasaran. Namun, wajah galau gadis itu malah membuat Eka semakin semangat menggoda. Oleh karena itu, dia enggan menjawab.Akhirnya, mobil memasuki halaman sebuah butik. Ada papan nama bertuliskan Gendis Paramitha's Collection di depannya. Kali ini, Surtini kalah cepat dengan supir. Lelaki paruh baya bertubuh kekar itu sudah lebih dulu membukakan pintu untuk Eka. Mereka pun keluar dan berjalan bersisian menuju butik."Ayo, Sur, kita masuk!" ajak Eka."Ya elah, Non. Cuman ke butik aja pakai rahasia-rahasiaan," protes Surtini.Eka menjawil ujung
Hari ulang tahun Hartono Group akhirnya tiba. Acara dilangsungkan di salah satu hotel bintang lima milik Keluarga Hartono. Seluruh konglomerat relasi bisnis diundang, begitu pula para pejabat dan artis terkenal. Salah satunya adalah Cantika. Dengan koneksi dari Gilang, dia bahkan menjadi pengisi acara utama.“Selamat malam, Bu Jihan,” sapa Cantika dengan sok ramah.Meskipun suara gadis itu terdengar bersahabat, tetapi sorot matanya menunjukkan permusuhan, juga terkesan meremehkan. Jihan mengepalkan tangan. Keangkuhan selingkuhan sang suami mendidihkan hati. Meskipun dia juga berkali-kali bermain mata dengan Saga, tetap saja Cantika telah melukai harga diri seorang nyonya di Keluarga Hartono.Merasa lawannya terdesak, Cantika semakin nekat. Dia mendekat dan berbisik, "Gaunnya sangat cocok dengan Anda, Bu Jihan. Anda memang sangat cantik, tapi sayang tidak mendapatkan cinta suami."Jihan mengatur napas sejenak untuk menenangkan hati. Awalnya, dia memang sangat ingin menjambak atau menc
Suasana mengharu biru menghiasi PT. Kimia Berjaya. Sesuai instruksi Bambang, Eka ditarik ke perusahaan utama dan posisinya akan digantikan salah seorang kerabat yang cukup kompeten. Oleh karena itu, dia mengadakan acara perpisahan singkat di aula perusahaan.Setelah melewati beberapa protokol umum acara, tibalah saatnya Eka memberikan salam perpisahan. Dia maju ke podium dengan elegan. Matanya menatap satu per satu karyawan yang berhadir dengan hangat.Terlebih dulu, Eka memberi salam. Dia mengatur napas sejenak, lalu mulai berbicara, "Seperti Anda sekalian ketahui, saya akan dipindahkan ke PT. Hartono Mulya Sejahtera. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan ...."Eka terdiam cukup lama karena sesak dalam dada. Sesungguhnya, dia berat meninggalkan PT. Kimia Berjaya. Jika boleh memilih, Eka ingin tetap di sana. Namun, ada tujuan besar yang tengah dirancang dan hanya bisa diwujudkan dengan bergabung ke perusahaan utama."Saya ingin mengucapkan terima kasih ... terima kasih Anda sekalian
Surti!" Tetesan merah mengotori putihnya kelopak bunga. Timah panas sudah menembus pangkal lengan Surtini, menyisakan aroma mesiu bercampur anyir darah. Eka membebat lengan Surtini dengan sapu tangannya. Namun, gadis pujaan hatinya itu malah berseru, "Ini bukan apa-apa, Non! Cepat lari!" Bruk! Surtini malah ambruk dan tak sadarkan diri. Eka menggeram. Tatapannya nyalang memburu para penjahat. Setelah menyandarkan Surtini di pohon terdekat, dia mendadak melompat ke depan, menerjang si pembawa senjata api. Preman itu tersentak dan menjadi lengah, sehingga pistol direbut dengan mudah dari tangannya. "Berengs*k! Bocah Anj*ng!" umpat si preman. Dia hendak memburu Eka. Namun, lelaki itu salah langkah. Eka bukanlah korban lemah yang merebut senjata lawan karena panik. Sudah 2 tahun terakhir, Rivan mengajarinya menembak. Kemampuan Eka jelas di atas rata-rata, tak pernah meleset meski 1 cm pun dari sasaran. Dor! Tanpa berkedip, satu timah panas melesat menembus jantung salah satu preman
Pesan gambar masuk secara beruntun. Bambang Hartono mengalihkan sejenak pandangan dari majalah bisnis. Dia membuka pesan dengan sorot mata serius saat melihat nama kontak si pengirim. Hanya dalam hitungan detik wajahnya seketika merah padam.“Wanita murahan!” umpatnya dengan suara menggelegar.Gayatri yang tengah menyeruput teh terlonjak dan tersedak. Hampir saja dia menyemburkan teh ke wajah sang suami. Untung saja, wanita tua itu sempat memalingkan muka, sehingga noda coklat beraroma mint hanya mengotori taplak meja.“Ada apa, Mas? Bikin kaget saja,” gerutu Gayatri setelah lebih tenang. Dia beberapa kali mengelus dada yang masih sedikit berdebar.“Aku tidak menyangka Eka akan melakukan hal bodoh yang sama dengan ayahya. Dia terlalu cerdik untuk berbuat konyol seperti ini!” geram Bambang. Dia menggemeletukkan gigi dengan tangan terkepal kuat, hingga terlihat buku-buku jari.“Maksudmu apa, sih, Mas? Jangan buat aku bingung,” cerocos Gayatri dengan kening berkerut.Ada sedikit kegelisa
Eka mengusap tengkuk. Bulu kuduknya mendadak berdiri. Dia merasakan firasat buruk. Berbagai macam prasangka bermunculan dalam benak, dugaan tentang siapa di antara musuh-musuhnya yang tengah merencanakan hal jahat. "Bambang Hartono? Ah, tidak mungkin! Saat ini, serigala tua itu malah sedang menginginkanku." "Kemungkinan besar Nyonya Jihan atau putranya si Andre yang tidak berguna." "Tapi, kenapa aku malah terpikirkan Nyonya Gayatri? Seharusnya, dia yang paling tidak berbahaya. Tapi, kemungkinan paling kecil bisa saja terjadi. Bukankah Nyonya Gayatri sangat membenci mama?" Eka terus perang batin. Tumpukan dokumen di mejanya menjadi terabaikan. Surtini yang tadinya sibuk memeriksa jadwal sang atasan mengalihkan perhatian. Tak biasanya Eka sampai melalaikan pekerjaan seperti itu. Dia pun menghampiri dan menepuk pundak Eka pelan. "Non? Non Eka?" panggilnya. Eka tersentak dan gelagapan. Pasalnya, Wajah Surtini begitu dekat, hingga terasa embusan napas gadis itu. Jiwa serigala dalam di
Surtini menopang dagu dengan kedua tangan. Matanya menatap kaca jendela. Rasa bosan tengah melanda. Biasanya, akhir pekan Eka akan datang dan mengajak jalan-jalan. Momen-momen indah bersama sang kekasih masih terbayang-bayang dalam benak. Namun, hari ini, dia harus bertahan dengan kesepian. Eka “dipaksa” untuk pulang ke Kediaman Hartono tanpa Surtini. Menurut kabar yang dikorek Surtini dari salah seorang teman pelayan, secara kebetulan Sylvia Ariana Sanjaya juga tengah mengunjungi Clarissa. Surtini tahu betul hal tersebut telah direncanakan. Perancangnya tentu saja Gayatri. “Huh? Tapi, Non Eka enggak mungkinlah suka sama cewek jahat kayak gitu,” gumam Surtini. “Non ... Surti rindu ....” “Sur, Surti!” Surtini tersentak. Terdengar suara Hastuti memanggilnya. Dia pun bangkit dengan malas dari kasur dan ke luar kamar. Namun, ketika berada di ruang tamu, wajahnya seketika merona. Surtini tentu malu dilihat dalam keadaan berantakan oleh Amira. “Eh, ada Tante Amira, maaf Surti acak-acak